APBD “Dalam Sangkar”

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Timur tahun 2021 masih dalam bayang-bayang kelesuan ekonomi. Pemulihan ekonomi akan menjadi program utama. Prioritas alokasi anggaran terbesar digunakan untuk urusan Pendidikan (melebihi 20% total APBD), Kesehatan (melebihi 10% APBD), dan infrastruktur (13,22%). Sehingga masih diperlukan “keringat” birokrasi meningkatan pendapatan daerah melalui inovasi sistem perpajakan dan retribusi.

Belanja daerah dalam Rancangan APBD Jawa Timur tahun 2021 dibanderol sebesar Rp 32,4 trilyun. Susut sebesar 7,94% dibanding Rancangan APBD tahun (2020) lalu. Penyusutan itu lebih besar dibanding kontraksi ekonomi Jawa Timur. Berdasar data BPS (hingga triwulan ketiga tahun 2020), pertumbuhan ekonomi Jawa Timur terkoreksi susut (minus) 3,75%. Tergolong sedang. Karena lebih baik dibanding Jakarta (-3,82%), Jawa Tengah (-3,93%), Jawa Barat (-4,08%) dan Banten (-5,77%).

APBD tahun 2020, mengalami kontraksi drastis, dampak CoViD-19. Pengurangan disebabkan refocusing sampai dua kali perubahan. Kebijakan refocusing menjadi “wajib” dalam tata kelola keuangan negara. Dilakukan oleh pemerintah pusat (seluruh Kementerian dan Lembaga Negara), seluruh propinsi, serta seluruh Pemerintah Kabupaten dan Kota. Kontraksi pagu alokasi rata-rata Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sampai mencapai sepertiga anggaran.

Pendapatan Daerah (tahun 2020) yang semula diharapkan mencapai Rp 33,028 trilyun, diperkirakan akan tercapai Rp 29,501 trilyun. Susut 10,67%. Sedangkan pada belanja daerah, yang semula dicanangkan sebesar Rp 35,196 trilyun, susut sebesar 3,86%. Belanja Daerah menjadi Rp 33,834 trilyun. Penyusutan belanja daerah niscaya berdampak pada pengurangan Belanja Langsung setiap OPD. Termasuk belanja pemerintah berkait dengan urusan wajib, yang dibutuhkan rakyat banyak.

Karena kegentingan, pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2020 mewaspadai pelemahan perekonomian global. Antara lain dengan ancang-ancang defisit anggaran melebihi 3% PDB (Produk Domestik Bruto) sampai tahun 2023. PDB ditaksir senilai US$ 1,1 trilyun. Berdasar perhitungan APBN 2020, defisit semula diperkirakan sebesar Rp 307,2 trilyun (1,76% nilai PDB, dengan nilai kurs Rp 14.400 per-US%).

Perppu Nomor 1 tahun 2020 dalam Bab II tentang Kebijakan Keuangan Negara, pasal 2 ayat (1) huruf k, dinyatakan, “melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplikasi dokumen di bidang keuangan negara.” Sehingga arus (keluar dan masuk) kas negara bisa cepat (dan mudah) dilakukan. Diharapkan penanganan bencana non-alam CoViD-19 bisa direalisasi tanpa kendala dokumen keuangan dan kendala ke-birokrasi-an.

DPR telah mengesahkan Perppu Nomor 1 tagun 2020 menjadi undang-undang (UU) Nomor 2 tahun 2020. Menandakan Perppu sangat penting sebagai kebijakan fiscal menghadapi krisis global akibat pandemi. UU Nomor 2 tahun 2020 pada pasal 3 ayat (1) juga memberi “ke-leluasa-an” pemerintah propinsi, serta Pemda Kabupaten dan Kota mengelola APBD.

Kementerian Dalam Negeri juga menerbtikan Permendagri 64 tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2021. Pada pasal 5, dinyatakan peng-alokasi-an anggaran memadai untuk penanganan pandemi CoViD-19. Memberi prioritas kinerja urusan kesehatan; penanganan dampak ekonomi terutama menjaga dunia usaha tetap hidup, serta pengadaan jaring pengaman sosial (social safety net).

Dalam hal CoViD-19 sudah dapat dikendalikan, maka Pemda mengalokasikan anggaran untuk kebiasaan baru yang produktif. Artinya, seluruh jenis usaha (dan industri) bisa dibuka kembali, dengan tetap kukuh melaksanakan protokol kesehatan. Jawa Timur masuk dalam kategori pandemi terkendali. Itu “buah” disiplin masyarakat melaksanakan protokol kesehatan.

Tidak banyak yang tersisa dari APBD tahun 2021. Pagu anggaran bagai “dalam sangkar” alokasi yang terbatas pada pemulihan ekonomi nasional (PEN). Maka diperlukan lompatan inovasi, dan efisieni.

———- 000 ———

Rate this article!
APBD “Dalam Sangkar”,5 / 5 ( 1votes )
Tags: