Bakorwil Fasilitasi Peningkatan Jaringan Keserasian Sosial

Kepala Bakorwil Jember R.Tjahjo Widodo saat membuka singkronisasi dan fasilitasi penyelenggaran peningkatan jaringan keserasian sosial di Kantor Bupati Probolinggo, kemarin.

Probolinggo, Bhirawa
Bakorwil Jember fasilitasi penyelenggaraan peningkatan Bakorwil Fasilitasi Peningkatan (JKS) dalam mengatasi konflik social, yang berlangsung di ruang pertemuan Tengger kantor Bupati Probolinggo.
Kegiatan dibuka oleh Kepala Bakorwil Jember ini, diikuti oleh Satpol PP, Bakesbangpol, Dinsos, Kominfo, FKUB dan Camat se wilker Bakorwil Jember.
Kepala Bidang Kemasyarakatan Bakorwil Jember Mamok Bisowarno mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk menyamakan persepsi untuk mengatasi konflik sosial dengan program keserasian sosial.
“Kegiatan ini sebagai langkah untuk mengantisipasi terjadinya konflik sosial. Minimal bagaimana langkah-langkah kita untuk mengatasi terjadinya konflik sosial,” tandas Mamok.
Sementara, Kepala Bakorwil Jember R.Tjahjo Widodo mengatakan, dalam kegiatan ini ada sinergitas dalam mencari solusi yang terbaik dalam membangun jaringan kerjasama keserasian sosial dalam kehidupan bersama yang mencerminkan sikap dan perilaku harmonis.
” Seperti mencerminkan hidup rukun, teposeliro, akrab, saling menghormati, tanggungjawab, saling ketergantungan fungsional, tidak terjadi dominasi eksploitasi, pertukaran yang saling menguntungkan, saling pengerian dan kesamaan pandangan,” kata Tjahyo yang saat ini Pj. Bupati Probolinggo.
Tjahjo Widodo mengaku permasalahan itu akhir-akhir ini disinyalir mengalami erosi satu sama lain.”Ukuran dari keserasian sosial harus dilandasi pada nilai-nilai dasar kenegaraan dan kebangsaan Indonesia yakni Pancasila. Dengan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam sikap dan perilaku sosial masyarakat Indonesia,” ungkapnya pula.
Menurut Tjahjo, berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementerian Dalam Negeri, tahun 2012 terjadi104 konflik sosial dengan 8 pemicu utama. Yakni bentrok antar warga (33,6%), issu keamanan (25%), Konflik organisaai masyarakat (5%), sengketa lahan (12,5%), Issu SARA (9,6%), ekses konflik politik (2%), konflik institusi pendidikan (2,8%) dan kesenjangan sosial (0,9%).
“Memang berbagai kasus ini sudah ditangani, namun hingga saat ini akibatnya masih menyisakan pengalaman buruk dalam kehidupan berbangsa bernegara dan bermasyarkat. Secara psikologis situasi ini menimbulkan pengalaman traumatik. Sementara secara sosial hal ini menimbulkan disharmoni dalam relasi sosial,” ujarnya pula.(efi/wek)

Tags: