Aset Bekas Terminal Kertosono Nganjuk Raib

Lokasi bekas Terminal Kertosono kini dibangun RSU Kertosono II, sementara asset bekas terminal raib. [ristika/bhirawa]

Lokasi bekas Terminal Kertosono kini dibangun RSU Kertosono II, sementara asset bekas terminal raib. [ristika/bhirawa]

Nganjuk, Bhirawa
Pembangunan RSU Kertosono II yang sejak awal menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat maupun dewan, kini muncul kasus lenyapnya besi bongkaran bekas terminal. Bahkan muncul dugaan kerangka besi bekas terminal Kertosono yang nilainya ratusan juta dijual secara illegal oleh oknum pejabat Pemkab Nganjuk.
Ada dugaan tak ada berita acara penghapusan aset daerah berupa bongkaran Terminal Kertosono. Sehingga panitia pembangunan mega proyek RSU Kertosono langsung menunjuk seseorang untuk membeli kerangka besi bekas Terminal Kertosono.
Arbayana, anggota Komisi A DPRD Nganjuk mengatakan, untuk melakukan penghapusan aset daerah semua ada aturan dan mekanismenya. Sesuai Permenkeu 50 tahun 2004 dan UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta PP Nomor 6 tahun 2006, tentang pengelolaan barang milik Negara, soal tata kelola asset Negara sudah diatur secara cermat.
Ditegaskan Arbayana, yang berhak melakukan lelang aset negara dalam hal ini adalah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Tetapi kalau kita melihat penghapusan aset daerah berupa kerangka besi terminal Kertosono, sangat jelas menyalahi aturan. Panitia tidak pernah merujuk pada aturan yang ada, malah semua aturannya diabaikan begitu saja.
Kalau hal ini dibiarkan, lanjut Arbayana, dipastikan negara akan mengalami kerugian yang cukup besar, pasalnya untuk membangun terminal Kertosono, dulunya negara mengeluarkan anggaran yang cukup besar juga.
Ditambahkan Arbayana, hal seperti ini sudah sering kali terjadi di Nganjuk, praktek jual beli proyek sampai pelanggaran mekanisme dianggap hal yang biasa. Untuk itu Arbayana mendesak Kepolisian atau Kejaksaan untuk menyelidiki praktek jual beli kerangka besi bekas terminal Kertosono yang diduga kuat melanggar hukum, supaya di belakang hari tidak terjadi lagi hal serupa. ”Kalau panitia lelangnya saja tak tahu aturan penghapusan asset Negara, bagaimana dia bisa melakukan pekerjaan ini dengan baik dan benar,” tegasnya.
Sementara Sidik Sancoko, Kabid Aset Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset Daerah (DP2KAD) Nganjuk mengatakan jika keputusan untuk menjual barang bongkaran bekas terminal adalah wewenang Sekretaris Kabupaten, Masduqi. Sedangkan kewenangan untuk penghapusan asset adalah bupati. Sementara DP2KAD hanya  sebagai pengelola asset saja.
Terkait soal penjualan kerangka besi bekas terminal Kertosono, Sidik tidak mengelak malah dia menjelaskan uang hasil penjualan sudah masuk kas daerah sekitar Rp80 juta.
Lebih jauh, Sidik menjelaskan, kerangka besi bekas terminal Kertosono dianggap bukan sebagai asset Negara sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 pasal 61. Berdasar PP itu tak semua barang Negara harus dilelang, karena bongkaran bangunan terminal dianggap sudah tidak menjadi aset. Kecuali barang utuh berupa bangunan seperti rumah atau kantor, hal itu masih dapat dikatakan asset Negara. Terkait bongkaran bekas terminal Kertosono, tidak bisa dikatakan sebagai asset sehingga tanpa lelang dianggap tidak menyalahi aturan.
Jika harus lelang masih memerlukan waktu panjang, sementara dalam proses pembangunan RSU Kertosono yang menempati bekas terminal hanya ada waktu 10 hari karena pembangunan proyek harus segera dilaksanakan. Sayangnya, Sekretaris Kabupaten Drs Masduqi sebagai Ketua Panitia pembangunan RSU Kertosono dua memilih menghindar dan enggan menemui wartawan, terkait asset bekas terminal Kertosono yang raib. [ris]

Tags: