Anomali Cuaca Bikin Petani Garam Jatim Menjerit

Anomali CuacaDPRD Jatim, Bhirwa
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur M Hassan mengakui, anomali cuaca akibat La Nina berdampak besar pada petani garam. Sebab mereka tidak bisa memproduksi garam, padahal mulai bulan Juli biasanya petani garam bisa memproduksiĀ  garam.
“Cuaca memang belum menguntungkan bagi petani garam. Bahkan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) menyatakan kalau musim kemarau tahun ini digolongkan kemarau basah sehingga masih berpotensi terjadi di beberapa hujan masih terjadi, sehingga petani tak bisa memproduksi garam,” ujar Hassan, saat dikonfirmasi Selasa (26/7).
Berdasarkan ramalan BMKG, lanjut Hassan, petani garam baru bisa mulai memproduksi garam sekitar bulan September mendatang. “Akibat dampak La Nina tersebut, petani garam Jatim belum dapat memproduksi sampai September. Ini bukan gagal panen, tapi kemunduran musim kemarau,” dalihnya.
Kendati demikian, Hassan sangat menyayangkan jika dalam dua bulan ke depan garam impor bakal membanjiri pasar dalam negeri, karena pada Juli dan Agustus ini pemerintah akan mengimport sekitar 270 ribu ton.
“Khusus Jatim, kami minta garam import jangan sampai masuk karena stok garam rakyat yang belum terserap mencapai 200-250 ribu ton tersebar di 11 daerah sentra petani garam di Jatim,” beber Hassan.
Ia berharap kondisi anomali cuaca ini, justru menjadi berkah bagi petani garam di Jatim. Pasalnya, sesuai hukum ekonomi jika suplai turun dan demand meningkatĀ  maka harga akan naik. “Kami berharap jangan sampai kelangkaan ini malah harga pembelian garam rakyat di bawah HPP agar petani garam dapat nilai tambah lebih,” harap Hassan.
Selain itu, kementerian terkait yang menangani persoalan garam seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, maupun Kementerian Perindustrian, hendaknya dapat memberikan perlindungan bagi petani garam.
“Kami juga berharap Gubernur Jatim memberikan perlindungan kepada petani garam agar tidak merugi terlalu banyak akibat anomali cuaca ini, sebab Jatim merupakan lumbung garam nasional,” tegas Hassan.
Ia tidak melarang jika pemerintah melakukan impor karena Indonesia belum dapat swasembada. Namun pihaknya akan bertindak jika garam impor membanjiri pasar, namun garam rakyat tak terserap (terbeli) oleh pelaku usaha.
“Impor garam memang tidak bisa dihindarkan, tapi jangan dijadikan bemper situasi anomali ini. Kalau ada garam rakyat, tolong dong diserap. Kalau habis, silakan impor, kami tidak menghalanginya,” dalih Hassan.
Sementara itu, Fatkhur Rozaq, Kabid Kelautan Pesisir dan Pengawasan Dinas Perikanan dan Kelautan mengaku prihatin dengan kondisi anomali cuaca yang dialami petani garam.
“Semoga kondisi ini menjadi keprihatinan semua pihak. Semua pihak diharapkan peduli pada saudaranya. Karena kondisi anomali cuaca ini benar-benar berdampak pada petani garam,” jelas Rozaq.
Ia juga meminta pelaku usaha untuk menyerap garam rakyat dengan harga yang proporsional dan sesuai hukum ekonomi. “Jangan dimanfaatkan anomali cuaca dijadikan alasan untuk tidak menyerap garam rakyat. Penyerapan garam rakyat harusnya berlangsung dan sesuai hukum pasar. Pelaku usaha diharapkan ikut meringankan beban, menyerap garam rakyat dengan bijak,” harap Rozaq.
Menurutnya, selama ini Pemprov Jatim telah membantu para petani garam untuk meningkatkan kuaitas produksinya agar mudah diserap pasar dan industri. Diantaranya dengan program penerapan sistem teknologi Geo Isolator, serta Teknik Ulir Filter (TUF) geomembran. “Dengan penerapan sistem dan teknologi tersebut, petani dapat meningkatkan produksi garam,” ungkap Rozaq.
Terpisah, anggota Komisi B DPRD Jatim, Zainul Lutfi menyatakan Pemprov Jatim harus membela kepentingan petani garam dengan menolak peredaran garam import sebelum produksi garam rakyat terserap. “Pemprov Jatim harus berani menolak garam import karena memiliki payung hukum berupa Pergub dimana dua bulan sebelum panen dan dua bulan sesudah panen dilarang import,” jelas Lutfi.
Pertimbangan lainnya, Indonesia kenal sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia sehingga berpotensi menjadi negara produsen garam. Sayangnya, hal tersebut tidak dimaksimalkan oleh pemerintah. Bahkan nasib petani garam rakyat tak kunjung mendapat perhatian sehingga kualitas produksi garam rakyat kalah bersaing dengan garam import.
“Pemerintah jangan sampai mengandalkan ketergantungan garam import untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kami khawatir kualitas produksi garam rakyat sengaja dibuat seperti itu agar ada alasan bagi kelompok tertentu untuk menekan pemerintah supaya melakukan import garam,” pungkas Lutfi. [Cty]

Tags: