Australia Barat Tinjau Resource Center Sidoarjo

Wakil Bupati MG Hadi Sutjipto dan Kabag Kerjasama, Ari Suryono mendengarkan paparan Joan McKenna Kerr. [achmad suprayogi/bhirawa]

Wakil Bupati MG Hadi Sutjipto dan Kabag Kerjasama, Ari Suryono mendengarkan paparan Joan McKenna Kerr. [achmad suprayogi/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Menindaklanjuti kerjasama Pemprov Jatim dengan Pemerintah Australia Barat dalam penanganan anak-anak Desable dan Autis. Sehingga Australia Barat melakukan kunjungan ke Kab Sidoarjo, karena Pemerintah Prov Jatim telah menunjuk Sidoarjo sebagai percontohan penanganan autis.
Perwakilan Pemerintah Australia Barat, AAWA (Autism Association of Western Australia) Ms Joan McKenna Kerr, CEO (Chief Executive Officer) dan Ms Tasha Alach, Director Clinical and Therapy Service, Rabu (21/10) telah berkunjung ke Resource Center Sidoarjo  (RCS) untuk melakukan peninjauan, sejauh mana pelaksanaan penanganan autis di Kab Sidoarjo.
Kedatangan pihak Australia Barat diterima Wakil Bupati Sidoarjo, MG Hadi Sutjipto SH MM didampingi Kabag Kerjasama, Ari Suryono dan Kepala UPTD Dinas Pendidikan yang menangani Diseble dan Autis, Nanik Sumarwiayati.
Ms Joan McKenna Kerr mengatakan, kunjungannya ke Sidoarjo, khususnya ke RCS untuk memantau sejauh mana perkembangannya. Ternyata Sidoarjo sangat membanggakan sekali, sudah berjalan dengan baik sekali. ”Apa yang telah dilakukan ternyata lebih dari yang saya bayangkan. Saya sangat merasa senang sekali,” katanya.
Wakil Bupati Hadi Sutjipto menegaskan, salah satu bentuk kerjasamanya pihak Australia Barat telah memberikan bimbingan kepada para guru-guru autis. Pemkab Sidoarjo tinggal mengirimkan orang-orang yang berkompeten, semua biayanya ditanggung pihak Australia Barat. ”Dari Sidoarjo hanya transportnya saja dan sudah ada sembilan orang yang telah dikirim ke Australia,” jelas Hadi Sutjipto.
Sedangkan Kepala UPTD Penanganan Anak Disable dan Autis, Nani Sumarwiati menjelaskan, kalau siswa yang sudah masuk dalam RCS sebanyak 71 anak. Jumlah itu terdiri dari 30 anak tunarungu, 41 adalah anak-anak autisme, dan waiting list sebanyak 15 anak.
Mereka sudah mendaftar, tetapi hingga kini belum bisa ditangani karena keterbatasan tenaga, keterbatasan sarana dan lainnya. ”Untuk tenaga terapisnya sebanyak enam orang, empat orang tenaga khusus autisme dan dua orang untuk tenaga tunarungu. Jadi selain tenaganya, kami juga masih kekurangan untuk ruang-ruangannya,” katanya. [ach]

Tags: