Backpacker Jadi Pilihan, Menantang Padang Pasir dengan Motor Bebek

Banyak pilihan untuk bisa menikmati Gunung Bromo, salah satunya dengan gaya backpacker bagi yang berkantor cekak.

Banyak pilihan untuk bisa menikmati Gunung Bromo, salah satunya dengan gaya backpacker bagi yang berkantong cekak.

Menikmati Eksotisme Bromo dengan Gaya Berbeda
Kota Surabaya, Bhirawa
Bromo, keindahan kawasan pegunungan Tengger ini tidak diragukan lagi. Setiap hari ratusan bahkan ribuan traveler dari seluruh pelosok Tanah Air hingga mancanegara datang untuk menyaksikan salah satu eksotisme serpihan surga di Provinsi Jatim ini.
Ada banyak cara untuk menikmati keindahan kawasan Gunung Bromo. Mulai dari style turis, flashpacker, maupun backpacker. Buat kamu yang punya budget minim, tentu ala backpacker bisa menjadi pilihan.
Bagi backpacker yang berniat ke Bromo, untuk menuju ke objek wisata ini bisa memilih jalur Nongkojajar, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan. Menurut para backpaker yang acap menggunakan transportasi motor, akses menuju Bromo lewat Nongkojajar lebih menantang karena jalan berkelok dan naik turun. Tak hanya itu, sepanjang perjalanan mata juga akan disuguhi pemandangan yang mengundang decak kagum.
Dan betul, dibalut kabut tipis, keindahan alam Kecamatan Tutur ini bersemayam. Kombinasi apik aroma hutan pinus dan sejuknya hawa pegunungan mengisi rongga-rongga yang sebelumnya penuh asap dan pulusi, menciptakan sensasi segar luar biasa. Tanah pertanian terhampar di sepanjang perjalanan, hijaunya berpadu sempurna dengan paparan biru langit. Sungguh memanjakan mata.
Setelah puas adventure mendaki Gunung Bromo melalui Nongkojajar dengan jarak tempuh 3 jam dari Surabaya, sampailah di tempat tujuan yakni Puncak Penanjakan. Di tempat ini, kalangan backpacker bisa bertemu seorang penjaga warung yang biasa disapa Pak Wanto. Warung Pak Wanto memang kerap menjadi jujukan backpacker saat sampai di Puncak Penanjakan. Dia juga ramah melayani backpacker yang datang kesana.
Karena menjadi jujukan, Pak Wanto juga bisa bercerita banyak seputar Bromo. Termasuk salah satunya  mahalnya tiket masuk kawasan Bromo yang mayoritas dikeluhkan para pelajar dan mahasiswa.
Untuk diketahui saat ini tiket masuk sebesar Rp 27.500 per orang. Rinciannya, Rp 25 ribu untuk karcis dan Rp 2.500 untuk asuransi. Sedangkan untuk wisatawan mancanegara mencapai Rp 217 ribu . Itu untuk hari kerja.
Tapi ketika hari libur, tarif tiket masuk Bromo naik hingga 150 persen. Dengan demikian, tarif tiket masuk Bromo untuk wisatawan nusantara menjadi Rp 32.500 per orang, sedangkan wisatawan mancanegara dikenai tarif masuk Rp 317.500 per orang.
“Biasanya yang mengeluh itu para mahasiswa. Kalau mereka datangnya rombongan mencapai 20 orang, kan harus mengeluarkan uang Rp 650 ribu lebih kalau saat liburan. Seharusnya ada perbedaan tiket, antara pelajar atau mahasiswa dengan umum,” kata Pak Wanto.
Di hadapan backpacker dari Surabaya dan sekitarnya, Pak Wanto menginformasikan lokasi yang pas untuk mendirikan tenda sebagai tempat menginap. Letaknya sangat strategis, di bibir Puncak Penanjakan. Saat siang hari dengan cuaca cerah, kawah Gunung Bromo, Gunung Batok dan Gunung Semeru hingga lautan pasir terlihat sangat jelas di area ini.
Namun jika malam hari berada di Puncak Penanjakan, traveler harus berhati-hati karena tidak ada sama sekali penerangan. Sangat disarankan untuk membawa senter. “Kalau malam ya begini, tidak ada lampunya. Gelap. Yang terang hanya warung saya saja. Sebab warung yang lain baru buka sekitar pukul 1 pagi,” kata Pak Wanto.
Malam pun beranjak, cuaca di Puncak Penanjakan mulai terasa dingin. Jaket tebal yang digunakan backpacker tak mampu menahan dinginnya cuaca malam itu. Beruntungnya di warung Pak Wanto telah disiapkan arang untuk menghangatkan badan.
“Kalau pada awal tahun seperti sekarang dinginnya tidak seberapa. Tapi kalau sekitar  Agustus hingga September baru puncaknya dingin. Terkadang sampai turun salju. Banyak butiran salju berwana putih di pohon,” terang Pak Wanto, warga asli Pasuruan ini.
Setelah waktu menunjukkan pukul 3 pagi, satu demi satu mobil jeep pengantar wisatawan mulai datang ke Puncak Penanjakan untuk melihat sunrise atau matahari terbit. Hari itu, perkiraan jumlah wisatawan mencapai ribuan orang, meski kata Pak Wanto jumlah ini tidak seberapa jika dibandingkan saat musim liburan panjang. Jumlah wisatawan akan lebih banyak lagi.
Setelah puas menikmati matahari terbit dan pemandangan Bromo yang tampak sempurna dari Puncak Penanjakan, sejumlah backpacker dari Surabaya  melanjutkan menuju padang pasir. Membelah padang pasir diakui mereka menciptakan adrenalin yang berbeda. Apalagi kendaraan yang digunakan motor bebek dan matic bukan motor trail yang beroda kasar. Mereka harus berhati-hati. Sebab beberapa kali ban motor terselip pasir.
“Ini baru namanya adventure. Menikmati padang pasir Bromo dengan cara berbeda. Sangat menantang dan menguras tenaga. Tentu kalau naik mobil jeep tidak akan bisa seperti ini (terselip). Puas pokoknya,” kata Tauriq, salah seorang backpacker dari Surabaya.
Bagi yang tidak suka menaiki 250 anak tangga untuk menuju kawah Bromo, perjalanan  bisa langsung dilanjutkan ke bukit teletubbies dan padang rumput savana untuk berfoto-foto.
Khusus di padang rumput savana, terlihat para turis lokal maupun mancanegara berfoto-foto dan mengabadikan keindahan lembah berwarna hijau tersebut. Bahkan di antara mereka ada yang sedang membuat foto prewedding.
Jika sudah puas menjelajah Bromo, untuk balik ke Surabaya backpacker bisa pulang melewati rute Tumpang, Kabupaten Malang. Sama seperti melalui jalur rute Nongkojajar, lewat Tumpang aksesnya juga cukup menantang. Jalur berkelok, melewati jurang dan membelah hutan.
Namun jalur yang dilewati infrastruktur jalannya sudah beraspal bagus. Jadi jangan khawatir, bagi traveler yang ingin backpacker ke Bromo menggunakan  motor. Yang penting tingkatkan kewaspadaan dan siapkan kendaraan. [Zainal Ibad]

Tags: