Audit Tebing Sungai

Pemanfaatan permukaan atas tebing sungai makin membahayakan jiwa, seiring cuaca ekstrem. Longsor tebing sungai makin sering terjadi, sampai menjebol bahu jalan negara. Seperti terjadi di kawasan kota Jember, merobohkan 30 rumah-toko (Ruko). Walau sebenarnya, gejala bakal longsor telah dipahami sejak semusim tahun lalu. Tetapi pemerintah (dan daerah) terlambat melakukan penguatan tebing. Seharusnya beberapa musim sebelumnya.
Di Jember, aliran sungai Kali Jompo yang membelah kota, menggerus tebing, meruntuhkan bangunan di atasnya. Sampai mampu meluruhkan bahu jalan negara. Area Jalan Sultan Agung, ambles sepanjang 94 meter, selebar 10 meter. Menganga tidak bisa dilintasi. Seiring puncak musim hujan, kawasan tebing (plengseng) menjadi paling rawan, tergerus derasnya aliran sungai. Bahkan plengseng saluran pengairan (pertanian) dan drainase kota, banyak yang ambrol.
Pemerintah Kabupaten Jember menetapkan status “Darurat Bencana.” Koordinasi ke-darurat-an dibawah komando Komandan Kodim 0824. Serta tindakan ke-darurat-an dibawahkan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Jember. Kabupaten Jember patut menetapkan status darurat bencana. Karena hanya berselang dua hari sebelumnya (29 Pebruari), telah terjadi runtuhnya jembatan Sukorambi. Jembatan akses masyarakat dua kecamatan (Patrang – Sukorambi), putus karena diterjang aliran sungai.
Kabupaten Jember memiliki kanal sungai irigasi teknis tersier bersambung-sambung sangat panjang. Pada tahun 2017, Pemkab Jember memperoleh penghargaan nasional pengelolaan irigasi. Sebesar Rp 43 milyar anggaran APBD digelontorkan untuk operasional dan pengelolaan irigasi. Pengairan Jember telah ditata sejak zaman kolonial, sekitar dekade 1920-an. Berupa sudetan (kanal) beberapa sungai. Terutama untuk mencukupi kebutuhan air areal perkebunan tebu.
Pengairan sungai-sungai di Jember ber-induk pada sungai Bedadung, dengan DAS(daerah aliran sungai) terbesar di Jawa bagian timur. Berhulu pada sumber air di pegunungan Iyang (di desa Rowosari), berpencar menjadi 7 anak sungai. Yakni, sungai Biting, sungai Arjasa, Baratan, Jompo, Putih, Petung, dan sungai Besini. Ketujuh anak sungai disudet menjadi puluhan saluran irigasi tersier, mengairi 93 ribu hektar. Bermuara akhir ke Samudera Hindia (selatan), pantai Puger.
Aliran sungai-sungai kecil menjadi sangat deras disebabkan curahan hujan tidak terserap pada area resapan yang gundul. Meluapkan air ke perkampungan, dan ladang. Pemerintah (pusat dan daerah sampai desa) seyogianya lebih kerap menelisik di sepanjang aliran sungai. Dimulai dari aliran sungai besar, dan anak sungai, sampai “cucu” (pecahan anak sungai) kini dalam keadaan penuh air.
Setiap sungai diurus pemerintah sesuai ukuran luas aliran. Sungai besar diurus oleh pemerintah pusat melalui dua institusi berbeda. Yakni BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai), yang ber-induk pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Tupoksi BBWS mengurus bagian hilir dan muara. Institusi pengurus sungai besar adalah BP-DAS (Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai), berinduk pada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Tupoksi BP-DAS, mengurus bagian hulu, kawasan catchment area di dalam hutan dan di punggung pegunungan. Catchment area, merupakan kawasan resapan air hujan. Terutama pada daerah cekungan (landai dan terendah) perbukitan. Pada daerah langganan banjir dan longsor, catchment area telah beralih fungsi. Ingat, awal (2 Januari) tahun 2006, terjadi longsor paling dahsyat sepanjang sejarah di Jember.
Batu-batu besar, dan batang poohon, luruh dari lereng gunung Argopuro, menerjang permukiman desa. Korban jiwa tercatat lebih dari 70 orang, meninggalkan trauma kepedihan mendalam. Tetapi bencana tidak pernah datang tiba-tiba, melainkan dengan pertanda alamiah. Hujan yang tidak terserap bagai mencongkel kawasan gundul, luruh deras menimpa plengseng sungai, irigasi dan permukiman.
——— 000 ———

Rate this article!
Audit Tebing Sungai,5 / 5 ( 1votes )
Tags: