Banggar DPRD Sidoarjo Tunda Pembahasan PAK 2018

Sidoarjo, Bhirawa
Banggar Anggaran DPRD Sidoarjo meminta penundaan pembahasan PAK 2018, karena sebelumnya Pemkab dan DPRD gagal membentuk Perda APBD 2017 akibat penolakan dewan terhadap LKPJ bupati Sidoarjo 2017.
Banggar dan TAPD Sidoarjo, Senin (4/9) lalu, mulai membahas PAK 2018. Namun sebelum melangkah lebih jauh, Banggar akan meminta petunjuk ke Kantor Kementerian Dalam Negeri, setelah sebelumnya dalam sosialisasi Permendagri, Mukjizat SSos, dari Direktorat Perencanaan Anggaran Daerah, Kemendagri, di Pendopo Kabupaten Sidoarjo menyatakan, dengan tidak adanya Perda maka pembahasan PAK 2018 tidak bisa dilakukan.
Perkara bupati bupati tidak kuat untuk melanjutkan PAK. Gagalnya Perda APBD 2018 sangat disayangkan karena efeknya bisa merugikan masyarakat luas.
Menurut Anggota Banggar, Bambang Pujianto, Banggar akan menggali lebih dalam perihal pernyataan Mukjizat. Sebab yang terjadi di Sidoarjo adalah sesuatu yang menjadi dasar menyampaikan penjelasan ini. ”Banggar akan ke Jakarta, untuk mendapatkan penjelasan yang utuh tentang pernyataan Mukjizat itu,” ucap politisi Gerindra.
Bila benar, bahwa pembahasan PAK 2018 tidak bisa diteruskan karena terkendala penolakan LKPJ Bupati tentang pelaksanaan APBD 2017, maka tahun ini tidak ada PAK. Atau kemungkinan menggunakan PAK 2017. Semua hal akan digali kemungkinan-kemungkinannya, agar Banggar tidak salah melangkah.
Ia menyatakan, kondisinya sangat pelik. Semua akan rugi, masyarakat rugi karena program pembangunan tak berjalan sebagaimana mestinya. Pemkab dan anggota DPRD sama-sama ruginya. Padahal usulan PAK 2018 yang diajukan TAPD nilainya Rp4,95 triliun. Jumlah ini sangat besar karena Silpa (Sisa Lebih Perhitungan Angaran) tahun lalu sangat tinggi.
Adapun soal KUAPPAS 2019, kini bolanya di TAPD Pemkab. Dewan sudah selesai membahas dan revisi-revisi terhadap KUAPPAS sudah diserahkan ke Pemkab Sidoarjo. Masalah itu dipelajari Pemkab dan kemudian akan dicarikan waktu untuk membahasnya bersama Banggar.
Anggota dewan dari fraksi penolak dibangunnya Gedung Terpadu 17 Lantai dan RSUD Barat berskema KPBU, sebab menurutnya, sampai saat ini belum ada keputusan bulat dari fraksi/anggota dewan dalam menyikapi dua item ini. Muncul wacana menyudahi masalah ini dengan voting. FKB yang minoritas dengan dukungan 13 suara menginginkan voting tertutup. Tetapi mayoritas fraksi dengan 32 kursi dewan menghendaki voting terbuka. [hds]

Tags: