Awas Narkoba Akhir Tahun

Bulan November – Desember, konon menjadi puncak kegiatan stockist (bandar) narkoba, dan miras. Sudah terbukti, pelabuhan Sultan Haji di Kepulauan Riau, menggagalkan pengiriman ribuan pil ekstasi. Itu sebagai persiapan menjelang liburan akhir tahun, yang biasanya dimeriahkan dengan berbagai pesta. Pelabuhan kini menjadi incaran sindikat internasioanl peredaran narkoba (dan miras). Termasuk yang oplosan.
Tempat hiburan, seyogianya dilengkapi alat deteksi narkoba. Tak terkecuali di lapangan terbuka, Polri mesti lebih siaga. Tetapi yang tak kalah vital, adalah di dalam Lapas (penjara). Khusus Lapas, mesti dilakukan audit strelisasi. UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, mesti ditegakkan secara rigid. Begitu pula PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tatacara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Mensejajarkan bandar narkoba dengan terorisme.
Sehari, 50 jiwa melayang karena narkoba!Ini korban penyalahgunaan zat psikotropika terbesar di dunia. Karena itu wajar Presiden menyatakan Indonesia dalam situasi darurat narkoba (sejak tahun 2015 lalu). Juga tidak sudi memberi ampunan, permohonan grasi akan ditolak. Pengedar narkoba selama ini tetap menjalankan bisnis haramnya, walau sudah meringkuk dalam penjara. Seluruh Kepala Daerah di Indonesia diminta satu kata, satu barisan perang melawan narkoba.
Saat ini sudah lebih dari 4 juta orang “pemakai” menjalani rehabilitasi. Sepertiganya tidak tertolong. Diskotek dan arena hiburan malam menjadi terminal peredaran narkoba. Karena itu diperlukan cara lebih sistemik, terstruktur dan masif melawan narkoba. Termasuk menjatuhkan vonis maksimal, serta tanpa grasi. Tidak sudi memberi grasi, merupakan hak presiden. Berdasar pengalaman, grasi yang diberikan (melalui Keppres) nyata-nyata tak berguna.
Itulah yang menggemaskan, sehingga seluruh dunia men-dendam kepada bandar narkoba. Sampai PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) menerbitkan konvensi khusus ani-narkoba.Yakni, United Nations Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances (tahun 1988). Indonesia telah meratifikasi konvensi dunia tersebut, melalui UU No 7 tahun 1997.Dalam Pasal 3 ayat (6) disebutkan bahwa pemerintah harus memastikan pengenaan sanksi yang maksimum.
Tetapi peredaran narkoba belum menampakkan hasil positif, bahkan makin “meng-gila.” Antaralain, disebabkan penagakan hukum yang buruk. Vonis pengadilan sering tidak membuat jera, karena tidak menjatuhkan hukuman maksimal. Di dalam penjara pun dilakukan penyuapan. Terutama menyuap untuk terbitnya remisi (pengurangan hukuman) dan grasi dari presiden.
Berdasar catatan BNN, 70% peredaran narkoba dikendalikan dari balik jeruji penjara. Dalam keseharian di penjara, bandar gedejuga disapa dengan panggilan bos. Karena sebagian kegiatan lapas dibiayai oleh napi bos narkoba. Hasil penjualan narkoba akan diputar (dengan modus pencucian uang) di berbagai perusahaan resmi atau pasar modal. Maka mafia narkoba semakin memiliki cukup modal untuk berkembang, terutama ongkos menyuap penegak hukum.
Penegakan hukum kasus narkoba harus dengan hukuman maksimal yang men-jera-kan. Bisa mencegah calon bandar yang baru. Misalnya dengan pasal 114 ayat (2) UU Nomor 35 tahun 2009, hukuman mati. Bahkan terdapat perintah UU Narkotika tahun 2009, untuk membuat jera. Yakni, pasal 116 yang mengamanatkan “pemiskinan” pelaku perdagagan narkoba.
Tetapi kenyataan pula, segala bentuk hukuman tidak menjerakan. Toh di dalam Lapas, bisa hidup mewah dan aman. Juga masih bisa efektif mengendalikan bisnis haramnya. Bisa memperoleh remisi dan grasi pula. Publik (masyarakat luas) niscaya menjadi penilai, apakah seorang bandar gede telah cukup bekerjasama membongkar jaringan narkobanya.
Masa kini, masyarakat akan menjadi “juri” pemberian remisi. Manakala cuma akal-akalan bernuansa suap, remisi (maupun grasi) bisa dibatalkan.

———- 000 ————

Rate this article!
Awas Narkoba Akhir Tahun,5 / 5 ( 1votes )
Tags: