Atasi Kasus TBC, Dinkes Resmikan Gedung Poli DOTS Terpadu RS Paru Dungus Madiun

Sekretaris Dinkes Jatim, Hertanto, SKM MSi meresmikan Gedung Poli DOTS Terpadu RS Paru Dungus Madiun.

Peresmian Gedung Poli DOTS Terpadu RS Paru Dungus Madiun
Surabaya, Bhirawa
Untuk mengatasi masalah Tuberculosis atau TBC, Sekretaris Dinas Kesehatan Dinkes Jatim, Hertanto, SKM MSi meresmikan Gedung Poli DOTS Terpadu RS Paru Dungus Madiun, Jumat (21/4) lalu. Dengan dilengkapi Laboratorium Mikro TCM (Tes Cepat Molekuler), 1 dokter spesalis patologi klinik dan 7 orang analisis lab,  Poli DOTS (Directly Observed Treatment, Short Course) Terpadu siap melayani pasien penyakit paru-paru baik yang menular seperti Tuberculosis maupun tidak menular seperti asma.
Hertanto menyatakan, inisiatif pendirian poli ini didorong tingginya prevalensi penyakit TBC. Berdasarkan survey Kemenkes tahun 2014 menunjukkan bahwa kasus TBC baru masih sangat tinggi yaitu 403/100.000 penduduk, sedangkan angka prevalensinya 660/100.000. ”Diharapkan dengan dibangunnya Gedung Poli DOTS Terpadu RS Paru Dungus Madiun masalah TBC di daerah Dungus dan sekitaranya dapat diatasi,” ucapnya.
Hertanto mengatakan, untuk pembangunan gedung ini sengaja didesain agar sirkulasi udara dan sinar matahari dapat  masuk ke ruangan, hal ini dikarenakan sinar matahari dapat membunuh virus TBC. Selain itu juga sinar matahari bisa mengurangi resiko penularan terhadap tenaga kesehatan dan pasien lainnya. ”Jadi desain ruangan ini tidak hanya berguna untuk membunuh virus TBC, melainkan juga meminimalisir penularan virus TBC kepada tenaga kesehatan dan pasien yang berobat di Poli DOTS Terpadu RS Paru Dungus Madiun,” ucapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, dalam pengoperasiannya Poli DOTS Terpadu RS Paru Dungus Madiun akan menerapkan pengobatan dengan menggunakan sistem DOTS. Sistem DOTS ini merupakan suatu pengawasan langsung pengobatan jangka pendek yang dimulai dengan keharusan setiap pengelola program tuberkulosis  untuk melakukan direct attention dalam usaha menemukan penderita melalui deteksi kasus dengan pemeriksaan mikroskop. Kemudian setiap penderita harus diobserved ketika  mengkonsumsi obatnya.
“Setiap obat yang ditelan penderita harus di depan seorang pengawas, hal ini untuk memastikan bahwa obat benar-benar ditelan,” ucapnya.
Selain itu penderita harus menerima treatment yang tertata dalam sistem pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang cukup. Kemudian, setiap penderita harus mendapat obat yang baik, (Pengobatan short course standard yang telah terbukti ampuh secara klinis, red).  Menurutnya, tujuan dari pelaksanaan DOTS adalah menjamin kesembuhan bagi penderita, mencegah penularan, mencegah resistensi obat, mencegah putus berobat dan segera mengatasi efek samping obat jika timbul, yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis di dunia.
“Kedepan kami berharap, dengan kerjasama yang baik antara pemerintah melalui dinas kesehatan, rumah sakit dan masyarakat kasus TBC di Jatim dapat berkurang,” pintanya.
Perlu diketahui, selain  Poli DOTS Terpadu RS Paru Dungus Madiun ada beberapa Faskes di Jatim juga telah menerapakan strategi DOTS dalam mengobati pasiennya yaitu 960 Puskesmas, 116 rumah sakit dan layanan TBC kebal bbat sebanyak 8 rumah sakit dan 24 Laboratorium Mikroskopis Uji Mutu tersebar disejumlah kabupaten/kota Jatim. [dna]

Tags: