Antisipasi Pergerakan Harga Bahan Pokok

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Pengajar PPKn Universitas Muhammadiyah Malang

Umat Islam di seluruh penjuru Tanah Air sudah mulai melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh puasa Ramadan. Tidak ada yang berbeda dengan bulan-bulan Ramadan tahun sebelumnya. Seperti sebuah kelaziman, kehadiran Ramadan ditandai kenaikan harga-harga, terutama pangan. Pemerintah seperti mati kutu dan pasrah terhadap situasi itu. Hampir semua komoditas pangan, seperti beras, daging (ayam dan sapi), telur, sayur-sayuran, dan buah-buahan melejit tinggi. Kenaikan yang mencolok adalah bawang putih mengalami kenaikan Rp10.000 per kilogramnya, menyusul cabai rawit, cabai merah, dan hijau. Sementara harga cabai merah masih setabil. Kenaikan harga ini tentu berpengaruh kepada ekonomi keluarga yang menambah pengeluaran uang belanja.
Pasalnya, setiap Ramadan konsumsi masyarakat biasanya akan meningkat 40 hingga 60 persen dari hari biasanya. Jika respons pemerintah tidak cepat dan tepat, lalu harga-harga melambung, tentu akan sangat memberatkan masyarakat. Karena itu, pemerintah segara melakukan langkah-langkah efektif, untuk mengantisipasi kenaikan harga kebutuhan pokok. Sesuai dengan hukum besi supply-demand, ketika ada tekanan di sisi permintaan dengan pasokan tetap, harga akan terpantik tinggi. Akhirnya, inflasi yang tinggi saat Ramadan dianggap sebagai sebuah kelaziman.
Peran pemerintah
Selama ini, ketika kita berbicara soal mahalnya harga kebutuhan pokok, klaim pemerintah selalu sama, yaitu disebabkan lonjakan permintaan. Namun, tebersit pertanyaan mendasar, apakah benar lonjakan permintaan selalu jadi faktor utama mahalnya harga bahan pangan? Padahal, jika mau melihat fakta, naiknya harga juga disebabkan distribusi pangan yang belum optimal serta minimnya pasokan di level petani/peternak.
Namun, untuk bulan puasa tahun ini belum ada statemen pemerintah untuk melakukan upaya menstabilkan harga-harga. Kenaikan yang terus merangkak belum menjadi perhatian serius. Apalagi pemerintah saat ini baru habis energinya dalam gelaran Pemilu 2019. Sehingga pergerakan harga di pasar-pasar tradisional luput dari perhatian. Harusnya fenomena tahunan ini menjadi perhatian serius pemerintah, agar tidak memberatkan masyarakat.
Cara klasik yang selama ini biasa dilakukan pemerintah dalam mengantisipasi kenaikan harga-harga itu adalah dengan menggelar pasar murah di pusat-pusat pasar. Biasanya jika kondisi pasar sudah mulai meresahkan dan menjadi opini publik pemerintah baru melakukan tindakan. Operasi pasar yang dilakukan pun tidak membawa dampak signifikan bagi masyarakat. Operasi pasar juga terkesan hanya melepas tugas rodi bukan sepenuhnya untuk menekan harga pasar.
Pandangan kenaikan harga yang besar selalu terjadi sekitar media bulan puasa, mestinya dapat dicegah sekiranya telah dilakukan antisipasi jauh hari terhadap fenomena yang selalu saja terjadi. Besar harapan, pemerintah agar cermat dan tepat dalam memenuhi pasokan dan menstabilkan harga. Teliti dengan cermat akar masalahnya, jangan ambil jalan pintas dengan kebijakan impor, padahal masalah utamanya ada dipasokan dan distribusi. Jika itu dilakukan justru malah memukul harga pada tingkat petani, sebaliknya menguntungkan para spekulan besar.
Meningkatnya harga kebutuhan pokok disebabkan oleh naiknya permintaan (demand) di bulan Ramadan, tetapi tidak disertai dengan kenaikan supply barang. Walhasil, kebutuhan barang tidak tercukupi, barang langka, dan hargapun akan meningkat. Hal ini berkaitan dengan hukum supply & demand. Seharusnya, jika permintaan meningkat tanpa disertai dengan kelangkaan barang, harga barang akan semakin murah.
Melihat situasi yang demikian, pemerintah harus tanggap dan proaktif mengantisipasi kenaikan harga kebutuhan pokok. Berikut ini beberapa alternative yang sekiranya bisa dilakukan oleh pemerintah Pertama, jika terjadi kenaikan harga yang tidak terkendali, pemerintah harus siap dengan kebijakan operasi pasar. Kedua, pemerintah harus memastikan semua pasokan bahan-bahan pokok utama tersebut selama bulan Ramadan tersedia. Ketiga, pemerintah harus mengamankan semua jalur distribusi bahan-bahan kebutuhan pokok. Keempat, jaminan penegakan hukum bagi pihak-pihak yang melakukan tindakan yang merugikan masyarakat.
Menjaga koordinasi semua pihak
Koreksi dalam mengatisipasi pergerakan harga bahan pokok, selain sudah menjadi perang dan tanggung jawab pemerintah, tidak ada salahnya kita koreksi dibalik permasalahan klasik masalah pasokan pangan saat Ramadan, sudah semestinya kita perlu melakukan studi mengenai fenomena umat Islam, apa memang benar selama bulan puasa terjadi kenaikan konsumsi. Masalahnya pada bulan puasa umat Islam pada siang hari tidak makan dan minum.
Sebaliknya, melakukannya pada waktu buka puasa sampai jelang waktu subuh. Semestinya permintaan komoditas menurun, mengapa justru dikatakan menaik? Yang tidak mengenakkan, ada adagium bahwa waktu buka puasa adalah pembalasan karena siang harinya puasa. Kalau itu yang terjadi, umat Islam perlu merenung apakah salah satu tujuan puasa adalah begitu? Fenomena di balik sindiran tersebut kiranya perlu dilihat secara mendalam, kemungkinan apa saja yang dapat terjadi.
Pertama, kesempatan ini dipakai oleh para spekulan untuk mengeruk keuntungan saat mayoritas masyarakat Indonesia sedang melaksanakan ibadah puasa. Karena mayoritas masyarakat menganggap kenaikan harga pada medio Ramadan adalah wajar, kesempatan emas dilakukan dengan cara kerja sama dengan berbagai pihak untuk menaikkan harga. Teori perburuan rente (rent-seeking theory) kiranya cocok dalam menerangkan hal ini, di mana berbagai pihak bersekongkol untuk mencari keuntungan dan merugikan masyarakat banyak.
Kedua , kalau saja memang pengaruh musim menyebabkan persediaan barang merosot, mestinya perlu ada lembaga penyangga pangan, yang berfungsi menstabilkan pasokan barang dan menentukan kisaran harga terendah dan tertinggi.
Kunci pengendalian harga pangan sejatinya juga menjadi tanggung jawab TPID (Tim Pemantaan dan Pengendalian Inflasi Daerah). Evaluasi terhadap kinerja TPID selama ini mutlak harus dilakukan karena operasi-operasi pasar yang dilakukan terbukti tidak dapat menurunkan harga. Operasi pasar yang diusulkan TPID dalam menghadapi kenaikan harga pangan belum tentu efektif selama masalah distribusi pangan tidak optimal.
Satu hal yang harus ditegaskan bahwa struktur pasar yang berkaitan dengan persoalan pangan terkadang jauh dari sempurna. Pada titik itulah peran negara mutlak diperlukan. Kelembagaan pasar akan tegak dan berfungsi dengan baik ketika dibangun di atas negara yang berdaulat. Karena itu, pada skala negara dan tataran politik, desain dan aturan konstitusi yang disepakati harus terus dikawal agar berbagai kebijakan yang ditelurkan mampu memberi makna bagi kualitas kehidupan manusia. Kebijakan yang integratif dan komprehensif mutlak dilakukan, baik pada level hulu maupun hilir. Selain itu, ke depan perlu ada komitmen menjaga koordinasi yang baik antara pemerintah dan pihak-pihak terkait.

———– *** ————-

Tags: