Aksi ujuk rasa mahasiswa sebagai klimaks untuk mencari jawaban sekaligus penyelesaian atas isu-isu politik dan pemerintahan akhirnya tidak bisa terbendung. Alhasil, aksi demontrasi pun terjadi di beberapa wilayah tanah air, senin 11/4/2022. Adapun tuntuntan mahasiswa yakni, mulai dari kelangkaan BBM, mahalnya bahan pangan, meroketnya harga minyak goreng, dan wacana penundaan pemilu presiden di tahun 2024.
Memang aksi demokrasi adalah bagian dari kebebasan berekpresi dalam negara demokrasi, karena ujuk rasa itu sendiri merupakan bagian dari demokrasi dan dilindungi di negeri ini. Realitas itu, tersirat jelas dalam Konstitusi dan UU bahwa kita pubik diberikan jaminan dan kebebasan kepada setiap warga negara untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sesuai dengan Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945. Bahkan, selain dalam Konstitusi, hak menyatakan pendapat dihadapan publik telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Merujuk dari hal tersebut itulah, sudah semestinya seluruh pihak menghormati hak-hak konstitusional setiap warga negara. Namun kita sebagai warga negara Indonesia pun tentu perlu saling mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum sehingga aksi demontrasi yang dilakukan ada baiknya tidak melanggar hukum sehingga idealnya bisa dilakukan dengan tertib dan tidak anarkistis. Begitupun, aparat keamanan perlu melakukan pengamanan sebaik mungkin dan tidak bersikap represif terhadap para peserta aksi unjuk rasa.
Jika semua itu berjalan sesuai tataran maka sudah semestinya pemerintah bisa merespon secara kooperatif atas apa yang sudah teraksikan oleh mahasiswa. Pemerintah harus jadikan tuntutan aksi demo sebagai sarana evaluasi. Terlebih, situasi saat ini rakyat dan bangsa sedang mengalami berbagai kesulitan. Oleh sebab itu, aksi demontrasi mahasiswa harus dijadikan check and balance untuk catatan pemerintah. Karena, jika tidak, pemerintah akan dianggap menjadi anti kritik dan besar harapan pemerintah tidak disorientasi terhadap aspirasi dan mandat yang diamanatkan oleh masyarakat.
Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.