Awas , Radikalisme Sasar Usia Pelajar

Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Brigjen Pol Herman Chaidir memberikan pemaparan dalam rembug kebangsaan FKPT Jatim di Hotel Elmi Surabaya, Kamis (9/3). [adit hananta utama/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Radikalisme sebagai cikal bakal aksi terror secara umum banyak menyasar pemuda di bawah usia 30 tahun. Tidak hanya mahasiswa, di kalangan pelajar hal tersebut justru lebih memprihatinkan. Karena hasil penelitian Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LAKIP) menunjukkan, 50 persen yang setuju atas tindakan radikal atas nama agama adalah pelajar SMA.
Jumlah tersebut diakui Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Brigjen Pol Herman Chaidir sebagai yang tertinggi dari jenjang pendidikan lainnya. Termasuk mahasiswa yang selama ini dianggap sebagai salah satu wadah perekrutan.
“Pola perekrutan yang dilakukan kelompok radikal ini semakin berkembang. Mereka sudah banyak memanfaatkan perkembangan teknologi informasi,” terang dia usai mengikuti Rembug Kebangsaan yang diikuti kalangan tenaga pendidik dan tokoh perempuan di Jatim, Kamis (9/3).
Chaidir mengakui, media sosial seperti facebook, twitter dan lainnya menjadi alat yang efektif untuk mempropaganda kalangan anak anak muda khususnya kalangan siswa SMA. “Baiat untuk mencari pengantin pun saat ini sudah bisa dilakukan secara online,” terang dia.
Potensi yang cukup besar untuk dimasuki jaringan radikal adalah anak anak yang membentuk kelomok kelompok ekslusif. Termasuk diantaranya adalah kelompok pengajian dan lainnya. Bahkan ada kelompok seperti itu yang pihak guru saja tidak bisa masuk. “Kelompok seperti inilah yang perlu di waspadai karena mudah disusupi,” katanya.
Untuk penanggulangan, dia menandaskaan peran guru dan perempuan sangat penting. Ibu-ibu yang sering kali dianggap menurut dengan apa yang dilakukan suami mereka, maka diminta untuk mengambil sikap tegas ketika faham seperti ini mulai masuk. “Kami mengajak mereka untuk berpikir secara arif bijaksana, bagaimana menjalankan agama itu sebaik-baiknya,” katanya.
Sementara itu, Ketua Bidang Pemberdayaan Pemuda dan Perempuan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jatim Hesti Armiwulan mengatakan, perkembangan terorisme di Indonesia cukup dinamis. Jika semula terror dilakukan secara terorganisir dengan ancaman skala besar. Kini terror bisa dilakukan sendiri dan skala kecil. “Seperti panci yang sudah heboh dijadikan bom, racun kimia. Apapun dilakukan untuk menakut-nakuti,” pungkas dia. [tam]

Rate this article!
Tags: