Ketua DPR RI : Bamsoet Targetkan Mei Ini UU Terorisme Kelar

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo dalam keterangan pers terkait revisi UU Terorisme di Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5). [abednego/bhirawa]

Polrestabes Surabaya, Bhirawa
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyanggupi desakan Presiden Jokowi untuk menyelesaikan revisi UU Terorisme. Bahkan pria yang akrab disapa Bamsoet ini menargetkan penyelesaian UU Terorisme bisa tuntas pada Mei ini.
“DPR berkomitmen dalam masa sidang Mei pada minggu pertama dan minggu kedua, kami akan selesaikan UU tentang terorisme,” kata Bambang Soesatyo dalam keterangan pers di Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5).
Bamsoet menjelaskan, baik Komisi III dan Komisi I sepakat bahwa ini (UU) kebutuhan yang mendesak dan harus dituntaskan. Pihaknya juga mengimbau kepada pemerintah untuk segera sepakat bulat, tidak ada perbedaan dalam hal revisi UU Terorisme. Sehingga pada masa sidang bisa dilanjutkan pembahasan RUU Terorisme ini.
“Harapan Presiden Juni nanti sudah selesai, kami sampaikan bahwa Mei ini sudah selesai. Dan kami DPR sepakat mendukung penuh langkah-langkah Polri dan negara dalam penanganan terorisme,” tegasnya.
Pihaknya mengaku sudah mengkaji pasal-pasal terkait terorisme. Dengan harapan pemerintah bisa mengajukan lagi pada pekan depan saat sidang pertama. Terkait bahasan fenomena anak-anak yang turut dalam aksi terorisme, Bamsoet mengaku hal ini terkait perilaku daripada serangan terorisme. Sehingga UU itu mengatur secara menyeluruh.
“Saya tidak tahu ini ajaran mana yang membenarkan anak kandung dikorbankan untuk sebuah misi yang tidak jelas. Jadi bagi kami, kami mendukung penuh kepolisian, penegak hukum lainnya termasuk TNI untuk menghantam tuntas gerakan terorisme yang hendak mengancam rasa kesatuan dan persatuan kita,” ucapnya.
Masih kata Bamsoer, pihaknya mengimbau sesama anak bangsa tidak boleh saling mencurigai. Musuh kita sama hanya satu, yakni mereka yang sengaja mengorbankan dirinya ingin mengacaukan kita (teroris).
“Kami mendorong penegak hukum lainnya untuk masuk ke sel-sel jaringan teroris, tanpa menunggu adanya perbuatan. Kalau ada yang mencurigakan ya periksa, ditangkap. Jika tidak terbukti ya dilepas, kalau terbukti ya disel. Itu sikap kami di DPR,” imbuhnya.
Untuk diketahui teror bom di Surabaya, Minggu (13/5) pagi disusul Senin (14/5), membuat agenda revisi UU Terorisme kembali menguat. Presiden Joko Widodo bahkan memberikan ultimatum agar revisi segera dihasilkan.
“Saya juga minta ke DPR dan kementerian terkait yang berhubungan dengan revisi UU Tindak Pidana Terorisme, yang sudah kita ajukan pada Februari 2016 yang lalu, sudah dua tahun, untuk segera diselesaikan secepat-cepatnya dalam masa sidang berikut 18 Mei yang akan datang,” kata Jokowi melalui akun Twitter-nya.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto menyatakan RUU tersebut perlu segera disahkan sebagai payung hukum bagi aparat untuk mencegah tindak pidana terorisme. “UU Terorisme sekarang sifatnya responsif, jadi kalau belum bertindak tidak bisa ditangkap. Kami berharap petugas Polri diberikan kewenangan upaya preventif,” kata Setyo, Minggu (13/5).
Menurut Setyo, UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang berlaku saat ini belum memungkinkan kepolisian melakukan tindakan pencegahan terhadap tindak pidana terorisme. UU tersebut, kata Setyo, membuat kepolisian tidak bisa menindak sebelum punya bukti permulaan yang cukup.
“Harapannya kalau sudah terafiliasi dengan salah satu [organisasi teroris] maka bisa [langsung] ditangkap dan diproses. Kalau ada bahan peledak peluru tanpa izin bisa dikenakan UU Terorisme. Tapi sekarang nggak,” kata Setyo. [bed]
Poin-poin Krusial UU Terorisme
– Pembahasan pelik antara pemerintah dan DPR terjadi pada pasal 28 tentang penangkapan. Draf yang diusulkan pemerintah berbunyi, “penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme dalam waktu paling lama 30 hari’. Menghapus frasa ‘bukti permulaan yang cukup’ dalam UU sebelumnya. Ini artinya pemerintah bisa menangkap teroris tanpa bukti awal yang cukup
– Pembahasan RUU Terorisme masih menyisakan pembahasan definisi tindakan terorisme. Pemerintah masih berbeda pendapat terkait usulan tambahan frasa ‘tujuan politik, motif politik atau ideologi’ dalam definisi tindakan terorisme. Padahal definisi tersebut telah disetujui oleh Polri, BNPT dan TNI
– Pelibatan TNI dalam penanganan terorisme. DPR masih belum bisa menyetujui begitu saja tanpa membuat mekanisme yang jelas. Tujuannya agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran HAM

Tags: