
Kondisi waduk di Desa Dawar Blandong, Kabupaten Mojokerto yang mengalami kekeringan.
Surabaya, Bhirawa
Pemprov Jatim telah melakukan intervensi berupa sumur bor untuk menangani kasus kekeringan yang terjadi di sejumlah daerah di wilayah setempat. Hal itu diungkapkan Wagub Emil Elestianto Dardak usai mengisi seminar Nasional Antisipasi dan Penanganan Bencana, di Universitas Airlangga, Selasa (8/10).
Menurut Emil Dardak ada dua jalur solusi penanganan yang dilakukan, pertama melalui ESDM untuk sumur bor dan kedua melalui Dinas Cipta Karya melalui program Pamsimas. Ia meyakinkan dengan adanya sumur-sumur tersebut akan dapat membantu daerah yang kekeringan. Kendati begitu, Pemprov Jatim berharap program bendungan yang ada diwilayahnya menjadi proyek nasional.
“Sumur-sumur itu diharapkan dapat membantu daerah yang kekeringan. Namun demikian, kita berharap program-program bendungan yang sudah masuk proyek strategis nasional saat ini bisa berprogress lebih baik,” ujarnya.
Menurutnya, bendungan dibutuhkan tidak hanya untuk mengatasi kekeringan, tapi juga mengendalikan risiko banjir. Misalnya saja, Emil mencontohkan sistem yang ada di Sungai Bengawan Solo, yaitu bendungan yang ada di Pacitan, Ponorogo dan juga Bendungan Gongseng yang ada di Bojonegoro. “Ini dipadukan dengan penanganan banjir melalui penanganan seperti flatway. Jalur pintu yang akan membawa air ke arah laut,” terang dia.
Sedangkan di sepanjang aliran Sungai Brantas, sebagai antisipasi pihaknya akan konsen pada polusi yang membahayakan kesediaan air baku untuk kebutuhan masyarakat dan pertanian.
Di samping itu, Wagub Emil juga menyinggung terkait langkah Pemprov Jatim dalam penanganan kebakaran hutan di beberapa daerah potensi untuk pariwisata. Seperti di Gunung Arjuno, Gunung Welurang, Gunung Semeru, Gunung Raung dan beberapa wilayah lainnya.
“Sejauh ini rata-rata titik-titik tersebut bisa dipadamkan. “Tapi sempat kemarin kan pakai water bomb di Arjuna ya dan sebagainya,” terang dia.
Lebih lanjut, ia mengatakan, kebakaran hutan di Jawa Timur tidak separah dengan kejadian kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan. Sebab, hutan-hutan di Jatim tidak terdapat gambut.
Sehingga kebakaran hutan lebih mudah untuk dipadamkan. “Maka dari itu concern utama kami (Pemprov Jatim, red) tidak pada pedaman tapi pada pencegahan dan menjaga flora dan faunanya. Kita masih gali,” tegasnya.
Upaya tersebut menurut Emil, sangat perlu dilakukan. Mengingat wilayah-wilayah yang terbakar merupakan daerah wisata. Seperti halnya dengan membekali para pendaki agar tidak lalai, sehingga kebakaran hutan di Jatim bisa dihindari.
“Karena penyebab utamanya adalah kelalaian manusia. Karhutlah di Jatim ini banyak yang terjadi di wilayah-wilayah pariwisata kita. Seperti Gunung Penanjakan, Arhuno Ranukumbolo (Semeru). Jadi kita imbau pendaki untuk tidak melakukan hal-hal berpotensi yang menyebabkan kebakaran,” pungkasnya. [ina]