APBD Jatim Alami Potongan DAU Rp 100 Miliar Lebih

DPRD Jatim, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo memastikan Dana Alokasi Umum (DAU) di APBD Jatim pada 2018 akan mengalami penurunan atau pemotongan Rp 100 miliar lebih. Hal ini dikarenakan kondisi ekonomi dalam negeri kurang stabil.
“Saya yakin potongan DAU untuk Jatim sangatlah besar melebihi Rp 100 miliar. Apalagi pemerintah menerapkan sistem stabil. Artinya DAU diterima dan disesuaikan dengan kondisi keuangan negara,”papar Pakde Karwo, Minggu (4/6).
Karenanya untuk mengantisipasi agar APBD Jatim tidak defisit dan berdampak pada berkurangnya anggaran dari pemerintah pusat ke provinsi dan kab/kota,  para pejabat di lingkungan Pemprov Jatim  menyiapkan skenario dalam rangka penyelamatan pembiayaan untuk kesejahteraan.
Menurut Pakde Karwo, ada tiga langkah yang bisa dilakukan. Pertama, belanja tetap dan rutin harus berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), bukan melalui Dana Alokasi Umum. Belanja tetap ini seperti belanja pegawai, pemeliharaan gedung dan perjalanan dinas. “”Saya minta Pak Sekda untuk manajemen keuangan harus rinci, agar kualitas pembangunan kita tidak turun. Untuk itu saya minta budget policy harus menetapkan PAD terutama dimanfaatkan untuk pemenuhan pembiayaan rutin. Ini strategi penyelamatan atas ketidakpastian,”katanya.
Kedua, dengan melakukan strategi pembiayaan non APBD, salah satunya mendorong beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menjadi Badan Layanan Umum Daerah/BLUD. Misalnya, rumah sakit harus bisa mengembangkan klinik yang memberikan harapan, seperti klinik kecantikan.  Semua yang menghasilkan barang dan jasa harus bisa dijual. Seperti rumah sakit, UPT sektor perikanan dan pertanian, Badan Diklat  harus menjadi BLUD sehingga bisa membiayai dirinya sendiri.
Ketiga, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terutama yang bergerak di sektor minyak dan gas bumi harus menjadi industri urutan nomor dua setelah Bank Jatim. Caranya, dengan skema yang sudah ditetapkan, yakni deviden dijadikan sebagai setoran, bukan mengambil dari APBD. Salah satunya melalui kesepakatan dengan Pertamina agar operator Pertamina atau pihak ketiga yang lain, devidennya sebagai cicilan terhadap penyertaan. “Ini strategi kita,” jelas Pakde Karwo.
Dikatakannya, seluruh program Pemprov Jatim selama ini berjalan baik meskipun ada krisis ekonomi. Hal ini dilihat dari pertumbuhan ekonomi Jatim dan keuntungan jual beli barang yang terus naik. Namun masalah penurunan kemiskinan masih menjadi persoalan. Ini yang sedang dicek apakah kemiskinan karena masalah struktural atau kultural. “Kemiskinan kultural karena pendidikan dan kesehatan kurang bagus,” katanya.
Pakde Karwo mengusulkan pada gubernur periode berikutnya untuk mengembangkan konsep ekonomi syariah. Salah satunya dengan mendorong masyarakat menyalurkan uangnya melalui lembaga keuangan mikro syariah seperti Bait Maal wat Tamwil (BMT) untuk kemudian dijembatani ke industri jasa keuangan. Menurutnya, saat ini ada sekitar Rp 327 triliun uang masyarakat Jatim yang belum masuk ke industri jasa keuangan. “Ini harus dilakukan agar uang masyarakat jadi usaha yang produktif. Kalau disimpan di bantal saja menjadi konsumsi untuk beli motor dan sebagainya, terangnya. [cty]

Tags: