Antisipasi Ketergantungan Impor Pangan

karikatur ilustrasi

Adaptasi terhadap teknologi untuk peningkatan produktivitas pangan amat diperlukan agar ketergantungan impor pangan bisa dikurangi. Terlebih, impor pangan di negeri ini merupakan suatu persoalan yang sulit bisa diatasi, jika itu dibiarkan terkhawatirkan cepat atau lambat akan menjadi bumerang bagi kebutuhan pangan nasional. Seperti diketahui, terdapat tiga pangan pokok yang hingga kini pemenuhannya dilakukan lewat importasi. Yakni daging sapi/kerbau, kedelai, dan bawang putih.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sejak Januari-Juni 2021 atau sepanjang Semester I-2021, Indonesia telah melakukan impor pangan hingga US$ 6,13 miliar atau setara dengan Rp 88,21 triliun. Komoditas pangan yang diimpor oleh Indonesia terdiri dari berbagai jenis daging, susu, kopi, teh, hingga bahan pangan seperti cabai, bawang putih, lada, kedelai. Hingga berbagai jenis rempah-rempah juga diimpor oleh Indonesia, seperti cengkeh, kakao, tembakau, dan ubi kayu. Secara rinci, sepanjang tahun 2021 realisasi impor beras sebesar US$ 91,6 juta dengan volume sebanyak 201.271,55 ton. Kemudian daging ayam dengan nilai impor mencapai US$ 67 dengan volume impor sebanyak 16.567 kg, (Republika, 11/12/2021)

Merujuk dari data BPS tersebut, terlihat jelas bahwa negeri ini terlihat masih sangat ketergantungan pangan dari negara lain, alias harus impor. Seperti terlihat, beberapa waktu terakhir, harga daging sapi sempat melonjak akibat adanya gangguan produksi di Australia yang menjadi negara pemasok utama kebutuhan daging Indonesia. Alhasil, kenyataan itupun lantas membawa dampak pada tingginya harga daging di dalam negeri.

Melihat realitas yang demikian, maka sudah semestinya kini saatnya pemerintah bisa mengatasi persoalan impor komoditas pangan, salah satunya dengan menghadirkan sumber daya manusia (SDM) pertanian yang adaptif terhadap tantangan baru. Pasalnya, SDM pertanian yang profesional, berdaya saing, dan berjiwa enterpreneur tinggilah kunci agar sektor pertanian jadi semakin baik. Dilanjutkan, dengan menejemen impor pangan dengan proporsional dan professional, sehingga kedepannya pemerintah bisa memetakan berapa persen porsi pangan yang bisa diproduksi dan berapa persen yang akan diimpor.

Gumoyo Mumpuni Ningsih
Dosen FPP Universitas Muhmammadiyah Malang.

Tags: