Bahagia Bersama Keluarga, Geser Konsep Kebahagiaan Karena Uang

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) gelar seminar online “Antara Uang dan Kebahagiaan”

Surabaya, Bhirawa
Kondisi pandemic Covid-19 memungkin adanya pergeseran pandangan atas konsep kebahagiaan . Selama ini ukuran kebahagian masing-masing orang cukup beragam namun lebih banyak terarah pada penanan kondisi keuangan.
Masa pandemic Covid-19 yang mengharuskan masyarakat membatasi pergerakan ke luar termasuk bekerja dinilai akan menggeser konsep kebahagiaan dari pemenuhan kebutuhan fisik ke pemenuhan psikologis.
Dosen Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) Honey Wahyuni Sugiharto Elgeka, menuturkan uang menjadi bagian dari kebutuhan dasar manusia yang ada di posisi physiological. Menurutnya, hal tersebut bisa terjadi karena ketika seseorang mempunyai uang maka semua kebutuhan dasar dapat terpenuhi.
“Ketika kebutuhan fisik ini terpenuhi maka kebutuhan psikologi seperti safety, love and belonging, esteem, dan self-actualization juga terpenuhi,” tutur dalam seminar online dengan tema Antara Uang dan Kebahagiaan, Kamis (7/5).
Namun, jika melihat kondisi pandemi Covid-19 saat ini, kata Honey, uang bukan sebagai sumber kebahagiaan. Ia berpendapat bahwa meluangkan waktu untuk keluarga juga dapat membantu seseorang mendapatkan kebahagiaan sekaligus menghemat pengeluaran.
“Untuk itu kita perlu memiliki perspektif yang benar mengenai penggunaan uang dan mencari kebahagiaan jangka panjang yaitu eudaimonia,” tegasnya.
Hal lain seputar kebahagian juga dipaparkan dosen Psikologi Ubaya Taufik Akbar Rizqi Yunanto. Ia menilai ketika ekonomi masyarakat sedang baik, hal itu justru memicu tingkat stress. Meskipun kebutuhan dasar terpenuhi, akan tetapi belum merasa puas.
“Kepuasan itu hal yang tidak akan bisa kita penuhi karena sifatnya hanya sesaat. Ini disebabkan oleh manusia yang selalu ingin lebih dan tidak pernah merasa cukup. Kita akan bahagia kalau kita dapat membuat orang lain bahagia. Jadi bahagia dengan berbagi tanpa menjatuhkan orang lain,” tambahnya.
Ditambahkan Taufik, kunci agar tetap dapat bahagia dalam perpektif psikologi positif ialah perlu adanya pengendalian emosi dalam diri. Hal ini dapat di atasi dengan cara menyeimbangkan antara emosi positif dan negatif.
“Jadi yang membuat kita tidak bahagia itu sebenarnya karena kita melakukan blocking terhadap emosi,” tuturnya.
Taufik juga mengatakan bahwa pembangunan relasi pada keluarga pun turut penting agar antar anggota keluarga dapat saling terbuka satu sama lain. [ina]

Tags: