Apresiasi Gugatan Alih Kelola SMA/SMK

Gedung mahkamah konstitusiSurabaya, Bhirawa
Langkah empat wali murid di Surabaya yang melakukan gugatan terhadap UU/23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat apresiasi dari DPRD sekaligus Wali Kota Surabaya. Gugatan tersebut dinilai sebagai usaha agar kualitas dan aksesibilitas pendidikan di Surabaya tetap baik.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti menuturkan, pemohon gugatan ini telah mewakili seluruh wali murid di yang khawatir terhadap aksesibilitas pendidikan. Jika upaya ini gagal, dia pun menyarankan Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim segera bertemu untuk mendiskusikan masa depan pendidikan di Surabaya.
“Kami berharap adanya kekhusussan untuk Surabaya agar mengelola sendiri daerahnya. Semua rencana harus disiapkan jika upaya hukum disetujui atau tidak. Kalau upaya hukum tidak bisa, harus segera duduk dengan provinsi,” jelasnya.
Kesejahteraan guru, lanjut Reni, juga akan berkurang. Karena selama ini sejumlah tunjangan juga diambil dari APBD Surabaya. Belum lagi terkait daya tampung sekolah yang dikhawatirkan akan lebih banyak menampung siswa luar kota dibandigkan siswa Surabaya.
“Baik nilai akademik, kualitas pendidikan dengan sekolah kawasan dan sekolah gratis. Ketika dilimpahkan ke provinsi akan mengalami kemunduran, karena sampai saat ini provinsi juga belum memberikan kepastian sekolah gratis,” terangnya.
Reni juga berharap Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengalihan wewenang ini segera keluar sebelum Oktober 2016. Karena mempertimbangkan siklus penganggaran kota. ” Upaya hukum ini dibolehkan, saya mengapresiasi pemkot yang berjanji mengembalikan pengelolaan SMA dan SMK ke kota. Tetapi tetap menjalankan tugasnya menjalankan tahapan pengalihan,” tuturnya.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, senyampang gugatan oleh wali murid itu berjalan, pihaknya juga akan terus melobi pemerintah pusat baik presiden maupun kementrian terkait. Perjuangan pengelolaan SMK/SMA ini karena pemkot merasa mampu memberi anggaran yang cukup tinggi terhadap SMK/SMA lewat bantuan operasional daerah (Bopda).
“Surabaya mampu, kalau internal kabupaten atau daerah lain tidak mampu tidak apa-apa,” jelas Risma.
Risma menjelaskan, kekhawatiran akan banyak siswa yang putus sekolah apabila SMA/SMK dikelola provinsi. Terlebih kini anggaran pendidikan di pemprov sendiri turun dibandingkan tahun sebelumnya. Jika masih dipaksakan, ia yakin akan banyak siswa putus sekolah karena tidak mampu membayar sekolah.
Opsi pemberian hibah dari pemerintah Surabaya ke sekolah, juga memiliki kendala tersendiri. Sejumlah mekanisme yang harus ada terkait pemberian hibah. Dikhawatirkan malah akan menyulitkan sekolah dalam membuat laporan pertanggung jawaban. “Masih menungg PP-nya seperti apa nanti untuk hibah, jangan sampai malah menyusahkan sekolah,”  pungkasnya. [tam]

Rate this article!
Tags: