Arsip dan Pengelolanya Bukan untuk Digudangkan

Agus Santoso

Agus Santoso

Oleh:
Agus Santoso
Praktisi Kearsipan dan Perpustakaan
Persepsi sebagian besar masyarakat kita ketika mendengar kata arsip biasanya selalu mengarah pada suatu tumpukkan kertas yang diikat, usang, penuh debu, dan diletakkan digudang. Entah apa yang membuat masyarakat berpikir seperti itu, padahal dalam kehidupannya sehari-hari secara pribadi maupun sosial mereka selalu bersentuhan dengan arsip. Apakah hanya karena masalah istilah yang digunakan adalah “arsip” dan bukan “surat penting” atau “dokumen”?. Manusia pada umumnya terkadang bersifat pragmatis, yang mana ketika mereka merasa butuh dengan sesuatu baru berusaha mencarinya. Begitu juga ketika mereka menghadapi berbagai kepentingan pribadi maupun pekerjaan yang membutuhkan arsip, mereka dengan sepenuh usaha baru mencari arsip tersebut tanpa berpikir apakah arsip tersebut pernah mereka simpan dengan baik. Kasus tersebut masih dalam skala kecil, lihat saja kasus-kasus besar yang akhir-akhir ini dihadapi Negara kita, entah itu terkait dengan masalah kedaulatan bangsa ketika terjadi sengketa kepemilikan pulau antara Indonesia dan Malaysia, kasus beberapa kebudayaan Indonesia yang diakui oleh Negara lain seperti batik dan Reog Ponorogo, kasus Sejarah yang masih belum terungkap kebenarannya seperti Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), dan bahkan berbagai kasus korupsi yang sampai dalam proses hukumnya selalu dibarengi dengan proses penelusuran barang bukti, yang sebenarnya juga sebutan lain dari “arsip”. Dari berbagai kisah tersebut, masih pantaskah kita memandang arsip itu tidak penting atau berpersepsi negatif terhadap semua yang terkait dengan arsip, termasuk pengelolanya?.
Dikelola dan Bukan Digudangkan
Pernyataan bahwa “arsip perlu dikelola dan bukan digudangkan” jelas menjadi jawaban dari pertanyaan “bagaimana arsip dapat dimanfaatkan secara optimal guna kepentingan pribadi, organisasi, masyarakat dan Negara?”. Pernyataan tersebut secara mind set juga lebih baik dibandingkan dengan pernyataan “arsip untuk digudangkan” meskipun sebagian besar masyarakat menganggap dua pernyataan itu sama. Arsip bukanlah barang biasa yang dapat dengan sembarangan ditaruh di gudang tanpa ada sistem penataan tertentu. Mengutip isi salah satu pasal dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yang menyatakan bahwa: “arsip merupakan rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan TI dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, perseorangan, dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara”
Pernyataan tersebut mengandung makna yang sangat besar bahwa ada nilai yang terkandung di dalam arsip, sehingga arsip tersebut dapat menjadi senjata untuk memperlancar kegiatan berbagai pihak yang tersebut diatas. Secara umum setiap arsip memiliki nilai administrasi, nilai legal, nilai financial, nilai research, dan nilai edukasi. Nilai-nilai tersebut yang pada akhirnya menjadi faktor alasan bahwa arsip harus dikelola dan bukan digudangkan seperti jenis barang lainnya.
Pengelolaan arsip ada ilmunya, tidak serta merta bisa dikelola oleh sembarang orang dan sembarang cara. Hal ini dikarenakan bahwa sebenarnya pengelolaan arsip bertujuan untuk menjamin keterjagaan dan keselamatan arsip serta yang paling penting adalah menjamin bahwa arsip tersebut dapat ditemukan ketika dibutuhkan. Kondisi inilah yang akhirnya dijawab oleh berbagai lembaga pendidikan formal untuk membuka program studi khusus kearsipan, atau memasukkan mata kuliah berbasis kearsipan pada berbagai jenis program studi, serta menjamurnya berbagai lembaga pelatihan kearsipan yang menawarkan pelatihan kearsipan secara singkat, kondisi ini tidak lain untuk mempersiapkan SDM pengelola arsip yang handal.
Pengelola Arsip
Pengelola arsip sebenarnya menghadapi tantangan yang sama dengan pustakawan yang masih dianggap sebagai penjaga buku, bahkan lebih parah lagi yang dihadapi oleh pengelola arsip yang mungkin disebut sebagai “penjaga gudang”. Padahal dari yang telah dibahas sebelumnya bahwa arsip adalah sesuatu yang bernilai dan berharga, sehingga pengelola arsip sebenarnya bisa disebut sebagai penjaga harta suatu organisasi bahkan Negara. Hal ini memang sudah menjadi perhatian Pemerintah yaitu dengan dibentuknya Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) setingkat kementerian yang memang bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan arsip Negara. Tetapi apakah ini terjadi juga di lembaga atau organisasi tempat kita bekerja?. Sebut saja lembaga atau organisasi tersebut adalah Pemerintahan di setiap Kabupaten, Kota, Perguruan Tinggi, Sekolah, Bank, Perusahaan BUMN dan sejenisnya.
Mungkin masih banyak organisasi yang belum mempersiapkan secara khusus SDM yang bertugas untuk mengelola arsip, sehingga tidak heran jika pengelola arsip yang ada tidak memiliki kompetensi kearsipan yang diharapkan. Bahkan mungkin masih ada anggapan bahwa SDM yang diberikan tanggung jawab untuk mengelola arsip adalah “SDM YANG DIGUDANGKAN”, karena dianggap tidak memiliki pretasi dan kompetensi atau bahkan dianggap SDM yang bermasalah.
Harapan untuk menjadikan arsip dan pengelolanya sebagai komoditas handal suatu organisasi jelas tidak akan terwujud, jika masih bertahannya mind set dalam suatu organisasi terkait pengelola arsip adalah “SDM yang digudangkan”. Sebenarnya ada persyaratan kompetensi yang harus dimiliki oleh pengelola arsip untuk merubah persepsi negatif terhadap profesi ini, kompetensi tersebut diantaranya adalah “archiving competencies” yaitu kompetensi untuk mengelola arsip sesuai dengan standar keilmuan tertentu, “ICT competencies”, yaitu kompetensi tambahan terkait penguasaan teknologi informasi guna mendukung kemampuan mengelola arsip, “good attitude”, sikap yang baik adalah faktor yang dapat menjamin perilaku pengelola arsip untuk menjaga dan melaksanakan kode etik, karena arsip adalah senjata organisasi yang sangat rawan untuk disalah gunakan, “good performance”, penampilan yang baik dan menarik akan menjadi daya tarik sendiri bagi pengelola arsip sebagai pihak yang akan melayani permintaan arsip. Berbekal ke-empat hal tersebut akan mengikis sebutan bahwa pengelola arsip adalah penjaga gudang.
Peran ANRI
ANRI memang telah banyak berkiprah dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga yang dipercaya oleh Pemerintah untuk mengelola arsip Negara. ANRI juga diberikan tanggung jawab dalam membina seluruh lembaga kearsipan yang ada di Indonesia. Berbagai bentuk pelayanan terhadap penelusuran arsip telah disediakan untuk kepentingan Masyarakat, dan baru-baru ini berdasarkan dari pemberitaan di media elektronik ANRI juga menyediakan layanan kepada masyarakat korban banjir untuk program preservasi arsip. Dari segi SDM pengelola arsip ANRI juga berperan sebagai lembaga yang bertanggung jawab membina jabatan arsiparis, meskipun jabatan ini hanya bisa dipegang oleh Pegawai Negeri Sipil.
Sebuah harapan besar kami kepada ANRI untuk dapat mewujudkan masyarakat yang sadar arsip dan menghargai profesi pengelola arsip melalui program tahunan ANRI dan tentu saja dengan melibatkan peran aktif masyarakat khususnya para akademisi dan praktisi di bidang kearsipan melalui program pengabdian masyarakat yang fokus dalam bidang kearsipan. Program-program ini diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan citra para pengelola arsip di mata masyarakat, sehingga dapat menjadi motivator para pengelola arsip dalam berkarya di bidang kearsipan.

Tags: