Audit Plengseng Sungai

Foto Ilustrasi

Longsor sungai makin sering terjadi, seiring puncak musim hujan. Kawasan tebing (plengseng) menjadi paling rawan, tergerus derasnya aliran sungai. Bahkan plengseng saluran pengairan (pertanian) dan drainase kota, banyak yang ambrol. Aliran sungai-sungai kecil akan menjadi sangat deras disebabkan curahan hujan tidak terserap pada area resapan yang gundul. Pemerintah (pusat dan daerah sampai desa) seyogianya lebih kerap menelisik di sepanjang aliran sungai.
Dimulai dari aliran sungai besar (tanggungjawab pemerintah pusat), dan anak sungai, sampai “cucu” (pecahan anak sungai) kini dalam keadaan penuh air. Sunga-sungai besar mesti ditelisik lebih sistemik, dari huku hingga ke hilir. Diantaranya, Ciliwung (di Jakarta), Citandui, dan Citarum (Jawa Barat), Kali Wungu (Jawa Tengah), serta Kali Brantas, dan Bengawan Solo (Jawa Timur). Juga sungai Barito (di Kalimantan Selatan), dan Musi di Sumatera Selatan.
Sungai besardiurus oleh pemerintah pusat melalui dua institusi berbeda. Yakni BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai), yang ber-induk pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Tupoksi BBWS mengurus bagian hilir dan muara. Serta BP-DAS (Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai), yang berinduk pada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Tupoksi BP-DAS, mengurus bagian hulu, termasuk kawasan catchment area di dalam hutan dan pegunungan.
Catchment area, merupakan kawasan resapan airhujan. Terutama pada daerah cekungan (landai dan terendah) perbukitan. Pada daerah langganan banjir dan longsor, catchment area telah beralih fungsi. Bahkan banyak yang gundul. Ingat, longsor di Ponorogo, Jawa Timur (akhir Maret 2017 lalu), menyebabkan 60 orang korban jiwa. Musibah longsor catchment disebabkan kawasan perbukitan telah berubah menjadi ladang jahe.
Tragedi serupa telah terjadi di tiga kota di Jawa Tengah. Sebanyak 35 orang ditemukan telah meninggal dunia, tertimbun tanah longsor dan terseret gelombang. Sebanyak 25 orang juga masih dicari tim SAR. Terpaan cuaca ekstrem terjadi selama tiga bulan (Januari sampai Maret 2017), mencurahkan hujan dengan intensitas tinggi. Hujan deras mengguyur kawasan rawan perbukitan yang telah gundul.
Kawasan resapan air hujan yang telah gundul, bukan hanya menyebabkan longsor di lokasi setempat. Melainkan juga meluncurkan (dengan deras) air hujan ke daerah bawah, bagai air bah mengguyur aliran sungai. Maka kawasan permukiman terdekat sungai seyogianya tak lena dengan hujan deras yang mengguyur daerahhulu. Sebab, tak lama (beberapa jam), aliran yang lebih deras akan sampai kawasan hilir.
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mencatat, setidaknya terdapat 315 kabupaten dan kota berada di daerah bahaya. Ini meng-akibatkan sekitar 63,7 juta jiwa penduduk berisiko terpapar dampak banjir. Berdasar mapping kebencanaan, tanah longsor mengancam 274 kabupaten. Sebanyak 40 juta lebih penduduk berisiko terpapar dampak longsor. Terutama di daerah rawan kawasan perbukitan, di-identifikasi sebagai kawasan genting.
Di Jawa Timur, misalnya, terdapat kawasan genting yang tersebar di ujung barat. Kawasan ini pada ranah politik dikenal sebagai Dapil (Daerah Pemilihan) tujuh. Ke-genting-an nampak di kabupaten Ponorogo, Trenggalek, Magetan, dan Pacitan. Selain Dapil VII, kawasan genting yang lain terdapat di Dapil II (Jember dan Lumajang), serta Dapil IX (Bojonegoro, Tuban) dan Dapil XI (Madura).
Seyogianya, anggota DPRD Propinsi Jawa Timur, dan DPR-RI dari Dapil yang genting, “memperjuangkan” wilayahnya. Patut mendesak pemerintah menggiatkan program sistemik penanganan dan pencegahan longsor. Sesungguhnya bencana tidak pernah datang tiba-tiba, melainkan dengan pertanda alamiah. Hujan yang tidak terserap bagai mencongkel kawasan gundul, luruh deras menimpa plengseng sungai, pengairan irigasi dan permukiman.

——— 000 ———

Rate this article!
Audit Plengseng Sungai,5 / 5 ( 1votes )
Tags: