Awas Darurat Narkoba

Peredaran narkoba makin miris selama libur panjang sekolah (dan kuliah). Polisi bersama jajaran terkait (BNNdan BNNP), bagai panen tangkapan. Mirisnya, penguna narkoba telah menjangkiti berbagai kalangan. Pelajar, ibu rumahtangga, remaja di perdesaan. Walau sebenarnya, pusat “komando” narkoba mayoritas berada di balik jeruji penjara. Bandar-nya juga terpidana yang sama. Ironisnya, uang hasil perdagangan narkoba “dicuci” di berbagai usaha legal.
Badan Nasional anti Narkotika (BNN), dan BNNP (di propinsi) bagai adu cepat dengan sindikat. Sudah banyak dilakukan penyuluhan hingga ke sekolah-sekolah. Tetapi jaring peredaran narkoba makin menjalar. Selalu terdapat kurir baru, modus baru, dan korban baru. Peradaran narkoba juga mengenal “kemasan” dan berbagai produk baru. Kemasan baru misalnya, cukup digunakan berdua (korban baru) sekali hisap.
Data Direktorat Narkoba Polda Jatim, menunjukkan peningkatan kuantitas maupun varian kasus. Selama bulan Juli (2019), tercatat sebanyak 71 kasus dengan 101 tersangka. Tidak termasuk penanganan kasus narkoba kelas kakap, yang disamarkan dalam 10 kaleng cat. Penangkapan hasil kerjasama dengan Polda Metro, seperti drama penangkapan narkoba di Amerika Latin. Naas, tersangka (dalam keadaan tangan terborgol) yang coba melarikan diri, tertabrak truk di Bekasi.
Hasil penggerebekan di narkoba di Kalideres, Jakarta, dibawa ke Polda Jatim. Niscaya perlu penjagaan super ketat. BB (Barang bukti) 10 kaleng cat, menjadi catatan khusus. Secara umum, analisis dan evaluasi Polda Jatim, jenis sabu mendominasi, dengan BB (barang bukti) sebanyak 264,26 gram. Ini menunjukkan semakin larisnya kemasan kecil. Ironisnya, hal itu menunjukkan bertambahnya pemakai baru.
Pemain lama (walau di dalam penjara), selalu menjadi pemasok rutin. Bisa dipastikan, transaksi dengan sindikat internasional, juga dilakukan melalui sambungan komunikasi. Pembayarannya (pasti pula) dilakukan oleh boreg yang memperoleh “titipan” modal dari bandar gede. Faktanya, TPPU dilakukan oleh bandar gede dengan cara menyokong usaha etnis tertentu. Tak terkecuali usaha property (perumahan), membuka usaha tempat hiburan, sampai toko emas.
Usaha property (dan penguasaan lahan) merupakan bisnis paling menguntungkan. Begitu pula usaha tempat hiburan malam, sekaligus sebagai perluasan peredaran narkoba. Karena ke-darurat-an itu pula, BNN perlu menggunakan “pedang sosial” melibatkan tokoh masyarakat (khususnya ulama pesantren). Tidak perlu khawatir menggunakan istilah “non-pribumi.” Karena kenyataannya, bandar gede hampir seluruhnya non-pribumi.
Saat ini sudah lebih dari 4 juta orang “pemakai” menjalani rehabilitasi. Sepertiganya tidak tertolong. Diskotek dan arena hiburan malam menjadi terminal peredaran narkoba. Karena itu diperlukan cara lebih sistemik, terstruktur dan masif melawan narkoba. Termasuk menjatuhkan vonis maksimal, serta tanpa grasi. Karena terbukti, grasi tidak bermanfaat. Sehari, 50 jiwa melayang karena narkoba! Ini korban penyalahgunaan zat psikotropika terbesar di dunia.
Memberantas penyalahgunaan narkoba, darus diakui, diperlukan personel penegak hukum bermental “setengah malaikat.” Hal itu disebabkan boreg bandar gede memiliki modal besar untuk menyuap petugas. Juga diperlukan penguatan undang-undang (UU) pemberantasan penyalahgunaan narkotika. Setidaknya melalui revisi UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Antaralain dengan mempercepat pelaksanaan proses hukum. Misalnya memperkuat pasal 114 ayat (2) hukuman mati, dengan percepatan eksekusi.
Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances (tahun 1988). Yakni secara lex specialist melalui UU No 7 tahun 1997. Konvensi internasional memberi label khusus perdagangan obat narkotika dan bahan psikotropika sebagai kejahatan serius. Pada pasal 3 ayat (6) diharapkan setiap pemerintah memastikan pengenaan sanksi yang maksimum.

——— 000 ———

Rate this article!
Awas Darurat Narkoba,5 / 5 ( 1votes )
Tags: