APBD Jatim Merosot

APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Jawa Timur tahun 2022, diprediksi menyusut sekitar 11,9% dibanding tahun 2021. Pertanda penyusutan terbesar perekonomian Jawa Timur selama lima tahun terakhir. Total APBD berkekuatan Rp 29,276 trilyun, dengan pendapatan senilai Rp 27,463 trilyun. Masih dengan pola defisit menengah (di bawah 10%) yang akan mudah ditutup dengan sisa lebih anggaran tahun lalu sebesar Rp 1,831 trilyun.

Angka Belanja Daerah yang diajukan gubernur, menjadi yang terendah selama 5 tahun terakhir. Hampir setara dengan APBD tahun 2017 yang telah mencapai Rp 28,088 trilyun. Jika dikurs dengan laju inflasi (dan pertumbuhan ekonomi) selama 5 tahun, maka APBD tahun (2022) ini terasa lebih kecil dibanding tahun 2017. Bahkan APBD tahun 2018 (yang berkekuatan Rp 30,762 trilyun), nyata-nyata lebih besar.

Pandemi CoViD-19, menjadi penyebab merosotnya perekonomian. Walau sebenarnya, berdasar catatan BPS (Badan Pusat Statistik) kemerosotan di Jawa Timur, bukan tergolong berat. Terutama sektor pangan (pertanian, dan peternakan) terasa masih “utuh,” stabil berproduksi. Kontraksi perekonomian Jawa Timur hanya terkoreksi di bawah 4%. Lebih stabil dibanding Jakarta, dan Jawa Barat. Sedangkan propinsi tetangga (Bali) tergolong berdarah-darah dihantam pandemi, sampai minus 12%.

APBD yang merosot, niscaya berkonsekuensi dengan pelayanan publik. Banyak kebutuhan daerah (urusan wajib) tidak memperoleh fasilitasi memadai. Misalnya urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Permasalahan PPPA pada masa pandemi tak kalah terguncang. Selain masalah perceraian yang masih tinggi, Jawa Timur juga memiliki banyak anak yatim akibat CoViD-19. Serta kasus tindak kekerasan pada anak masih cukup tinggi.

APBD Jawa Timur tahun 2022, memiliki beberapa “jatah” sektoral yang sesuai amanat undang-undang (UU). Antaralain, urusan Pendidikan, memperoleh pagu 20% total Belanja Daerah. Urusan Kesehatan sebesar 10% (selain gaji), serta urusan transportasi sebesar 10% dari pajak kendaraan bermotor (PKB). Pada urusan sarana transportasi, pemerintah propinsi harus cermat. Karena suasana angkutan kota dalam propinsi (AKDP) dalam keadaan “colaps.” Terminal sepi.

Transportasi di Jawa Timur bisa mengandalkan moda perairan, sebagai konsekuensi daerah yang dilingkupi laut. Beberapa dermaga menunjukkan kesibukan tinggi. Misalnya, pelabuhan Ketapang (Banyuwangi), dan Jangkar (Situbondo). Juga pelabuhan Probolinggo, Pelabuhan Bawean, Paciran (Lamongan), Gresik dan Kalianget. Begitu pula pelabuhan rintisan di Trenggalek. Fasilitasi moda transportasi laut akan menjadi pengungkit perekonomian.

Dengan pagu angka APBD yang kecil, dan jatah sektoral, maka tidak banyak anggaran yang tersisa untuk program fasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat. Sehingga masih diperlukan “keringat” birokrasi meningkatkan pendapatan daerah melalui inovasi sistem perpajakan dan retribusi. Juga perlu memulai pembayaran pajak pure melalui bank. Terutama pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor.

APBD Jatim dengan pagu angka yang rendah, menunjukkan tidak optimis menghadapi tahun 2022. Seharusnya pemerintah propinsi tidak ragu mem-pagu Belanja Daerah tinggi, dengan konsekuensi defisit besar. Tidak perlu khawatir dengan defisit besar, karena UU Keuangan Negara memberi plafon defisit sampai 3% PDB. Artinya jika PDB Jatim (berdasar harga konstan) senilai Rp 413,64 trilyun, maka plafon defisit bisa sebesar Rp 12,4 trilyun (sekitar 42% APBD 2022).

Defisit akan selalu mudah ditutup dengan penghematan (kelaziman) sekitar 4%, sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) tahun lalu. Serta masih terdapat standby-loan. Sedangkan defisit RAPBD 2022, sudah akan tertutup dengan Silpa. Di ujungnya nanti masih akan terdapat Silpa sebesar penghematan. Maka seyogianya tidak perlu khawatir dengan defisit besar, karena rakyat masih membutuhkan fasilitasi pemerintah.

——— 000 ———

Rate this article!
APBD Jatim Merosot,5 / 5 ( 1votes )
Tags: