Bakti Sosial Mengasah Kepedulian dan Karakter Siswa

Salah satu peserta khitan massal menangis karena takut ketika akan disunat di SMAN 1 Surabaya. [adit hananta utama]

OSIS SMAN 1 Gagas Khitanan Massal di Sekolah

Surabaya, Bhirawa
Perasaan tegang menghinggapi Krisna Ramadani yang kala itu datang bersama ibunya ke SMAN 1 Surabaya. Di halaman sekolah, dia menantikan momentum yang hanya akan dilakukannya sekali seumur hidup. Menunggu giliran untuk dikhitan oleh tim dokter yang sudah siap, Senin (11/12).
Usia Krisna sudah 13 tahun dan sedang duduk di bangku kelas 7 SMP Bina Insani. Dia mengaku selama ini selalu menolak ketika ditawari sunat. “Waktu kelas lima sudah pernah ditawari. Sekarang sudah besar makanya mau sunat,” tutur Krisna di sela waktu menunggunya mengikuti khitanan massal di SMAN 1 Surabaya.
Ibu Krisna, Widji Sulami mengaku, anaknya tidak pernah mau sunat karena dia terus ingat bapaknya. Krisna yatim sejak duduk di bangku kelas 1 SD. “Ini setelah dirayu-rayu akhirnya mau,” kata dia.
Dari dalam kelas, anak-anak yang telah berhadapan dengan dokter sebagian tampak berontak. Menangis dan mencoba untuk kabur dari prosesi pemotongan itu. Rizal Sultan Madani, Ketua Sie Kerohanian Islam (SKI) OSIS SMAN 1 Surabaya menjelaskan, ada 12 dokter yang dikerahkan untuk mengkhitan 100 anak dari berbagai wilayah di Surabaya. “Ini kegiatan rutin setiap tahun untuk memperingati hari besar Islam Maulid Nabi Muhammad,” kata dia.
Rizal mengaku, aksi ini dilakukannya sebagai upaya untuk mensyiarkan agama Islam. Di samping itu, dia ingin kepekaan sosial pada rekan-rekannya terus terasah. Sebab, sasaran utama dalam khitan massal adalah anak-anak dari keluarga tidak mampu. “Kegiatan ini murni dari siswa dengan menggandeng wali murid dan tim medis Bulan Sabit Merah Indonesia,” tutur Rizal.
Kepala SMAN 1 Surabaya Johanes menambahkan, aksi sosial ini merupakan bagian dari Program Pengembangan Karakter (PPK) yang dimiliki sekolah. Baik dalam hal keagamaan maupun kepekaan sosial. “Keagamaan memiliki porsi yang cukup besar dalam PPK. Selain juga ada ekstrakurikuler Pramuka yang wajib,” tutur Johanes.
Menurut dia, PPK terintegrasi dengan mata pelajaran masing-masing melalui prilaku dan aktifitas siswa di sekolah. Karena itu, tidak ada penilaian secara khusus di rapor siswa. “Kecuali Pramuka yang memiliki nilai khusus,” tutur dia. [tam]

Tags: