Audit Anggaran Bencana

Tiada yang bisa menggunakan keuangan negara secara semau-gue, walau pada masa genting bencana non-alam. Anggaran bencana di seluruh dunia lazim bersifat on-call, mudah dicairkan tanpa kendala birokrasi. Begitu pula anggaran penanganan wabah pandemi virus corona sebesar Rp 677,2 trilyun, “wajib” dikelola secara akuntabel.

Sangat tidak elok menyelewengkan anggaran bencana, sehingga harus dipastikan akan “digigit” penegak hukum.
Presiden Jokowi minta seluruh penegak hukum mengawasi anggaran penanganan wabah pandemi CoViD-19. Termasuk pengawas internal pemerintah sebagai penyidik Pegawai Negeri Sipil. Permintaan disampaikan dalam Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah, diikuti pula oleh Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

“Kalau ada yang masih bandel, ada niat korupsi, ada mens rea (mental), silakan digigit,” pinta presiden.
Anggaran penanganan pandemi CoViD-19, sebenarnya memiliki payung hukum kokoh, berupa Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) Nomor 1 tahun 2020. Perppu menjadi pijakan kemudahan merealisasi APBN tahun 2020 sesuai dengan kebutuhan (dan suasana) wabah pandemi global. Disebabkan pergerakan pekonomian global sedunia melambat. Permintaan, dan kemampuan bayar negara-negara menyusut. Secara multiplier effect, penerimaan negara-negara juga menyusut.

Perppu 1 tahun 2020 mewaspadai pelemahan perekonomian global. Antara lain dengan ancang-ancang defisit anggaran melebihi 3% PDB (Produk Domestik Bruto) sampai tahun 2023. PDB ditaksir senilai US$ 1,1 trilyun. Berdasar perhitungan APBN 2020, defisit semula diperkirakan sebesar Rp 307,2 trilyun (1,76% nilai PDB, dengan nilai kurs Rp 14.400 per-US%). Kementerian Keuangan memperkirakan defisit anggaran tahun 2020 sebesar Rp 1.028,5 trilyun (sekitar 6,72% PDB dengan nilai kurs ter-update).

Perppu Nomor 1 tahun 2020 dalam Bab II tentang Kebijakan Keuangan Negara, pasal 2 ayat (1) huruf k, dinyatakan, “melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplikasi dokumen di bidang keuangan negara.” Sehingga arus (keluar dan masuk) kas negara bisa cepat (dan mudah) dilakukan. Diharapkan penanganan bencana non-alam CoViD-19 bisa direalisasi tanpa kendala dokumen keuangan.

Perppu pada pasal 3 ayat (1) juga memberi “ke-leluasa-an” pemerintah daerah (Pemda) propinsi, serta Pemda Kabupaten dan Kota mengelola APBD tahun 2020. Termasuk perubahan alokasi, dan melakukan pengutamaan penggunaan alokasi untuk kegiatan tertentu (refocusing). Dari refocusing pemerintah propinsi, serta kabupaten dan kota, terkumpul anggaran sebesar Rp 63,8 trilyun. Anggaran yang terkumpul dialokasikan untuk penanganan pandemi, dan dampak CoViD-19. Termasuk sebesar Rp 26,87 untuk jaring pengaman sosial.

Tidak ada negara (pemerintahan) yang benar-benar siap menghadapi wabah virus corona. Karena sifat wabah pandemi selalu mendadak, masif, dan baru (belum ditemukan obatnya). Terutama dampaknya pada ketahanan kesehatan nasional, perekonomian, dan ketenteraman sosial. Begitu pula, tidak ada pemerintah daerah yang siap menghadapi dampak pewabahan CoViD-19. Tetapi pemerintah pusat, sudah rela tekor Rp 405,1 trilyun. Itu alokasi sebesar 15,94% dari nilai total APBN.

Begitu pula, tidak ada pemerintah daerah yang siap menghadapi dampak pewabahan CoViD-19. Anggaran menjadi tolok-ukur utama tekad Pemerintah Daerah melindungi tingkat Ketahanan Kesehatan masyarakatnya. Bukan hanya menunggu kucuran APBN. Sudah banyak keluhan masyarakat tidak memperoleh bansos. Namun realokasi, refocusing, dan simplifikasi dokumen keuangan negara, tetap wajib menjamin akuntabilitas.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga tetap meng-audit penggunaan APBD. Serta pelibatan KPK secara otomatis pada setiap kegiatan pejabat publik. Bansos menjadi titik rawan penyimpangan anggaran, akan selalu terungkap. Terutama kejumbuhan bantuan swasta yang disalurkan melalui Satuan Gugus Tugas, dan Pemda. Namun yang tidak memiliki mens rea (niat) korupsi, tidak perlu khawatir “digigit.”

——— 000 ———

Rate this article!
Audit Anggaran Bencana,5 / 5 ( 1votes )
Tags: