Bagi Lahan dengan Kopi, Bondowoso Komitmen Kembangkan Tape

Sekda Bondowoso Drs H Hidayat Msi menegaskan pemkab tetap mengembankan tape. [Samsul tahar]

Sekda Bondowoso Drs H Hidayat Msi menegaskan pemkab tetap mengembankan tape. [Samsul tahar]

Bondowoso, Bhirawa
Pemkab Bondowoso saat ini tengah berupaya mengembangkan kopi dengan mengkampanyekan ‘Bondowoso Republik Kopi’. Namun disisi lain pemkab juga terus berupaya mengembangkan tape yang selama ini sudah menjadi produk andalan daerah tersebut.
Sekretaris Derah (Sekda) Bondowoso Drs H Hidayat Msi menegaskan komitmen pemkab untuk mengembangkan potensi usaha tape manis sebagai makanan khas daerah.  Gencarnya Pemkab Bondowoso mengkampanyekan “Bondowoso Republik Kopi” sempat menimbulkan kekuatiran para pelaku usaha tape Bondowoso.
Namun kekuatiran ini tidak terbukti setelah pemkab menyampaikan komitmennya untuk mengembangkan tata kelola usaha tape khas Bondowoso dengan mengumpulkan para pelaku usaha tape yang ada di Bondowoso bertempat di Graha Sabha Bhina Pemkab Bondowoso.
“Kalaupun saat ini kami gencar mensosialisasikan Republik Kopi karena memang potenbsinya luar biasa, Pemerintah Kabupaten Bondowoso tidak akan meninggalkan tape, “ kata Hidayat, Senin (27/6).
Hidayat mengakui saat ini banyak yang protes tentang gencarnya sosialisasi Republik kopi, sehingga Penegasan ini menanggapi keresahan para pelaku usaha makanan khas Bondowoso ini  yang bertemu dengan pihak Pemkab setempat.
Hidayat menyampaikan, Pemkab akan mengupayakan penataan hulu hingga hilir, termasuk peningkatan lahan dan kualitas produk agar dapat bersaing secara kompetitif.
Untuk itu, lanjutnya, akan dikembangkan pertanian klaster singkong sebagai bahan dasar pembuatan tape. Konsep klaster mengadopsi pola yang dikembangkan pada petani perkebunan kopi
Pemkab Bondowoso tidak membedakan perlakuan kepada masyarakat pelaku usaha. “Tidak ada perbedaan perlakuan kopi dan tape. Jangan ada kecemburuan karena kopi,” tandasnya.
Menurut data yang dimilikinya, tercatat  ada 157 usaha home industry tape Bondowoso. Kebutuhan singkong untuk diolah menjadi tape mencapai 2 ton setiap harinya.
Dalam setahun, diperkirakan kebutuhan singkong sebesar 114 ton. Sementara ketersediaan stok bahan baku, baru bisa dipenuhi 96 ribu. Kekuranganya, menurut Hidayat yang perlu dipikirkan jalan keluarnya.
“Perlu ada penentuan daerah yang dijadikan atau dipertahankan sebagai basis produsen singkong,” ungkapnya.
Dirinya juga menyampaikan jika areal yang menjadi lahan penanaman singkong sangat berbeda dengan lahan penanaman kopi, areal penanaman kopi berada di sekitar lereng ijen, raung dan arogopuro berdasar sertifikat Indikasi Gegorafis (IG) yang dimiliki, sedangkan areal penanaman singkong arealnya pada lahan datar bahkan lereng bukit yang saat ini cukup tersedia.
“Kalaupun memang diakui saat ini ada banyak lahan petani yang lebih memilih ditanami sengon, tetapi dengan  melihat potensi bisnis tape yang tetap besar, saya yakin akan tetap menjadi pilihan masyarakat,” pungkasnya. [har]

Tags: