Aspekindo Sesalkan Rumitnya Birokrasi LPJK Jatim

Ketua Aspekindo Jatim Saleh Ismali Mukadar menunjukkan contoh SBU dan sertifikat keahlian yang harus dimiliki setiap pengusaha jasa konstruksi dan tenaga kerja sektor konstruksi. [adit hananta utama]

Ketua Aspekindo Jatim Saleh Ismali Mukadar menunjukkan contoh SBU dan sertifikat keahlian yang harus dimiliki setiap pengusaha jasa konstruksi dan tenaga kerja sektor konstruksi. [adit hananta utama]

Pengusaha Konstruksi Pilih Urus SBU di Provinsi Lain
Surabaya, Bhirawa
Ketatnya persaingan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) seperti sekarang nyatanya belum didukung dengan kemudahan iklim berusaha. Khususnya di sektor jasa konstruksi yang dianggap tidak memiliki kepastian sistem birokrasi. Akibatnya, masyarakat jasa konstruksi harus bekerja ekstra keras untuk memperoleh sejumlah kelengkapan administratif sebagai syarat mutlak mengikuti lelang.
Seperti diungkapkan Ketua Asosisasi Pengusaha Konstruksi Indonesia (Aspekindo) Jatim Saleh Ismail Mukadar. Pihaknya mengaku kecewa dengan peran Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Jatim yang sangat lemah. Khususnya dalam memberikan layanan terhadap pengurusan Sertifikat Badan Usaha (SBU), sertifikat keahlian dan sertifikat keterampilan kerja.
“Contohnya saja proses verifikasi dan validasi pemngurusan SBU di tingkat asosiasi cukup satu hari selesai. Begitu dokumen masuk ke LPJK, prosesnya paling cepat dua minggu,” ungkap Saleh Mukadar saat ditemui di Kantor Aspekindo Jatim Jl Gayungsari Timur Surabaya, Rabu (19/9).
Untuk mengurus SBU, lanjut dia, pengusaha konstruksi juga harus memiliki sertifikat keahlian dan tenaga kerjanya memiliki sertifikat keterampilan kerja. Untuk memenuhi, kedua syarat itu juga membutuhkan waktu yang tidak singkat. “Minimal satu minggu mengurus sertifikat keahlian. Jadi bisa sampai satu bulan mengurus SBU sendiri,” terang dia.
Lambatnya birokrasi ini, lanjut dia, membuat masyarakat jasa konstruksi di Jatim lebih memilih mendaftar di LPJK di provinsi lain. “Di provinsi lain mengurus SBU bisa selesai satu hari,” kata dia. Saleh berharap, kepengurusan LPJK ke depan tidak lagi di pasrahkan kepada masyarakat jasa konstruksi dari unsur swasta. “Lebih baik kembali seperti dulu, LPJK dikelola sendiri dari unsur pemerintah,” terang dia.
Kekecewaan senada diungkapkan Slamet Riadi pengusaha konstruksi bidang general trading dan mechanical electrical. Pihaknya mengaku, dalam proses pengurusan SBU terkesan tidak ada standar operasional prosedur yang jelas.  Sehingga, proses pengurusan menjadi lamban dan tidak jelas. “Ini sudah eranya MEA. Kita seharusnya semakin kompetitif. Birokrasi yang bisa diperpendek ya diperpendek,” tutur dia.
Akibat pasti dari lambannya proses pengurusan SBU adalah kegagalan pengusaha dalam mengikuti proses lelang. Pengurusan SBU sendiri harus diperbarui setiap satu setengah tahun sekali.  “Kalau birokrasinya jelas, pengusaha bisa melakukan kegiatannya secara pasti dan terukur,” pungkas Riadi. [tam]

Tags: