Antara Berbuat Benar, Baik, dan Indah

Oleh :
M. Fakhruddin Al-Razi
Penulis adalah mahasiswa rantau asal Madura yang sedang mukim di kota Malang 

Dalam bertindak dan berperilaku, manusia sudah semestinya berpikir terlebih dahulu. Sebab bagaimanapun tindakan itu akan membawa konsekuensi baik pada diri sendiri atau orang lain. Nah, positif dan negatifnya konsekuenai itu akan sangat tergantung pada pertimbangan yang dipikirkan tadi. Apa ketika sudah dipertimbangkan akan selalu membawa konsekuensi positif? Tentu tidak. Bilapun itu akhirnya berdampak negatif mungkin hanya akan disebut tidak sengaja. Akan lain cerita bila tindakan itu dimunculkan tanpa pertimbangan alias ngawur, memang mungkin juga akan mengahasilkan hal positif, tapi itu hanya keuntungan. Nah, tinggal dipikir sudah seberapa besar tingkat keberuntungan kita? Bila tidak yakin sebelum bertindak alangkah baiknya dipikir dan dipertimbangkan dulu.
Apa yang akan dipikirkan sebelum bertindak? Yang pasti adalah cara dan dampak dari tindakan tersebut. Ada hal lain, atau paling tidak pedoman lah!? Nah, setidaknya, pedoman untuk kita bertindak itu akan tergantung pada tiga hal. Yaitu benar, baik, dan Indah. Tanpa tiga hal ini, tindakan yang kita ambil akan terasa kurang sempurna.
Bila ada orang lapar apa yang akan anda berikan pada dia? Ok, katakanlah anda memberi dia uang. Tapi apa tindakan itu sudah benar? Pastinya tidak, karena kalau orang lapar sampai kapanpun ya cari nasi bukan cari uang. Tapi perbuatan memberi uang tadi itu adalah perbuatan yang baik. Berarti itu adalah perbuatan yang tidak benar tapi baik.
Perbuatan yang baik seperti apa? Ya beri saja dia (orang yang lapar tadi) nasi pecel atau nasi rawon maka perbuatan kita akan jadi perbuatan yang benar dan baik. Karena kita berniat baik pada orang tadi dan memberinya sesuatu yang benar.
Bagaimana kalau kita beri dia rumput? Nah, itu adalah perbuatan tidak benar tapi baik. Memang benar kita berniat memberi dia makan itu baik, tapi memberi dia rumput itu salah karena dia itu orang bukan kambing, bukan sapi. Ini contoh perbuatan baik tapi tidak benar.
Misal, ok lah kita memberi dia nasi pecel atau nasi padang, tapi cara memberinya dengan cara dilemparkan. Apa yang terjadi? Perbuatan itu benar dan baik tapi tidak indah. Benar dan baik karena sudah memberi dia nasi tapi caranya tidak indah atau tidak elok. Maka perbuatan yang benar, baik, dan indah dalam kasus tadi adalah memberi dia nasi dengan cara yang lembut dan sopan.
Ukuran benar dan salah dalam perbuatan dilihat dari sesuainya kebutuhan dan tindakan. Kalau lapar yang dibutuhkan ya nasi atau makanan mengenyangkan lainnya. Ukuran baik dan tidaknya diukur dari rasa simpati, baik terhadap diri sendiri lebih-lebih pada orang lain. Ukuran indah dan tidaknya diukur dari cara kita melaksanakannya. Sopan atau tidak, santun atau tidak.
Lalu bila kita memberi contekan ketika ujian itu bagaimana? Memang itu benar melihat yang dibutuhkan adalah jawaban, tapi hal itu tidak baik sebab simpati kita kurang tepat atau bukan pada tempatnya. Maka yang baik dan benar adalah tidak memberi dia contekan. Selain dia butuh jawaban, tapi dia lebih membutuhkan latihan untuk berpikir maka membiarkannya berpikir adalah yang lebih benar.
Lantas dari ketiga hal itu, mana yang harus didahulukan? Pastinya benar dulu baru baik baru setelah itu indah. Kita tidak akan tahu apa yang akan kita lakukan kalau tidak mengerti apa targetnya. Target itu adalah yang menentukan apakah perbuatan atau tindakan kita itu benar atau tidak. Bila mau menulis, yang benar ya pakai pensil atau pena, bukan dengan sendok. Bila mau mandi ya pakai air bukan pakai minyak. Itu namanya benar.
Dalam islam, ke tiga hal tadi antara benar, baik, dan indah sudah terkonsep dengan sedemikian sempurna. Pertama, persoalan benar dan salah adalah ranah dari fiqih. Benar dan tidaknya akan ditentukan oleh pedoman-pedoman hukum. Persoalan baik dan tidak adalah ranah akhlak yang akan berurusan dengan norma-norma sosial. Urusan indah dan tidaknya maka itu adalah ranah dari tasawuf. Selain kita berhubungan dengan sesama makhluk (hablun minan nas dan hablun minal ‘alam) kita juga berhubungan dengan tuhan (hablun minallah), semakin santun perbuatan kita maka semakin indah nilainya.
Kita memberi makan nasi pecel pada orang lapar atas dasar simpati kita padanya itu perbuatan baik dan benar. Ketika kita memberinya nasi, kita tidak berharap mendapat balasan atau pamrih di hadapan orang banyak maka pebuatan kita akan sempurna menjadi perbuatan yang benar, baik, dan indah.
Alangkah lebih benar, lebih baik, dan lebih indahnya lagi bila pembaca sekalian mengimplementasikan apa yang ada di artikel ini dalam kehidupan sehari-hari.
———- *** ————

Rate this article!
Tags: