Bagi Hasil Terminal Purabaya Tak Berdasar Hukum

Terminal PurabayaDPRD Surabaya,Bhirawa
Rumitnya penyelesaian bagi hasil Terminal Purabaya antara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo, membuat komisi A DPRD Kota Surabaya kembali menggelar Dengar Pendapat (Hearing) dengan dinas terkait untuk segera menyelesaikan permasalahan ini.
Dalam hearing kali ini, komisi A telah mengundang ahli Pakar Tata Negara, Prof. Eko Sugitariyo untuk meminta pengarahan dan bagaimana mencari solusi terbaik tentang bagi hasil terminal terbesar di Surabaya itu. Sebab, selama ini pemkot Surabaya dan DPRD Kota Surabaya cukup merasa kebingunggan terkait pemecahan bagi hasil ini dengan pemkab Sidoarjo.
Prof Eko mengatakan, dirinya selama ini belum mengetahui proses perjanjian yang dilakukan Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo, dan apa yang menjadi acuan sehingga keduanya menyepakati sebuah perjanjian tanpa di dasari landasan hukum. Menurutnya, perjanjian tersebut sangat tidak masuk akal.
“Saya nggak tau bentuk perjanjian ini. Apakah hukum publik atau hukum privat yang pasti semuanya harus digunakan untuk bertujuan sebagai pelayanan publik. Maka itu lah perlu ada kesepahaman dan perjanjian tersebut harus ada acuanya,” ujarnya Senin (1/12/2014).
Eko menuturkan, tujuan adanya landasan hukum ialah berfungsi untuk mengetahui perjanjian tersebut mencerminkan keadilan atau tidak. Sebab, sebuah perjanjian atau kerjasama jika salah satunya merugi itu dinamakan bukan kerjasama. Jadi hal ini perlu diteliti lebih dalam.
“Kalau saya lihat perjanjian bruto (kotor) ini sangat aneh. Dimana-mana kalau dibilang kerja sama ya harus dihitung Nettonya (bersihnya) bukan hasil dari brutonya. Sekali lagi saya katakan ini sangat aneh. Kalau bruto yo kuat-kuato ae pemerintah surabaya mbayari,” tegas Eko.
Lebih lanjut, Eko memaparkan, untuk bangunan dan reklame di terminal Purabaya tersebut juga harus diteliti lebih dalam. Apakah milik Pemkot Surabaya atau milik Pemkab Sidoarjo. Sebab, dirinya menjelaskan, jika itu milik aset Pemkot Surabaya tidak mungkin berdiri diatas wilayah Sidoarjo ini harus melihat undang-undangnya.
“Kalau saya menyarankan, lebih baik terminal Purabaya harus di relokasi saja agar tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan, kan kita punya terminal Osowilangion (TOW) kita pindah saja kesana dari pada masalah ini tidak ada titik temunya,” saranya.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Herlina Harsono Njoto mengatakan, memang selama ini dewan beserta pemkot Surabaya merasa bagi hasil ini sangat tidak adil. Maka dari itu DPRD Surabaya masih terus menggodok untuk menemukan jalan keluar yang terbaik bagi kedua pihak.
“Memang kalau dirasakan tidak adil ya, memang tidak adil. Makanya kami juga berharap untuk meriview ulang perjanjian ini. Tapi kok kayaknya Sidoarjo tidak mau melakukan review ulang dan tetap mengiginkan perjanjian semula yaitu 70 – 30 (70 Surabaya, 30 Sidoarjo) dengan hasil bruto,” pungkasnya. [gat]

Tags: