Atasi Kesenjangan Pendidikan di Indonesia

foto ilustrasi

Di masa pandemi saat ini, salah satu aspek yang perlu penanganan serius selain kesehatan dan ekonomi adalah pendidikan. Kualitas pendidikan di Indonesia haruslah tetap terkawalkan dengan baik dan maksimal, demi menciptakan generasi masa depan yang berkualitas. Mewujudkan hal tersebut, tentu tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Terlebih dalam pemberlakuan pembelajaran jarak-jauh (PJJ) yang berlangsung lebih dari setahun terakhir melahirkan tingginya kesenjangan pendidikan (learning gap) di Indonesia.

Berdasarkan prediksi World Bank pada Agustus 2020, sebanyak 91.000 siswa di Indonesia memiliki kemungkinan untuk putus sekolah akibat tantangan ekonomi selama pandemi. World Bank juga memprediksi bahwa skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia akan semakin memburuk. Padahal pada 2018, Indonesia sudah berada di ranking ke-72 dari 78 negara untuk bidang matematika, (Kompas, 3/8/2021).

Merujuk dari data tersebut, semakin menegaskan bahwa tantangan masa depan pendidikan adalah pengkualitasan peserta didik menjadi hal yang penting dalam capaian pembelajaran. Namun, persoalannya tantangan utama yang terjadi selama PJJ adalah guru dan staf pengajar kesulitan memantau performa murid satu per satu secara mendalam. Berbeda halnya, dengan proses pembelajaran yang terselenggarakan di ruang kelas. Pasalnya, komunikasi yang terjadi di layanan virtual sangat terbatas dan mayoritas berjalan satu arah, sehingga guru memiliki keterbatasan untuk memberikan materi pelajaran yang berbeda-beda sesuai kemampuan para siswa. Kondisi “learning learning” akibat ketidakmampuan mengakses pembelajaran online juga berpotensi membawa dampak pada stagnansi bahkan turunnya kemampuan siswa.

Persoalan itulah, yang saat ini perlu dicarikan solusinya. Sebab, jika terbiarkan dan pemerintah tidak mengambil kebijakan yang strategis, maka bukan tidak mungkin jurang ketimpangan pendidikan di negeri ini semakin mengangah, hanya siswa dari kalangan ‘kaya’ dan elite saja yang nantinya akan memiliki keahlian, daya saing, serta kesiapan menghadapi persaingan global. Pada gilirannya, tentu saja akan berpengaruh pula pada masa depan Indonesia yang digadang-gadang akan merayakan 100 tahun (Golden age) kemerdekaannya pada tahun 2045.

Masyhud
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Tags: