Antisipasi Ancaman Pasokan Batu Bara

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen PPKn (Civic Hukum) Univ. Muhammadiyah Malang

Pasokan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang semakin kritis dan ketersediaan batu bara untuk kelistrikan di dalam negeri yang juga semakin rendah semakin menghadapkan pemerintah pada larangan ekspor batu bara menjadi pilihan yang sulit. Pasalnya, pemerintah harus memilih antara menjaga pasokan listrik dan kelanjutan ekspor. Kebijakan larangan ekspor batu bara adalah pilihan sulit untuk mencegah pemadaman massal atau blackout yang dapat mengganggu pemulihan ekonomi nasional atau ekspor demi devisa negara.

Urgensi batu bara

Posisi Indonesia sebagai pengekspor batu bara terbilang terbesar di dunia. Batu bara sendiri merupakan salah satu sumber energi fosil yang menyumbang emisi dan deforestasi, tetapi lambatnya peralihan teknologi hijau menyebabkan batu bara masih menjadi komoditas utama dunia. Selain itu, tekanan ekonomi sebagian besar negara negara di dunia akibat pandemi Covid-19 memaksa banyak negara masih mempertahankan energi berbasis batu bara.

Peluang devisa yang dapat Indonesia peroleh dari ekspor batu bara mencapai 3 miliar dolar AS per bulan. Pada semester kedua 2021 hingga awal tahun 2022, batu bara menunjukkan tren kenaikan harga. Bahkan, harga Batu Bara Acuan (HBA) bulan September 2021 hingga ke angka 150,03 dolar AS per ton. Angka tersebut naik 19,04 dolar AS per ton dibanding HBA bulan Agustus 2021 yang mencapai angka 130,99 per ton. Pada November 2021 HBA kembali meroket menembus 215,1 dolar AS per ton. HBA Desember 2021 anjlok ke posisi 159,79 dolar AS per ton atau turun 25,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Meskipun pada Desember 2021 HBA turun, akan tetapi masih menunjukkan harga yang tinggi.

Namun, seiring dengan menipisnya ketersediaan batu bara dalam negeri pemerintahpun membuat keputusan yang mengejutkan pasar energi global, salah satunya dikeluarkannya keputusan menangguhkan ekspor bahan bakar karena mengalami kekurangan pasokan batu bara bagi pembangkit listrik domestik. Upaya pemerintah melarang ekspor batu bara sejatinya jelas tertuang dalam Surat Dirjen Minerba No. B-1605/2021, tepatnya tertetapkan pada periode 1 Januari- 31 Januari 2022.

Persoalan krisis pasokan batu bara ke Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan independent power producer (IPP) memang mengkhawatirkan karena menyangkut ‘nyawa’ 20 PLTU berkapasitas 10.850 MW. Bila pasokan batu bara bermasalah dan mengakibatkan berkurangnya produksi listrik, dampak langsungnya adalah pemadaman bergilir ke jutaan pelanggan dan industri. Realitas tersebut, tentu akan membawa imbas yang sangat luas, mulai dari masalah sosial, ekonomi dan, politik yang sangat besar. Jika terbiarkan pemerintah bisa dinilai tidak mampu mengurus tata kelola batu bara serta menyediakan listrik yang merupakan kebutuhan vital masyarakat. Logis adanya jika PLN pun, dituntut mampu memperbaiki manajemen pasokan agar listrik di dalam negeri tetap tersedia.

Perbaikan tata kelola energi

Isu transisi energi belakangan tengah mendapat perhatian serius. Tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga ditataran global. Salah satunya, terkait tentang larangan ekspor batu bara bertujuan untuk menjaga keberlanjutan pasokan listik di dalam negeri. Merujuk dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada awal 2022 porsi batu bara dalam bauran energi Indonesia mencapai sekitar 60 persen. Sedangkan, PLN hanya mendapatkan pasokan sebesar 35.000 ton batu bara. PLN telah mengamankan 13,9 juta ton untuk 20 hari yaitu sebesar 20 juta ton pada November diperkirakan akan membutuhkan 119 juta ton pada 2022.

Kedati begitu, batu bara menyumbang sekitar 15% dari total ekspor nonmigas Indonesia sepanjang Januari-November. Itu artinya, jika larangan ekspor diberlakukan secara penuh, maka ada potensi kehilangan nilai ekspor US$ 4,1 miliar dalam sebulan. Proyeksinya neraca dagang bulan Januari bisa defisit US$ 50-80 juta, sehingga surplus perdagangan yang sebelumnya tinggi akan berubah signifikan.

Selain itu, pelarangan ekspor batu bara, berpotensi menggangu penerimaan negara khususnya dari pajak penghasilan (PPh) pasal 22 ekspor. Padahal sepanjang tahun lalu pemerintah telah meraup untung dari kenaikan harga batu baru. Itu artinya, larang ekspor juga bisa menimbulkan gejolak di pasar internasional terutama berupa lonjakan harga komoditas. Ini karena Indonesia merupakan salah satu pemasok terbesar batu bara dunia. Keputusan ini juga bisa menimbulkan kekacauan di manufaktur pasar global. Oleh sebab itu, saatnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dapat memperhatikan tata kelola Domestic Market Obligation (DMO) untuk batu bara, melalui beberapa langkah yang bisa dilakukan.

Pertama, perbaikan manajeman internal PLN. Posisi PLN sebagai perusahaan tanpa pesaing mestinya ada niatan baik untuk memperbaiki manajemen internalnya. Kondisi penurunan pasokan batubara ke PLN saat ini sejatinya jika tersimak sudah pernah dialami pada 2008, 2018 bahkan 2021 lalu, namun tidak ada proses pembelajaran di PLN. Dengan adanya anak usaha PLN yang fokus mengurus pasokan batubara yakni PT PLN Batubara, seharusnya PLN sudah well manage pengelolaan pasokan batubara untuk kebutuhan pembangkitnya.

Kedua, PLN dan Independent Power Producer (IPP) harus mempunyai perencanaan subtitusi dengan mengurangi ketergantungan energinya dari PLTU berbahan bakar batu bara dan saatnya beralih ke pembangkitan non fosil atau energi baru dan terbarukan (EBT).

Tiga, pemerintah harus tegas dan berani menindak produsen batu bara yang tidak memenuhi kewajiban DMO, karena telah menyebabkan dampak sistemik dan masif bagi timbulnya isu sosial, ekonomi, dan politik skala nasional. Realitas ini urgen terperhatikan, pasalnya persoalan manajemen DMO mempengaruhi suplai pembangkit listrik nasional yang berimbas pada pasokan listrik masyarakat.

Melalui ketiga tata kelola DMO untuk batu bara tersebut diatas, besar kemungkinan jika diimplementasikan dengan baik dan maksimal berpotensi mampu mengantisipasi terjadinya krisis energi, khususnya pasokan batu bara dengan begitu listrik di dalam negeri tetap tersedia.

——— *** ———

Rate this article!
Tags: