Bangga Bercampur Kecewa, Karyanya Diperbanyak tanpa Pengakuan

Bersama ayahnya Abdul Mudjib dan tutor Home Schooling Melati Indonesia Jainul Rahmat Aripin menunjukkan komik bertema lingkungan karya Andhika Efendi .[adit hananta utama]

Bersama ayahnya Abdul Mudjib dan tutor Home Schooling Melati Indonesia Jainul Rahmat Aripin menunjukkan komik bertema lingkungan karya Andhika Efendi .[adit hananta utama]

Andhika Efendi, Menentang Putus Asa Melawan DMD Lewat Komik
Kabupaten Sidoarjo, Bhirawa
Ada banyak kisah tentang Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang selalu punya semangat. Melawan keterbatasan fisik dengan terus menorehkan karya. Begitu pula Andhika Efendi, peserta didik Home Schooling Melati Indonesia berusaha menentang putus asa setelah divonis menderita Duchenne Muscular Distrophy (DMD).
Jauh berpuluh-puluh kilometer dari pusat kota Sidoarjo. Andhika Efendi tinggal bersama orangtuanya di balik tanggul lumpur Lapindo sisi Barat. Tepatnya di Desa Keboguyang, Kecamatan Porong, Sidoarjo. Anak 13 tahun itu terlihat tegar meski harus berkawan dengan kursi roda disebabkan pelemahan otot yang dideritanya sejak lima tahun lalu.
Di atas kursi roda itu pula, anak dari pasangan Abdul Majid dan Khusnul Khotimah itu memulai menciptakan karya dalam bentuk komik. Sekilas terlihat mustahil, sekadar untuk bersalaman saja Andhika nyaris tak kuasa mengangkat tangan. Namun di situlah tantangannya. Peran orangtua dan tutor menjadi sosok terpenting bagi anak kelima dari enam bersaudara ini.
“Awalnya hanya senang menggambar karakter kartun seperti di film. Tapi sama pak guru disuruh membuat gambar bersambung seperti ini,” tutur dia.
Dari tugas itu, Andhika yang kini sedang mengejar pendidikan kesetaraan Paket B akhirnya mampu menuntaskan tiga seri komik. Seluruhnya bertema tentang lingkungan. “Ceritanya tentang desa ini saja. Di sini ada sungai besar  yang seharusnya dijaga dengan baik oleh warga,” kata dia.
Dialog-dialog yang diangkat dalam komik itu memang sederhana. Namun, Andhika dengan susah payah ingin menyadarkan masyarakat lewat gambar-gambar yang dibuat dengan tangannya sendiri. Untuk satu komik dengan 17 halaman saja, Andhika bisa menghabiskan waktu hingga satu bulan.
Meski harus bersusah payah, Andhika cukup bangga karena karyanya mendapat apresiasi dari pihak pemerintah kecamatan. Karyanya menjadi salah satu media untuk disosialisasikan ke warga setempat dalam bentuk cetakan komik. “Gambarnya diminta sama pak camat untuk diedit dan diperbanyak,” tutur dia.
Sayang sekali, kebanggaan itu diakuinya belum sempurna. Karena dalam versi cetakannya, Andhika justru tidak mendapat pengakuan. Namanya tidak tercantum dan diganti dengan tulisan Media Warga Tim 114 Kecamatan Porong. “Sempat kecewa, setelah tahu dicetak nama saya tidak ada. Biasanyakan buku itu selalu ada nama yang menulis,” keluhnya.
Kekecewaan serupa juga diungkapkan ayah Andhika, Abdul Madjid. Tanpa nama anaknya di komik itu, dia merasa karya anaknya sudah diambil secara serta merta. “Bangga sebenarnya, tapi juga kecewa, tutur dia.
Kendati demikian, Madjid berharap anaknya dapat terus mengasah karyanya. Karena selama ini, Andhika dikenalnya sebagai sosok yang tak pernah lelah untuk menggambar. Padahal untuk belajar, Andhika sering kali mengeluh capek. “Pelemahan otot itu juga membuat anak sering capek. Tapi dengan menggambar dia tak pernah sekalipun kelelahan,” tutur Madjid.
Tutor pendamping Home Schooling Melati Indonesia Jainul Rahmat Aripin menambahkan, ada dua lagi komik Andhika yang rencananya akan dicetak sendiri. Pihaknya mengaku, komik-komik tersebut merupakan karya yang harus dihargai dari seorang peserta didik. “Dengan menghargai karya mereka, anak didik akan terus termotivasi. Khususnya dalam hal pengembangan bakat,” tutur dia.
Dalam kondisi peserta didik seperti itu, lanjut Jainul, siswa lebih banyak membutuhkan motivasi daripada materi pembelajaran. Proses belajar mengajar juga harus mengutamakan penguatan skill. “Kami berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangkan potensi Andhika. Meski dia termasuk anak didik yang bersekolah tanpa membayar, alias gratis,” pungkas Jainul. [Adit Hananta Utama]

Tags: