Bahaya Paham Komunis dan Petualangan Nurmas

Judul : Si Anak Cahaya
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Buku Republika
Cetakan : Pertama, Desember 2018
Tebal : 421 halaman
ISBN : 978-602-5734-54-0
Peresensi : Ridwan Nurochman

Ketika masa penjajahan kolonial Belanda, bahkan bertahun-tahun sebelumnya, banyak lahir perkumpulan anak muda bangsa di Hindia Belanda. Secara alamiah, mereka memiliki paham pemikiran sendiri-sendiri. Entah nasionalis, agamis, liberal, sosialis, kesukuan, bahkan komunis. Pada setiap perkumpulan dengan paham tertentu, anak muda bangsa berjuang demi kepentingan bangsa, meski gerak perjuangannya masih sempit, bersifat daerah.
Yahid, Bapak dari Nurmas tokoh utama dalam buku ini pun terlibat dalam satu perkumpulan anak bangsa. Yahid berkecimpung dengan bertemu banyak orang dan meluaskan cakrawala yang kemudian dirinya bersentuhan dengan berbagai paham. Namun malang, Yahid bukannya bergabung dengan perkumpulan nasionalis maupun agamis. Dia malah bergabung dengan perkumpulan yang berpaham komunis. Paham ini memegang bahwa agama hanya bentuk ketidakberdayaan manusia. Bagi mereka, Tuhan tidak ada. Agama adalah candu, sesuatu yang dibuat untuk menyesatkan manusia. Paham ini lahir dari seorang pemikir Jerman, Karl Marx. Marx malah mengatakan bahwa Tuhan telah mati.
Persinggungan Yahid itu membuat dia kecipratan sedikit ‘bunga api’ komunis. Kemudian, perlahan tapi pasti, Yahid mulai berubah. Yahid mulai tertarik, meyakini sedikit demi sedikit, dan kemudian dia ikut menjadi bagian penting dari perkumpulan yang menafikan agama itu. Benih paham komunis itu membuat Yahid semakin banyak berubah.
Ketika pulang kampung saat bulan puasa, Yahid berada di kutub yang berbeda sengan Bapaknya-Kakek Nurmas. Bapaknya yang seorang imam masjid, sementara Yahid menyebut bahwa masjid tempat orang-orang bodoh. Ketika Bapaknya mengatakan tentang orang kampung banyak menanyakan dirinya dan memberi saran agar dirinya mau berkunjung ke tetangga, Yahid malah menjawab bahwa mengobrol dengan orang kampung itu tidak berguna. Yahid menginginkan obrolan yang tidak sekadar tentang ladang pagi dan menjaring ikan.”Tentang hal yang lebih besar. Bagaimana menciptkan kemakmuran bangsa yang merata. Tidak ada tuan tanah, tidak ada rakyat jelata. Semua sama” (hal.106)
Yahid kemudian diusir Bapaknya, dia pergi meninggalkan kampung lalu kembali ke perkumpulannya di ibu kota provinsi. Di sana Dulikas, pemimpin perkumpulan itu menyambut kembalinya Yahid dengan gembira. Yahid bercerita kepada Dulikas dan anggota lain tentang apa yang telah dilakukannya di kampung. Tak disangka, Yahid dianggap sebagai pahlawan oleh mereka. Setelah Yahid selesai bercerita, malam itu juga Dulikas mengajak anggota perkumpulan untuk menyerbu perkumpulan yang mereka anggap sok alim. Dalam perkumpulan inilah Qaf, yang kemudian menjadi istri Yahid-Ibu Nurmas berada. Rombongan itu langsung menyerbu bangunan-bangunan yang di dalamnya terdapat pemuda pemudi sok alim. Dengan lantang, Yahid berkata bahwa dia akan membubarkan gerakan tersebut. Namun nahas, serdadu Belanda datang menyerbu mereka. Kaki Yahid pun tertembak. Usahanya untuk menyelamatkan diri sia-sia. Dia sudah lelah dan tidak berdaya. Untung Yahid dapat diselamatkan oleh pemuda-pemudi sok alim. Yahid dirawat dengan baik oleh Qaf dan Daham.
Setelah sembuh, Yahid kembali ke perkumpulannya. Namun kedatangannya disambut kurang ramah oleh Dulikas. Tampak wajah marah pada Dulikas. Dulikas menganggap bahwa serbuan kemarin gagal karena Yahid yang membuat emosi anggota. Pidato Yahid dianggap di luar kendali oleh Dulikas. Ketika perdebatan yang berujung keributan itu terjadi, tiba-tiba terdengar suara tembakan. Ternyata, serdadu Belanda datang menyerbu mereka. Yahid kembali dituduh sebagai biang masalah oleh Dulikas. Dia dianggap telah membocorkan keberadaan mereka kepada serdadu Belanda. Serbuan serdadu Belanda itu menyebabkan putri Dulikas tertembak. Kebencian semakin dalam di hati Dulikas. Akhirnya mereka ditangkap dan diadili. Yahid diadili dengan tuduhan memberontak terhadap Pemerintah Kolonial Belanda. Pengadilan memutuskan hukuman pengasingan selama tiga tahun di sebuah pulau.
Di pengasingan itulah Yahid bertemu seorang ulama besar. Sejak itu, Yahid sedikit demi sedikit mulai berubah. Yahid mulai memasuki masjid, meski dengan kaki bergetar. Ada keraguan di hatinya, apakah dia masih mungkin untuk diampuni. Itu pertanyaan yang kerap diajukan Yahid kepada ulama besar itu. “Ampunan Tuhan seluas langit dan bumi, Nak. Selalu ada ampunan bagi orang-orang yang kembali” tutur sang ulama. (hal.123)
Tahun berjalan begitu pesat bagai kilat. Yahid kini telah berkeluarga dengan menikahi Qaf, dan telah memiliki anak bernama Nurmas. Mereka hidup di kampung asal Yahid dengan tenang, tanpa masalah berarti. Hingga suatu hari datang sebuah kabar, bahwa Dulikas telah berada di kampungnya dengan membawa anak buahnya. Kedatangannya memiliki maksud untuk menangkap Yahid, sebagai bentuk balas dendam atas meninggalnya putri kesayangannya, Valentina.
Dulikas menyandera seluruh penduduk kampung termasuk Yahid. Nurmas, anak mereka berhasil kabur dan menyelamatkan diri untuk mencari bantuan ke kota kabupaten. Dengan berjalan kaki, Nurmas pergi ke kabupaten untuk menemui Bang Jen dan Sutar yang kini menjadi tentara. Syukur jika bisa bertemu Letnan Harris. Dengan kaki kecilnya, Nurmas terus melangkah menyusuri jalan setapak sambil menggendong adiknya. Rasa lelah berjalan hilang seketika jika membayangkan nasib buruk apa yang akan menimpa orangtuanya, juga penduduk. Di tengah hutan dekat kota kabupaten, Nurmas bertemu dengan Bang Jen dan Sutar yang sedang memburu anjing hutan dengan senapan. Dengan singkat, Nurmas menceritakan apa yang sedang terjadi di kampungnya. Kabar itu pun langsung disampaikan kepada Letnan Harris.
Kontan saja, Letnan Harris memerintahkan kepada anggotanya untuk menyerbu perkumpukan Dulikas. Nurmas kembali dengan berhasil membawa bantuan. Dengan komando Letnan Harris, anak buah Dulikas dapat dengan mudah dilumpuhkan. Dulikas pun ikut menjadi korban. Dia terkapar tewas dengan darah segar mengalir. “Kau akan kalah. Dulu, sekarang, hingga kapan pun, kau akan kalah. Akan selalu ada pertolongan bagi orang-orang yang dianiaya” (hal.407).
Bahaya Komunis
Meskipun memiliki tujuan untuk menciptakan keadilan dan kemakmuran. Sama rata, sama rasa. Perkumpulan komunis tetap terdapat banyak mudharatnya. Sebab, mereka selalu menutup diri dengan fakta, mereka selalu memonopoli kebenaran. Bukan mereka saja yang hendak melawan penjajahan Belanda, juga bukan mereka saja yang hendak membantu rakyat banyak. Lebih lagi, paham komunis selalu menafikan keberadaan Tuhan. Baginya Tuhan telah mati. Agama hanya sebatas candu.
Sejarah mencatat, ketika Indonesia sibuk melawan agresi Belanda di tahun 1948, PKI malah melakukan pemberontakan di Madiun dengan tujuan untuk membentuk pemerintahan dengan paham mereka. Gerakan ini disusul dengan agitasi, adu domba dan aksi kekerasan. Ada banyak korban tewas. Dan lagi, tahun 1965, PKI kembali melakukan aksi untuk membentuk pemerintahan sendiri dengan cara mengkudeta pemerintahan yang sah. Enam jenderal dan seorang perwira pertama menjadi korban kekejaman PKI. Begitu bahaya paham komunis.
Dalam buku ini, penulis mengajak pembaca untuk merenungi bahaya apa yang ditimbulkan oleh paham komunis. Dengan gaya bercerita dan bahasa yang menarik, kisah ini menjadi tidak membosankan. Meski penulis menghadirkan konflik pemberontakan komunis dalam cerita yang sebetulnya tentang kanak-kanak.

———- *** ————

Tags: