Asah Literasi Sejak Dini Lewat Dongeng

Oleh :
Rio F. Rachman
Dosen Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang

Bila mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dapat diakses di kbbi.kemdikbud.go.id, yang dimaksud literasi adalah kemampuan menulis dan membaca. Makna lainnya, kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Dengan demikian, mengasah literasi perlu dilakukan sejak dini. Sebab, urgensi literasi berhubungan dengan kelangsungan hidup seseorang.
Salah satu cara mengasah literasi sejak dini, yang tentu sasarannya adalah anak-anak, adalah dengan memerdengarkan pada mereka kisah-kisah edukatif. Contohnya, melalui dongeng-dongeng inspiratif. Bisa pula, melalui cerita-cerita rakyat yang memiliki muatan positif atau pesan moral. Terlebih, negeri ini memiliki banyak hikayat maupun riwayat lokal yang penuh dengan pelajaran.
Bertolak dari padangan tersebut, para orangtua perlu memerkaya diri dengan dongeng, cerita, sejarah, maupun kisah edukatif dan inspiratif. Untuk kemudian, disampaikan pada anak-anak mereka. Aktifitas itu bisa dilakukan dalam banyak kesempatan. Salah satunya, sebelum anak-anak berangkat tidur, setelah atau sebelum mereka mengucapkan do’a tidur.
Anak-anak yang selalu mendapat rangsangan imajinasi di ruang dengarnya, akan tertarik untuk memeroleh informasi secara mandiri. Caranya, dengan membaca. Kalau sudah suka membaca, mereka akan tertarik untuk menulis. Oleh karena cerita yang didengar dan bacaan yang dilihat mengasyikkan, mereka pun ingin menciptakan tulisan yang tak kalah asyik. Kalau sudah begini, terlahirlah penulis ulung.
Paling tidak, mereka yang sejak kecil sudah mendapat asupan berkualitas melalui indera pendengaran dan penglihatan, akan terlatih naluri kritisnya. Sebab, mereka mendapat banyak referensi sehingga bahan pertimbangan dalam otaknya melimpah. Mereka tidak gampang membenarkan, mendukung, atau fanatik buta pada pendapat kelompok-kelompok tertentu. Mereka terlatih untuk memandang kalau kebenaran bisa jadi tidak tunggal. Jadi, mereka tidak gampang menjadi korban adu domba, apalagi pelaku adu domba.
Siapa yang bertanggungjawab untuk mencetak generasi kritis dan punya literasi unggul seperti itu? Semua elemen bangsa. Namun bila berbicara pendidikan sejak dini, tentu saja orangtua yang sepantasnya berperan sentral. Maka itu, para orangtua mesti memiliki fokus untuk menyiapkan bahan atau materi cerita yang berpotensi mendidik mental maupun akal anak-anak. Memang ini butuh ketelatenan, kesabaran, dan modal yang ekstra.
Poinnya, memersiapkan anak-anak agar punya literasi yang baik adalah persoalan fundamental. Bayangkan, tatkala mereka cakap dalam kehidupan karena memiliki pemahaman yang bagus sehubungan dengan kebenaran dari sumber-sumber valid, mereka tidak gampang berselisih. Sehingga, interaksi sosial mereka pun menjadi sehat dan mereka bisa menjadi agen kerukunan di masyarakat yang majemuk.
Tak hanya itu, pembangunan karakter luhur pada anak-anak juga bisa dilakukan ketika memberi mereka dongeng, cerita, dan kisah yang inspiratif. Mereka jadi tahu, sikap dan sifat mana yang bijak sehingga bisa membuat mereka sukses. Mereka jadi paham tentang kelakuan bermuatan negatif yang bisa menjerumuskan pada kegagalan.
Peran Pemerintah
Sudah barang tentu pemerintah ikut bertanggungjawab dalam membangun literasi pada anak-anak. Umumnya, kebijakan-kebijakan berkenaan dengan literasi dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Dinas Perpustakaan & Kearsipan (Dispusip) setempat. Pada 16 Agustus 2019 silam, pemerintah pusat memberikan sejumlah penghargaan pada beberapa perpustakaan di Indonesia yang sanggup menggelorakan literasi secara inovatif.
Dispusip Surabaya, melalui Perpustakaan Pagesangan, menjadi salah satu yang menerima penghargaan. Dispusip Surabaya memang sudah banyak melakukan kegiatan untuk membahanakan literasi sejak dini. Tak terkecuali, di aspek pengembangan budaya membaca, menulis, dan mendongeng. Bahkan, terdapat sejumlah variasi atau terobosan yang patut diacungi jempol.
Berdasarkan data per 2019, Kota Pahlawan memunyai sekitar 1.405 (Taman Bacaan Masyarakat maupun perpustakaan) titik layanan. Terdapat sejumlah 488 petugas teknis operasional, yang masing-masing mengelola sekitar tiga titik layanan yang berdekatan tiap hari. Para petugas itu dibekali dengan kemampuan menulis dan mendongeng. Dengan harapan, mereka juga bisa mengajari masyarakat untuk menulis dan mendongeng. Aktifitas mereka terdeteksi melalui aplikasi e-TBM dan e-Pustaka, yang kemudian terintegrasi dengan aplikasi Digital Integrated Library System.
Tak hanya itu, Dispusip Surabaya juga punya program pelatihan bagi para penulis cilik. Kegiatan para peserta pelatihan bisa diintip melalui akun resmi Dispusip di media sosial, baik Facebook maupun YouTube. Ada pula kompetisi vlog bagi para pendongeng cilik, yang juga dapat disimak melalui akun-akun media sosial resmi tersebut.
Artinya, Dispusip Surabaya sudah melakukan banyak hal untuk memompa literasi anak-anak. Upaya itu akan intensif bila orangtua juga turut mendukung. Misalnya, dengan mengarahkan anak-anak untuk mengisi waktu luang ke perpustakaan untuk belajar, atau mengikuti pelatihan menulis dan kompetisi mendongeng.
Apa yang dilakukan Dispusip Surabaya adalah satu di antara banyak program instansi plat merah untuk membangkitkan literasi sejak dini. Tentu saja, ada banyak kegiatan pemerintah lain, umpamanya, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jawa Timur yang menjalankan program WARAS atau Wisata Arsip Anak-Anak Sekolah. Yang jelas, tanggungjawab pemerintah tak kalah penting, di samping atensi dari orangtua dalam lingkup keluarga.
Walau demikian, eksponen masyarakat seperti komunitas maupun organisasi sosial, juga perlu menggerakkan literasi di masyarakat. Harapannya, generasi penerus makin cerdas karena dididik dari segala sisi. Sebab, zaman terus berkembang dan harus dihadapi dengan persiapan literasi yang optimal.

———– *** ————-

Tags: