Bahas RUU Pesantren, Komisi E Berharap Ada Sinkronisasi Kemenag-Dinas Pendidikan

DPRD Jatim, Bhirawa
Komisi E DPRD Jatim mengapresiasi langkah DPR RI yang menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan untuk dibahas. Dalam pembahasan nanti, Komisi E berharap ada sinkronisasi antara kantor wilayah Kementerian Agama dengan Dinas Pendidikan.
Anggota Komisi E DPRD Jatim Agus Dono Wibiwanto menjelaskan selama ini alokasi anggaran APBD Jatim hanya diperuntukkan sekolah-sekolah negeri. Sementara untuk sekolah swasta, terutama pondok pesantren bantuannya berwujud hibah atau baksos yang jumlahnya sangat terbatas. Maka sejak awal DPR harus memutuskan pendidikan keagamaan harus bagaimana, sehingga tidak ketinggalan karena mekanisme aturan.
“Dana hibah terbatas. Apalagi Jatim cukup luas dan besar, ada 6.600 kecamatan. Maka nanti harus ada sinkronisasi antara Kemenag dengan Dinas Pendidikan karena pesantren di bawah Kementerian Agama ,” kata Agus Dono, Rabu (24/10) kemarin.
Komisi E, kata Agus Dono, menilai keputusan DPR setujui RUU Pesantren untuk dibahas sangat bijaksana. Mengingat pesantren menjadi pilar dasar masyarakat untuk mendidik anaknya. Maka jika ada stigma lulusan pesantren kurang maksimal dan sulit mencari pekerjaan, DPRD memastikan itu hanya stigma dari masyarakat saja.
“Lulusan pesantren memiliki kompetensi terutama ketaatan terhadap aturan yang sudah disiapkan, ketaatan mereka terhadap waktu, nggak ada lulusan pesantren salat lima waktu molor. Inilah potensi yang harus dilihat perusahaan lain,” pintanya.
Selain ketaatan, lanjut dia, lulusan pesantren juga memiliki kompetensi Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Tantangan pesantren yang serius adalah bagaimana proses yang menjadi edukasi sudah diciptakan menjadi pasar kepada semua komponen bangsa terutama para pengusaha pemilik modal yang ingin investasi di Indonesia. Apalagi adanya bonus demografi pada 2019, tambah Agus, menjadi potensi besar untuk menampung semua masyarakat dan pesantren.
“Orang-orang yang terdidik kompeten, memiliki ketaatan dan waktu yang tepat. Stigma itu cuma politis, realitanya tidak seperti itu. Coba lihat pesantren pagi-pagi sudah keluar mencari kehidupan, itu tertib setelah salat subuh melaksanakan kegiatan ekonominya,” ungkapnya.
Maka tantangan ke depan bagi pesantren, imbuh Agus, adalah menambah nilai tambah yang ada di sumber daya manusia yang ada. “Dengan adanya Rancangan Undang-undang itu masyarakat Indonesia sudah melihat dan merasakan potensi untuk kepentingan bangsa dan negara,” pungkasnya. [geh]

Tags: