Bagai Winter van Java

Musim dingin sejak awal bulan Juli, kini makin terasa bagai menerobos kulit, menggetarkan persendian. Beberapa daerah bersuhu panas, kini dinginnya setara ruangan ber-AC, mencapai 22 derajat Celsius pada malam hari. Warga kota Surabaya, Semarang, dan pantura Jawa lainnya menikmati hawa super sejuk. Lebih lagi pada daerah yang biasa dingin, bisa menikmati fenomena (alam) embun es di tiap pepohonan. Alam nampak lebih indah.
Kecerahan langit pada malam hari menunjukkan tren penurunan suhu udara di dataran rendah. Kawasan pantai utara (pantura) Jawa, tersapu angin tenggara berasal dari Australia. Itu yang menyebabkan musim kemarau saat ini lebih dingin. Menurut BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), hawa sangat dingin menandakan puncak kemarau. “Produksi” awan oleh langit sangat sedikit. Sehingga hawa panas yang dilepas bumi menguap bebas, tidak dipantulkan.
Pada kawasan pantai, suhu udara (luar ruang) pada malam hari mencapai 24 derajat Celsius. Turun sampai 11 derajat dibanding bulan Mei – Juni. Sedangkan kawasan dataran tinggi mengalami tekanan udara lebih berat, lebih dingin. Di kawasan Lembang (Bandung) mencapai 12 derajat. Di kota Batu (Malang Raya), suhu rata-rata malam hari mencapai 14 derajat. Bahkan di dataran tinggi Dieng (Banjarnegara, Jawa Tengah), telah muncul embun es.
Bersamaan dengan pagelaran Dieng Culture Festival 2018, puluhan tenda wisatawan telah didirikan. Tetapi udara dingin (dibawah 5 derajat) menyergap. Banyak tenda dibongkar, pindah ke penginapan yang memiliki penghangat. Konon Dieng, bagai winter seasonvan Java (musimdingin). Candi Arjuna, terlapisi embun beku, bukit Sikunir, bagai ber-uban. Tetapi bun upas (embun beku) juga menyebabkan saluran air dari danau TelagaCebong, mampat.
Suhu paling rendah (ekstrem), terjadi di kawasan Bromo (Probolinggo, Jawa Timur), bisa mencapai 1 derajat Celsius. Juga di kawasan Semeru (Lumajang), di pos Rakum, telah terhampar embun es di seluruh rumput, dan daun pepohonan. Danau Ranukumbolo (pada ketinggian 2389 meter dpl), semakin ramai disesaki pendaki untuk berlama-lama istirahat minum kopi. Sembari menikmati langit cerah bertabur bintang.
Namun sesungguhnya, suhu rendah di dataran tinggi (pegunungan) bisa menjadi periode masa sulit. Kebun sayur (terutama kentang) sangat rentan terhadap embun beku. Sehingga masyarakat Dieng, menyebut sebagai bun upas (embun beracun). Telur bakal larva, juga menyebar pada musim dingin puncak musim kemarau, merasuki tanaman kol. Walau tidak gagal panen, tetapi harga kol akan merosot.
Kemarau akhir (Agustus sampai Oktober) menjadi panen raya hortikultura. Maka diharapkan, hujan belum akan turun. Begitu juga embun upas, tidak diharapkan. Karena suplai air tanaman hortikultura biasa disuplai “dari bawah.” Yakni, dari aliran danau punggung gunung. Misalnya, dataran tinggi di Tawangmangu, Solo, disuplai dari Telaga Sarangan. Di Dieng, disuplai Telaga Cebong. Serta di kawasan Semeru terdapat danau Ranukumbolo.
Pada dataran rendah (kawasan pantai), penurunan suhu udara ditandai langit cerah, disertai landai-nya tiupan angin, berkecepatan 7 hingga 11 kilometer per-jam. Nelayan lebih nyaman melaut. Karena laut tenang, tinggi gelombang hanya sekitar 0,2 meter. Tetapi pada akhir pekan nanti, kewaspadaan mesti ditingkatkan. BMKG, mendeteksi penampakan badai Shanshan di SamuderaPasifik. Bisa menyebabkan gelegak ombak mencapai 4 meter (dengan kecepatan 36 – 50 kilometer per-jam).
Fenomena semakin menurunnya suhu udara dalam lima tahun terakhir, menjadi pencermatan pemerhati klimatologi. Karena perbedaan ekstrem suhu antar musim (sampai 11 derajat Celsius), memiliki konsekuensi ke-iklim-an. Hal yang sama terjadi di belahan bumi lainnya.

——— 000 ———

Rate this article!
Bagai Winter van Java,5 / 5 ( 1votes )
Tags: