Antisipasi Klaster Vaksinasi Massal

Oleh :
Hafidh Maulana
Anggota Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPKMI)

Kasus COVID-19 yang kian tak terkendali membuat pemerintah berupaya keras meningkatkan cakupan vaksinasi secepat mungkin. Presiden Jokowi telah menargetkan 3 juta dosis perhari agar tercapai herd immunity sebelum akhir tahun ini (Tempo, 5/7/2021). Hal tersebut membuat pemerintah daerah mencoba berbagai strategi vaksinasi agar meningkatkan cakupan secepat mungkin.

Rencana ambisius tersebut ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Di berbagai daerah, pendaftaran vaksinasi tidak butuh waktu lama untuk kuota terpenuhi. Begitu sulitnya mendapat kuota, para warga sampai berkeluh kesah di jagat maya. Saat ini pertanyaan mengenai jadwal vaksinasi cukup ramai di media sosial. Antusiasme warga terhadap vaksinasi patut disyukuri karena menunjukkan tingginya kesadaran tentang vaksin.

Strategi vaksinasi massal menjadi pilihan jitu sekaligus merespon tingginya minat warga. Namun dibalik kesuksesan pelaksanaannya, kritik terhadap vaksinasi massal mulai bermunculan. Kritik atas pelaksanaan vaksinasi dalam bentuk video dan gambar kerumunan antrian peserta sangat cepat beredar luas di media sosial.

Dengan alasan apapun, pada dasarnya kerumunan saat pandemi tetap saja terlarang. Setiap kerumunan berpotensi mempercepat penularan sehingga harus dihindari. Apalagi, setiap orang yang mengikuti vaksin pada dasarnya tidak mengetahui statusnya. Bisa jadi peserta vaksinasi adalah Orang Tanpa Gejala atau sebenarnya telah terinfeksi namun belum muncul gejala.

Menurut epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman, klaster vaksinasi sudah muncul di India (IDN Times, 29/6/2021). Terbukti telah terjadi klaster vaksinasi di Cianjur (medcom.id, 1/7/2021). Mungkin di juga terjadi di tempat lain, namun penelusuran dan pembuktiannya tidaklah mudah.

Pemerintah dan masyarakat perlu mewaspadai kehadiran varian Delta yang saat ini mendominasi kasus di Indonesia (Kompas, 7/7/2021). Studi tentang varian Delta mengungkapkan bahwa virus tersebut lebih mudah dan cepat menular daripada varian lainnya. Bisa dibayangkan bagaimana bahayanya jika ada yang membawa virus tersebut di tengah kerumunan vaksinasi.

Antisipasi Kerumunan

Ancaman klaster vaksinasi harus segera diantisipasi pemerintah untuk meminimalisir efek samping dari vaksinasi massal. Setidaknya ada dua hal yang perlu dipertimbangkan untuk memodifikasi pelaksanaan vaksinasi yaitu penggunaan teknologi dan pemilihan tempat.

Penggunaan teknologi perlu diupayakan untuk memudahkan pendaftaran dan penjadwalan. Metode go show dalam pendaftaran vaksinasi seharusnya dihentikan demi mencegah kerumunan dan memberikan kepastian. Di beberapa tempat, banyak warga yang harus rela antri sejak jam 4 pagi demi mendapatkan kuota.

Dengan bantuan teknologi, peserta bisa mendaftar secara online dengan mendapatkan nomor antrian dan jadwal pelaksanaan vaksinasi. Nomor antrian dan jadwal pelaksanaan memberikan kepastian kepada peserta tentang kapan mereka harus datang. Dengan demikian, kerumunan bisa diminimalisir.

Selain penggunaan teknologi, pemilihan tempat menjadi hal penting yang wajib dipertimbangkan. Pelaksanaan vaksinasi di tempat luas seperti hall, stadion, ataupun lapangan memang dapat mempercepat cakupan. Seperti yang dilakukan di Gelora 10 November, penyelenggara mampu melakukan vaksin pada 4000 jiwa dalam satu jam (harian bhirawa, 7/7/2021). Namun di sisi yang lain pelaksanaannya menimbulkan kerumunan. Kegiatan vaksinasi seharusnya tidak hanya dilihat dari meja 1 dan meja 2 saja. Penyelenggara perlu juga mempertimbangkan potensi kerumunan mulai dari kedatangan peserta, pendaftaran, sampai mereka keluar dari tempat kegiatan.

Jumlah massa yang banyak di satu tempat meningkatkan resiko penularan. Tidak semua peserta bisa mempertahankan kepatuhan terhadap protokol kesehatan dalam waktu yang lama. Selalu saja ada diantara mereka membuka masker untuk makan dan minum di tempat. Jumlah massa yang banyak juga menyulitkan peserta untuk menjaga jarak, belum lagi jika peserta menggunakan masker yang tidak standar. Kondisi tersebut dapat meningkatkan potensi penularan diantara peserta vaksinasi.

Mengingat dampak kerumunan yang terjadi pada vaksinasi massal, pemerintah perlu mempertimbangkan pelaksanaan vaksinasi berbasis desa/kelurahan. Hal tersebut akan memecah konsentrasi massa dan meminimalisir kerumunan. Fasilitas untuk pelaksanaannya juga sudah tersedia hingga ke desa.

Metode berbasis desa memiliki beberapa kelebihan. Pertama, jumlah warga sudah jelas dan bisa diprioritaskan pada desa-desa yang memiliki resiko tinggi. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memiliki peta resiko per desa sehingga bisa mengatur ritme vaksinasi di desa prioritas berdasarkan ketersediaan vaksin.

Kedua, vaksinasi berbasis desa bisa mencegah transmisi penularan antar daerah. Tempat pelaksanaan di desa membuat warga tidak berbaur dengan warga desa lain. Hal ini juga memudahkan aparat mengontrol mobilisasi warga. Bukankah mobilisasi warga adalah penyebab utama peningkatan kasus dan penyebaran COVID-19?

Ketiga, petugas kesehatan dapat mengukur cakupan vaksinasi masing-masing desa sehingga pemerataan cakupan vaksin bisa dicapai. Dengan data capaian vaksinasi per desa, petugas kesehatan bisa memetakan desa mana yang telah mencapai target 70% (target minimal herd immunity). Dengan demikian sumber daya dapat digeser ke desa lain yang belum mencapai target.

Metode berbasis desa tentu saja masih terkendala sumber daya manusia dalam pelaksanaannya. Penambahan jumlah vaksinator terlatih sepertinya perlu diupayakan demi mencapai target. Harus diakui bahwa akselerasi vaksinasi menemui dilema antara tuntutan mencapai target dan keterbatasan sumber daya. Namun, demi mencegah penularan yang meluas, pemilihan metode vaksinasi benar-benar harus diperhatikan.

Tidak kalah pentingnya, edukasi terhadap masyarakat harus digalakkan untuk mencegah euforia berlebihan pasca vaksinasi. Gaung vaksinasi massal di berbagai tempat semoga tidak menciptakan rasa aman semu. Protokol kesehatan tetap wajib dilakukan oleh orang yang telah divaksin demi mengoptimalkan perlindungan.

Dibalik kecepatan vaksinasi massal, terdapat dampak negatif yang perlu diantisipasi. Bagaimanapun Keselamatan dan kesehatan masyarakat harus tetap menjadi prioritas pemerintah.

——— *** ———

Rate this article!
Tags: