Babak Baru Kasus “Papa Minta Saham”

Syaprin ZahidiOleh :
M. Syaprin Zahidi, M.A.
Dosen pada Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang dan Peneliti di Maycomm.

Persidangan di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)  tentang kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang sudah dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto (saat ini populer di publik dengan sebutan “Papa Minta Saham”) sudah berlangsung dua kali dan apa yang dihasilkan?
Ini tentu menjadi perhatian publik dan menjadi pertaruhan serius bagi para anggota MKD yang terhormat dalam menjaga kehormatan DPR. Sebagaimana dijabarkan oleh salah satu pengamat hukum yaitu Mahfud M.D. (Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi) bahwa target dari persidangan MKD ini adalah untuk memeriksa apakah terjadi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto atau tidak dan tidak pada ranah menentukan terjadi pelanggaran pidana atau tidak. Penjabaran dari Mahfud MD tersebut sudah sangat betul tentunya jadi yang diinginkan oleh publik adalah keputusan secepatnya dari MKD mengenai kasus ini.
Jika kita cermati pernyataan dari salah satu wakil ketua MKD yaitu Junimart Girsang yang mengakui bahwa ada indikasi pelanggaran kode etik berat dalam perkara lobi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Maka menurutnya sesuai tata cara persidangan di MKD dan UU Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) kami mendorong di bentuknya tim panel. Pernyataan Junimart Girsang itu menunjukkan pada kita bahwa kemungkinan besarnya adalah akan dikenakannya vonis pelanggaran etik berat pada Setya Novanto. kalaupun dipecat itu menurut penulis menjadi vonis paling berat dari MKD.
Lalu bagaimana dengan reaksi Partai Golkar melihat kader partainya yang terlibat dalam kasus ini?. Sebagaimana dijabarkan oleh Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo yang mengatakan pihaknya sudah menyiapkan antisipasi bila Novanto dinyatakan melanggar etik berat. Ia juga mengatakan yang paling penting Golkar tidak menjadi musuh bersama masyarakat. Bambang sendiri menyatakan bahwa peluang Novanto untuk mendapatkan sanksi ringan sudah tertutup. Hal ini dikarenakan sebelumnya Novanto sudah diputus bersalah dan mendapatkan sanksi ringan dari MKD karena kasus pertemuannya dengan bakal calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Memang terlihat sekali menurut penulis bahwa Partai Golkar sangat berkepentingan untuk mendengar aspirasi publik apalagi dengan Pilkada yang semakin dekat bisa-bisa suara Golkar turun karena kasus ini.
Apakah nanti pada akhirnya setelah Setya Novanto dinyatakan bersalah dan melanggar kode etik oleh MKD serta mendapatkan sanksi berat seperti pemecatan maka kasus ini akan berakhir?. Menurut penulis tidak, karena bisa dikatakan sudah ada indikasi kearah pemufakatan  tindakan korupsi dari bukti rekaman percakapan Setya Novanto, Maroef Sjamsoeddin dan Muhammad Riza Chalid tersebut. Indikasi inilah yang menjadi patokan dari Kejaksaan Agung untuk akhirnya memeriksa Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Sebagaimana diungkapkan oleh Jaksa Agung HM Prasetyo yang menyatakan bahwa bukti berupa rekaman percakapan yang diserahkan oleh Maroef Sjamsoeddin sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Jaksa Agung juga menyatakan bahwa rekaman percakapan tersebut bukanlah laporan biasa. Didalamnya sudah terdapat pemufakatan jahat. Ia menyimpulkan bahwa dalam percakapan tersebut sudah terjadi kesepakatan untuk melakukan korupsi. Dia sendiri menyatakan bahwa penetapan seseorang menjadi tersangka tidak harus menunggu proses di MKD selesai bisa jadi dalam beberapa pekan kedepan setelah semua saksi dipanggil kejaksaan dapat mengumumkan tersangka dalam kasus ini.
Di lain pihak Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan memang sudah menjadi tugas dari kejaksaan untuk mengusut segala tindakan pelanggaran hukum. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti juga mengaku telah mendengar rekaman tersebut dan menyatakan bahwa kemungkinan adanya pemufakatan jahat dalam rekaman percakapan tersebut bisa dibuktikan. Berdasarkan kondisi diatas menurut penulis kemungkinan terbaru dari kasus “Papa Minta Saham” ini adalah akan didakwanya Setya Novanto, Maroef Sjamsoeddin dan Muhammad Riza Chalid dengan dakwaan tindak pidana korupsi. Walaupun kemungkinan besar terdakwa utama dalam kasus ini adalah Setya Novanto.
Dakwaan pada Setya Novanto dapat didasarkan pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No 20 Tahun 2001, Pasal 12 Huruf e (Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999) yang menyatakan: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Dari pasal tersebut dapat kita interpretasikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Setya Novanto sudah sangat jelas masuk dalam kategori tindak pidana korupsi dikarenakan sebagai penyelenggara negara Setya Novanto telah menyalahgunakan kewenangannya untuk berupaya memperkaya dirinya sendiri dalam pertemuan dengan Maroef Sjamsoeddin dan Muhammad Riza Chalid tersebut.
Jika benar nanti pada akhirnya Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka korupsi pada kasus ini. maka ini tentunya akan menjadi satu hal yang sangat memprihatinkan bagi dunia perpolitikan di Indonesia karena untuk kesekian kalinya ternyata anggota DPR kita yang terhormat telah membuat masyarakat Indonesia menjadi muak dengan perilaku mereka. Hal ini menurut penulis tentu sangat ironis karena kalau kita telusuri Propinsi yang menjadi asal daerah  pemilihan dari Setya Novanto adalah NTT yang mengalami banyak masalah ekonomi di dalamnya seperti masalah air bersih, pekerjaan dan lain sebagainya. Namun, ternyata orang yang mereka pilih untuk mewakili mereka di DPR dan terpilih juga menjadi ketua DPR malah menyalahgunakan kepercayaan tersebut untuk memperkaya dirinya sendiri.
Harapan Penulis kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi para anggota DPR lainnya agar selalu ingat bahwa mereka adalah wakil kita yang tugas utamanya adalah memperjuangkan aspirasi kita. Mudah-mudahan kasus “Papa Minta Saham” ini menjadi suatu pembelajaran bagi para wakil rakyat tersebut. Semoga.

                                                                                                               ———- *** ———-

Tags: