Angkot TakBerbadanHukum Dilarang Perpanjang STNK

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Sebagian besar angkutan umum di Surabaya terancam tak bisa beroperasi per 1 Maret mendatang. Masalahnya , sebagian besar pengusaha angkutan umum di Surabaya enggan bergabung dengan koperasi. Padahal, peraturan ini sudah termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) 74/2014 tentang kewajiban kendaraan angkutan umum berbadan hukum.
Berdasarkan aturan ini angkutan umum di Kota Surabaya yang berjumlah 4.000 unit jika tak berbadan hukum bakal tidak bisa memperpanjang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya mengimbau pada seluruh pemilik angkutan umum untuk mematuhinya.
“Jadi kalau nantinya angkutan umum tidak berbadan hukum bakal tidak bisa memperpanjang STNK-nya. Dan ini mengarah pada izin trayeknya yang tidak bisa diperpanjang,” kata Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan Kota Surabaya, Tundjung Iswandaru saat dikonfirmasi Bhirawa, Selasa (5/1) kemarin.
Tundjung mengakui respon pemilik angkutan umum di Kota Surabaya asih sangat minim untuk mengikutkan armadanya berbadan hukum. Dari jumlah armada angkutan umum yakni 4.000, masih di bawah 100 angkutan umum yang mengurusnya.
“Secara legalitas untuk berbadan hukum responnya masih ada yang negatif dan positif. Targetnya, ya semua angkutan umum harus berbadan hukum,” ujarnya.
Dishub Kota Surabaya terus menyosialisasikan peraturan ini. Tundjung mangaku sudah menyarankan agar pengusaha berkonsultasi dengan dinas koperasi mengenai teknisnya. “Tujuan aturan ini kan supaya jelas status aset yang didaftarkan ke koperasi. Sistem organisasi koperasi ini nanti langsung di bawah Dinas Koperasi,” jelasnya.
Ia belum bisa memprediksi apakah nantinya semua angkutan umum mau mematuhi aturan tersebut atau tidak. Namun, Tundjung mengaku bisa dilihat nanti tahun 2017 setelah izin trayeknya habis. “Dari jumlah angkutan umum di awal tahun ini, semuanya sudah memperpanjang trayek. Nah, di tahun 2017 baru bisa dilihat karena pasti izin trayek sama STNK-nya pasti sudah mati,” imbuhnya.
Sebelumnya, ribuan sopir angkutan umum, lyn, di Surabaya beberapa kali berunjuk rasa menolak pemberlakuan PP 74/2014. Mereka keberatan bila kendaraan milik mereka akan menjadi aset badan hukum. Organda Surabaya sebagai organisasi yang menaungi para pengusaha angkutan umum juga sudah mendirikan lima koperasi untuk mewadahi pengusaha angkot yang belum berbadan hukum.
Ketua Organda Surabaya, Sunhaji, mengatakan sampai saat ini yang sudah bergabung dengan badan usaha antara lain anggota Organda seperti taksi, bus, angguna, dan angkutan barang. “Yang belum hanya lyn atau mikrolet. Mereka masih belum rela jika asetnya nanti harus diserahkan ke koperasi atau badan hukum,” katanya.
Sunhaji menambahkan, apabila seluruh angkutan umum sudah berbadan hukum maka baik BPKB maupun STNK kendaraan akan berganti nama sesuai badan hukumnya. “Namun mereka bersikeras menolak PP tersebut. Mereka merasa sudah susah payah membeli aset mobil angkot itu, namun diatasnamakan badan hukum,” katanya.
Ia menjelaskan aset kendaraan memang akan berganti nama, tapi aset itu akan tetap menjadi milik masing-masing pengusaha. Tidak hanya itu, dia menambahkan, hasil keuntungan lyn tetap masuk ke kantong pengusaha. Adapun konsekuensi bagi pemilik lyn yang tidak mendaftarkan kendaraannya ke dalam badan hukum, sebagaimana dijelaskan Sunhaji, kendaraan itu tidak diperkenankan menggunakan plat kuning. “Artinya mereka tidak akan bisa menarik penumpang,” ujarnya.
Adapun keberatan lain yang menyebabkan para pemilik lyn di Surabaya enggan bergabung ke koperasi karena dipungut biaya balik nama untuk BPKB dan STNK. Pengusaha angkutan umum harus menanggung biaya balik nama yang diperkirakan lebih dari Rp2 juta. “Kami harap ada keringanan dari pemerintah,” kata Sunhaji. (geh)

Tags: