APBD-P Jatim 2018 dan Kemandiran Fiskal

Oleh :
Irwan Setiawan
Anggota Komisi C DPRD Jatim dari PKS 

Bulan agustus adalah bulan reguler setiap bagi Pemerintah Propinsi Jawa Timur menyusun dan membahas draft Angaran Pendapatan dan Belanda Daerah Perubahan (APBD-P). Saat ini Pemerintah Propinsi bersama DPRD sedang membahas APBD-P tahun anggaran 2018. Gubernur telah menyampaikan nota keuangan APBD-P 2018. Penyampaian nota keuangan dan Rancangan (P-APBD) 2018 ini sangat penting bagi keberlangsungan dan keberlanjutan pembangunan Jatim. Hal ini terkait dengan pencapaian target-target dan indikator yang telah dicanangkan dalam RKPD dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Propinsi Jatim 2014-2019. Seharusnya dalam paparan nota keuangan dan RAPBD 2018 ini juga harus memperhatikan indikator RPJMD, dan lebih khusus lagi indicator kinerja per SKPD. Dalam paparan Nota Keuangan APBD-P 2018, indicator kinerja masih bersifat makro yang lebih memperlihatkan klaim-klaim keberhasilan, namun tidak menjelaskan dan menunjukkan secara spesifik dan detail kinerja per SKPD.
Tema RKPD tahun 2018 adalah “Memacu Pembangunan Infrastruktur Dalam Rangka Meningkatkan Industri, Perdagangan, Efektifitas Dan Efisiensi Pembiayaan Pembangunan Di Jawa Timur”. Ini artinya, postur dan performance APBBD Perubahan 2018 harus menunjang tema, prioritas dan capain-caapaian yang dituangkan dalam program pembangunan sebagai turunan dari RKPD. Tema ini secara langsung atau tidak langsung akan memberikan konsekwensi pada akumulasi anggaran 2018 pada pembangunan infrastruktur. Mengingat pembangunan infrastruktur membutuhkan dan menyerap anggaran yang sangat besar. Investasi pembangunan infrastruktur mungkin tidak bisa dirasakan dalam waktu dekat, tetapi sebagai invetasi jangka panjang. Membangun konektivitas antar daerah yang diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang lebih berkualitas dan inklusif.
APBD-P Jatim 2018.
Mencermati rancangan perubahan APBD Pemprop Jawa Timur 2018 yang diajukan oleh ekskutif, terdapat beberapa hal yang perlu disampaikan, baik catatan yang bersifat positip maupun yang bersifat negatip. Seperti yang sudah diketahui bersama, APBD memiliki dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi belanja. Terhadap dua sisi tersebut, terlihat adanya perubahan untuk beberapa mata anggaran. Perubahan pada setiap mata anggaran inilah yang perlu diberi perhatian.
Pada APBD Perubahan ini,Pendapatan Daerah secara keseluruhan mengalami perubahan cukup signifikan, yang semula diproyeksikan sebesar 29 triliun 24 miliar 306 juta 233 ribu 760 rupiah berubah menjadi sebesar 29 triliun 850 miliar 891 juta 908 ribu 195 rupiah atau bertambah sebesar 826 miliar 585 juta 674 ribu 435 rupiah, yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah, semula dianggarkan sebesar 15 triliun 675 miliar 894 juta 291 ribu 960 rupiah berubah menjadi 16 triliun 502 miliar 479 juta 966 ribu 395 rupiah atau bertambah sebesar 826 miliar 585 juta 674 ribu 435 rupiah; Dana Perimbangan, semula dianggarkan sebesar 13 triliun 270 miliar 911 juta 941 ribu 800 rupiah, tetap tidak mengalami perubahan; dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, semula dianggarkan sebesar 77 miliar 500 juta rupiah, tetap tidak mengalami perubahan.
Sementara dari sisi belanja daerah. Belanja Daerah, semula dianggarkan sebesar 30 triliun 762 miliar 55 juta 983 ribu 826 rupiah berubah menjadi sebesar 33 triliun 132 miliar 688 juta 781 ribu 936 rupiah atau bertambah sebesar 2 triliun 370 miliar 632 juta 798 ribu 110 rupiah. Melihat asumsi perubahan pendapatan daerah dengan asumsi perubahan belanja daerah sebagaimana tersebut diatas, maka APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2018 setelah Perubahan terdapat defisit sebesar 3 trilyun 281 milyar 796 juta rupiah lebih, yang akan ditutup dari Pembiayaan Netto yaitu merupakan selisih antara Penerimaan Pembiayaan sebesar 3 trilyun 351 milyar 497 juta rupiah lebih dikurangi Pengeluaran Pembiayaan sebesar 69 milyar 71 juta rupiah.
Capaian ini tentu saja berita yang baik karena dengan naiknya penerimaan menunjukkan bahwa ekskutif telah melakukan usaha yang positip. Di samping itu, kenaikan dari sisi penerimaan ini memungkinkan pemerintah daerah untuk meningkatkan sisi belanjanya. Dimana yang terakhir ini diharapkan akan berdampak pada meningkatnya pembangunan di Jawa Timur terutama pada masa-masa akhir tahun 2018. Mengingat sumber-sumber penerimaan daerah yang terbatas (limitative), maka program intensifikasi penerimaan daerah perlu untuk terus dijalankan secara optimal. Salah satunya adalah masalah tunggakan/piutang pajak daerah yang jumlahnya cukup besar.
Aspek yang memberi sinyal positip adalah sumber kenaikan dari sisi penerimaan itu sendiri. Kenaikan dari sisi penerimaan itu bersumber dari semua (tiga) sumber: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Dari tiga sumber penerimaan tersebut, sumbangan kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan kenaikan yang tertinggi, yaitu mencapai 826 miliar 585 juta 674 ribu 435 rupiah dari sebelum perubahan. Sedangkan Dana Perimbangan dan sumber Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah tidak ada perubahan atau penambahan sama sekali. Tiada penambahan pada dua komponen tersebut, patut untuk dikritisi dan bahkan dipertanyakan, mengapa tidak ada peningkatan, padahal tahun-tahun sebelumnya selalu mengalami peningkatan. Khususnya pada sumber Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah atau BUMD, dengan kata lain kinerja BUMD dalam memberi kontribusi pada peningkatan penerimaan daerah masih lemah.
Kemandirian Fiskal
Tingginya kenaikan perubahan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik nilai rupiahnya maupun persentasenya, dibanding dengan kenaikan dari Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, menunjukkan usaha yang serius dari eksekutif untuk meningkat penerimaan dari sumber internal (kekuatan dan kemandirian ekonomi Jawa Timur sendiri). Sehingga hal ini akan meningkatkan kemandirian anggaran daerah terhadap pemerintah pusat dalam membiayai kegitannya.
Namun di sisi lain, tingginya kenaikan perubahan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini menunjukkan konservatifnya ekskutif untuk merencanakan penerimaan dari kekuatan sendiri pada saat awal penyusunan APBD 2018. Mestinya ekskutif bisa lebih berani lagi untuk menetapkan target yang lebih tinggi ada penerimaan PAD ini. Sebab, pengalaman-pengalaman sebelumnya selalu ekskutif menetapakan target penerimaan PAD yang lebih rendah. Dengan melihat perangkaan pada penerimaan daerah, dimana kenaikan yang cukup signifikan pada perubahan ini, penulis berpendapat, potensi penerimaan daerah, khususnya dari komponen PAD sebenarnya jauh lebih tinggi dari target yang ditetapkan. Semoga ini tidak terjebak dalam praktek mark down.
Dalam konteks otonomi daerah, semakin meningkatnya pendapatan daerah, khususnya dari sector penerimaan pajak daerah, merupakan sinyal positif hal yang baik terjadi pada kenaikan pendapatan yang bersumber dari Pajak Daerah. Sebab, semakin besarnya peranan Pajak Daerah menggambarkan semakin kuatnya kemandirian keuangan Pemprov Jawa Timur.

———– *** ————-

Tags: