Audit Infrastruktur

Longsor tebing jalan, dan jalan jembatan semakin sering terjadi seiring curah hujan tinggi. Musim hujan, seolah menjadi ancaman serius konstruksi infrastruktur. Hujan deras yang mengguyurkan, menyebabkan aliran sungai menjadi sangat deras. Dengan kecepatan arus 40 kilometer per-jam, aliran air mampu menghanyutkan plengseng beton. Bahkan bisa menggeser konstruksi kaki pancang jembatan, menyebabkan keruntuhan.
Ingat dua musim lalu, arus air sungai Bengawan Solo di kabupaten Tuban, mampu meruntuhkan jembatan “Widang.” Jembatan yang membentang diantara kabupaten Lamongan (di kecamatan Babat) dan Tuban (di kecamatan Widang), merupakan penghubuing trans Jawa. Seluruh jenis kendaraan, truk, bus antar-propinsi, sampai kendaraan roda melintasi jembatan ini. Menjadi jembatan paling sibuk lalulintas di sepanjang jalur pantura (pantai utara) pulau Jawa.
Jembatan warisan kolonial ini direnovasi beberapa kali. Bahkan pemerintah (pusat) pada tahun 1983 membangun “kembaran” disebelahnya dengan panjang bentang yang sama, 290 meter. Jembatan baru dengan lima bentang, nampak lebih kokoh. Sedangkan jembatan lama bagai tidak terawat. Namun realitanya, jembatan baru beberapa kalai ambles di bagian bentang 1 (sisi Babat, Lamongan). Pada April 2018, jembatan Widang (yang baru) benar-benar patah, dan runtuh.
Konstruksi beton kaki jembatan bergeser, tergerus arus aliran Bengawan Solo yang deras pada saat padat lalulintas. Meluruhkan seluruh beban yang berada di punggung jembatan. Dua truk tronton, satu dumtruk, dan sepedamotor, tercebur ke sungai Bengawan Solo. Tragedi yang sama juga terjadi di Bali, bertepatan dengan hari raya Nyepi 2016. Jembatan Kuning di Klungkung, runtuh. Tak ter-elakkan, terdapat 10 korban jiwa.
Sejak tahun 2017, Bank Dunia merekomendasikan audit reguler (periodik dan sistemik) konstruksi infrastruktur. Sifatnya wajib. Setiap proyek infrastruktur, jalan, jembatan, plengseng jalan, dan plengseng sungai, wajib dilakukan audit periodik. Pemerintah (dan Daerah) memikul tanggungjawab menerbitkan standar audit kekuatan, daya tahan (utilitas), keamanan, dan keselamatan. Juga daya dukung pelestarian lingkungan.
Pemerintah daerah (propinsi serta kabupaten dan kota) juga memikul tanggungjawab audit lingkungan. Terutama pada kawasan rawan bencana, khususnya di area perbukitan. UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, meng-amanat-kan penaggulangan bencana lebih sistemik. Pada pasal 9 huruf (b) diberikan kewenangan memasukkan penanggulangan bencana pada perencanaan pembangunan.
Begitu pula potensi bencana, terutama banjir, dan longsor, wajib telah dideteksi. Karena sebenarnya, tiada bencana alam datang tiba-tiba. Melainkan selalu terdapat warning alamiah. UU Penanggulangan Bencana, pada pasal 38 huruf b, menyatakan, “kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana.” Di dalamnya terdapat amanat pencegahan bencana, termasuk mitigasi.
Longsor seiring musim hujan semakin sering terjadi, dengan membawa korban jiwa,. Lebih lagi, area rawan longsor biasanya berada pada kawasan perdesaan, kantung kemiskinan. Banyak dusun semakin terisolasi setelah longsor, tidak mudah dijangkau pengiriman bantuan. Selain di propinsi Banten, dan Jawa Barat, beberapa daerah di Jawa Timur juga memiliki kawasan “langganan” terisolasi. Antara lain di Pacitan, Ponorogo, dan Trenggalek.
Ketiganya menjadi kawasan pencermatan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Juga kabupaten Sampang yang hampir rutin disergap banjir akibat meluapnya sungai Kali Kemuning. Serta sungai Kali Jerohan di kabupaten Madiun yang kerap meluap. Aliran sungai-sungai kecil bisa tiba-tiba memiliki arus sangat deras. Hujan yang tidak terserap bagai mencongkel kawasan gundul, luruh deras menimpa permukiman.
Pemerintah (pusat dan daerah) seyogianya lebih kerap menelisik kawasan perbukitan, dan meng-audit bantaran sungai.
——— 000 ———

Rate this article!
Audit Infrastruktur,5 / 5 ( 1votes )
Tags: