Asah Kemampuan Diplomatis Melalui Kompetisi Debat International

Ghazi Dicky

Ghazi Dicky
Sosok Ghazi Dicky sukses meraih penghargaan Best Delegate pada ESOGÜ Model United Nation (MUN) 2018 yang dihelat di Eskisehir Osmangazi University, Turki, beberapa waktu yang lalu. Kepiwaiannya dalam berdiskusi dan negoisasi diakui di level dunia. Dalam kompetisi yang berbentuk persidangan ini, pria yang akrab di sapa Ghazy ini berlaku sebagai wakil dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Kesempatan itu di manfaatkan mahasiswa Departemen Teknik Mesin Institute Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini, untuk menjabarkan pandangannya terkait diskriminasi terhadap perempuan di lingkungan pekerjaan di pemerintahan RRT.
Menurut dia, ada beberapa kebijakan yang harusnya diperbaiki. Salah satunya terkait ketidakadilan kaum perempuan dalam pekerjaan masih terwujud dalam bentuk terselubung, sehingga sulit untuk dibuktikan.
“Misalnya saja seperti pemutusan kontrak kerja dini dengan alasan kepedulian terhadap kesehatan karyawan perempuan,” lanjut pria kelahiran Denpasar ini.
Untuk memperkuat pemikiran tersebut, ia melakukan berbagai riset terkait kebijakan perlindungan terhadap perempuan baik dari negara yang diwakilkan maupun kebijakan international.
“Dengan menganalisa permasalahan tersebut, ide-ide yang mungkin diterapkan untuk memecahkan masalah itu saya kemukakan dalam sidang,” papar pria yang hobi mengikuti ajang debat ini.
Pengalaman Ghazy dalam berdiskusi dan berargumen ini memberikan pengalaman yang luar biasa. Ia menyadari bahwa dalam kompetisi nasional, yang menjadi value penting adalah adanya jaringan (networking) dengan mahasiswa-mahasiswa lainnya di berbagai negara.
“Saling tukar info mengenai negara masing-masing ini menjadi nilai plus untuk saya. Karena menambah banyak wawasan,” kata Ghazy.
Di samping itu, kemampuan publik speaking dan diplomasi semakin terasah dengan mengikuti kompetisi ESOGÜ (MUN) 2018. Sebab, para delegasi cukup kompetitif. “Delegasi lain umumnya memang mempelajari ilmu hubungan internasional dalam kampus masing-masing, berbeda dengan saya sebagai mahasiswa teknik,” sambung pria asal Tabanan ini.
Dalam kompetisi tersebut, Ghazy sangat aktif dalam berargumentasi dan berdiskusi, dibandingkan delegasi lain. Ia dinilai menjadi peserta paling diplomatis dan mampu bernegoisasi. Dengan perolehan penghargaan itu, ia bersyukur bisa membawa nama Indonesia dan ITS di kancah international. Karena ia menilai persaingan dengan delegasi negara lain cukup berat.
“Kompetisi semacam ini memiliki banyak manfaat untuk berbagai pihak. Selain baik untuk meningkatkan kemampuan saya sendiri dan mengharumkan nama ITS, kompetisi ini juga baik untuk meningkatkan nama baik Indonesia di mata dunia. Karena masih banyak anggapan miring tentang Indonesia, contohnya seperti masyarakat yang masih primitif dan wilayahnya masih dipenuhi hutan belantara,” kata dia.Ia berharap, mahasiswa-mahasiswa lain dapat meningkatkan prestasi lain di kancah international dan meluruskan opini global tentang Indonesia yang kurang tepat. [ina]

Tags: