Asmojo, Kolektor dan Pedagang Barang Antik Asal Situbondo

Asmojo, kakek asal Situbondo yang suka berpetualang mencari barang antik untuk dikoleksi sekaligus dijual kepada para penghobi. [sawawi]

Sejak Remaja Dikenal Suka Berburu Benda Unik hingga ke Pelosok Desa
Kabupaten Situbondo, Bhirawa
Era digital atau modernisasi saat ini tidak dirasakan betul oleh sosok Asmojo, pria paro baya asal Situbondo. Betapa tidak, lelaki perokok berat itu setiap harinya kini habis untuk memburu barang atau benda antik hingga ke pelosok desa bahkan ke pegunungan. Meski kelahiran Asmojo adalah di desa, sejak remaja Asmojo dikenal sebagai kolektor barang atau benda unik dan antik. Berkat kepiawaian dan kepintaran dalam melihat barang antik kini nama dia cukup dikenal di Kota Santri Situbondo.
Seperti biasa, pagi itu Asmojo mulai berkeliling dari rumahnya yang beralamat di Desa Jugalangan Kecamatan Panji Situbondo. Berbekal sepeda seadanya, Asmojo mendatangi satu per satu rumah warga yang menyimpan barang antik. Seperti kursi, meja, pintu kayu jati, tempat tidur, guci dan barang perabot rumah tangga lainnya. “Iya saya tiap hari begini mas. Kadang sampai bermalam di rumah warga untuk mendapatkan barang-barang antik,” ujar Asmojo polos.
Asmojo mengakui sejak masih muda nekat memilih jalur bisnisĀ  jual beli barang antik. Dia menjalani bisnis tersebut sejak usia belasan tahun lalu. Demi mendapatkan barang yang ia cari, dia harus masuk ke gang pelosok desa. Pengalaman itu tidak pendek, bahkan sudah bertahun-tahun lamanya hingga tidak bisa dilupakan oleh Asmojo. “Saya punya kenangan saat itu membeli guci kuno lengkap berisi koin kuno dengan harga Rp 2 juta. Tidak berselang lama, saya menjualnya pada seseorang pengepul dengan harga Rp 5 juta,” kupas Asmojo.
Mendapatkan untung sebanyak 3 juta, saat itu Asmojo mengaku sangat senang. Sebab, bagi pebisnis barang-barang antik mendapatĀ  untung sebesar itu berarti sudah dapat laba yang cukup besar. Belakangan dia mengaku menyesal menjual guci antik dengan harga Rp 5 juta. “Ternyata tanpa disangka, guci antik itu laku seharga Rp 125 juta. Saya dikasih tahu oleh pengepul barang kalau barang saya saat itu dijual kepada orang Bali,” jelas Asmojo.
Perbedaan yang cukup besar soal keuntungan yang diraih dengan pengepul tidak begitu dipikirkan oleh Asmojo karena tiap orang rejekinya tidak sama. Bagi Asmojo, nilai untung Rp 3 juta sudah lebih dari cukup jika dibanding dengan keuntungan pengepul yang nilainya bisa tembus ratusan juta rupiah. “Mungkin Allah hanya memberi rejeki saya Rp 3 juta saja. Sedangkan pengepul itu memang sudah garisnya dapat untung banyak,” ujar Asmojo.

Tags: