APBD Kota Batu Dinilai Abaikan Asas Keadilan

Kepala Divisi Advokasi MCW, Atha Nursasi (ketiga dari kanan), terlibat diskusi dengan masyarakat Kota Batu.

Kota Batu, Bhirawa
Penyusunan APBD Kota Batu 2017 disinyalir sebagai kebijakan anggaran yang mengabaikan asas keadilan dan pemanfaatan terhadap masyarakat. Pemkot dinilai tidak cermat dalam melakukan distribusi anggaran. Kritikan ini muncul dari Malang Corruption Watch (MCW) setelah melakukan kajian atas adanya penurunan atau degradasi pada APBD Kota Batu 2017.
Kepala Divisi Advokasi MCW, Atha Nursasi mengatakan, pada komposisi belanja TA 2017, Pemkot lebih mengutamakan biaya internal pemerintah daripada belanja kebutuhan masyarakatnya. Komposisi belanja daerah yang keliru ini berimbas pada kurangnya anggaran yang diberikan di sektor pendidikan. MCW berpatokan pada Perda Kota Batu nomor 17 tahun 2013, tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan.
“Di Perda tersebut, tepatnya di pasal 52 dikatakan bahwa dana pendidikan dari Pemerintah Daerah yang dialokasikan dalam APBD minimal 20 persen di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan,”ujar Atha, Kamis (18/5).
Dalam APBD 2017 yang nilainya mencapai Rp 800 milyar lebih, katanya, anggaran pendidikan (di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan atau belanja langsung) seharusnya mendapatkan jatah sekitar Rp 160 milyar. “Namun ternyata, tahun ini sektor pendidikan khususnya di belanja langsungnya hanya mendapatkan jatah Rp 36,2 miliar.
“Artinya, belanja kebutuhan wajib bagi masyrakat semakin dikurangi hanya semata-mata untuk memenuhi hasrat kepentingan internal pemerintah,” tambah Atha.
Dan atas tidak adanya asas keadilan dan pemanfaatan untuk masyarakat, MCW menilai ada beberapa anggaran APBD Kota Batu yang berpotensi bermasalah. Pertama, pengadaan mebelair di Perkantoran Terpadu atau Block office (BO) Batu senilai Rp35 miliar. Kedua, taman BO senilai Rp 10,2 miliar, dan TPA Tlekung senilai Rp 13 miliar.
“Ketiga anggaran di atas hanya untuk memenuhi hasrat kenyamanan dan kemewahan saja. Adapun khusus TPA Tlekung, sampai saat ini masih bergantung dan tidak ada kejelasan terkait keberlanjutan pembangunannya,”jelas Atha.
Atas temuan ini maka MCW menuntut agar Pemkot harus lebih cermat dalam pengelolaan APBD sehingga tidak terjadi lagi degradasi pendapatan. Selain itu, Pemkot harus lebih selektif dalam membagi komposisi anggaran belanja sehingga tidak terjadi perselisihan yang besar antara belanja tidak langsung dan belanja langsung. [nas]

Tags: