Bangunan di Jalan Ijen Boleh Dipakai Usaha

Richeese Factory satu-satunya bangunan Komersil Jalan Ijen, yang tampak depanya berubah.

Richeese Factory satu-satunya bangunan Komersil Jalan Ijen, yang tampak depanya berubah.

Kota Malang, Bhirawa
Meski merupakan Cagar Budaya Kawasan Jalan Ijen, tetap diperbolehkan untuk dijadikan sebagai tempat usaha atau komersial. Namun tidak boleh mengubah bangunan aslinya.
Sekretaris Badan Perencanaan dan Pembangunan Dearah (Bappeda) Kota Malang Diah Ayu Kusumadewi, kepada sejumlah wartawan Selasa (21/6) kemarin mengatakan, jika aturan cagar budaya ini berbeda dengan kawasan serupa di Jalan Besar Ijen yang harus berupa hunian.
Menurut Diah, aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Bagian Wilayah Perkotaan Malang Tengah sehingga tetap boleh digunakan untuk usaha.
“Meski boleh dijadikan kawasan usaha, bangunan di sepanjang kawasan Jalan Ijen harus tetap mempertahankan tampak depan bangunan lama atau kolonial,”tutur Diah.
Pihaknya lantas merinci , batasan Jalan Ijen dimulai dari Jalan Pahlawan Trip ke utara hingga tugu bundaran Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Sedangkan kawasan Jalan Pahlawan Trip keselatan sampai rumah dinas Walikota merupakan Jalan Besar Ijen, yang dalam aturanya tidak boleh digunakan sebagai tempat usaha.
“Di Perda itu diatur zonasinya. Jalan Besar Ijen, yang batasannya mulai Jalan Pahlawan Trip ke utara hingga rumah dinas Walikota, peruntukannya adalah hunian atau rumah. Sementara Jalan Ijen boleh komersial,”imbuhnya.
Diperbolehkannya Jalan Ijen yang merupakan  kawasan cagar budaya menjadi komersial, lanjut Diah, adalah salah satu bentuk tawaran Pemerintah Kota Malang untuk para pemilik bangunan.  Karena sebelumnya banyak pemiliki rumah di sana yang mempertanyakan kompensasi atau keuntungan mereka jika menaati aturan tampak depan kawasan cagar budaya.
Perlakuan berbeda diberikan untuk Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. Meski tetap berada di Jalan Besar Ijen, bangunan perguruan tinggi itu tak harus mengikuti tampak depan bangunan lama. Perbendaan ini lantaran Poltekes itu masuk kategori sarana pelayanan umum pendidikan (SPU).
Sementara itu, Dwi Cahyono pakar budaya berpendapat, Pemkot harusnya konsisten dengan konservasi berbasis kawasan. Batas antara Jalan Ijen dan Jalan Simpang Balapan, menurut dia, seharusnya menjadi pintu utama masuk kawasan konservasi cagar budaya.
“Di masa kolonial, tempat itu adalah pintu masuk arena pacuan kuda. Penetapan aturan cagar budaya semacam itu dianggap juga akan mempengaruhi status Kota Malang sebagai Kota Heritage,”ujar Dwi Cahyono.
Bangunan usaha pertama kali yang berdiri di Jalan Ijen adalah restoran cepat saji Richeese Faktory. Pembangunan restoran itu sudah hampir rampung namun belum dibuka secara resmi.
Indri Ardoyo, Kepala Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Malang, mengatakan pihaknya masih belum menelurkan izin pembangunan restoran itu karena lokasinya masih diperdebatkan. Untuk mengeluarkan izin itu, kata Indri dia harus berkooridnasi dengan Bappeda untuk mengetahui bentuk kawasannya.
“Belum ada izinnya. Memang sudah mengajukan beberapa hari lalu, tapi belum kami berikan izinnya,” tuturnya.  Pihak Richeese Faktory Jalan Ijen, Nugroho, mengatakan, tak tahu soal perizinan dan kawasan bangunan restoran itu. Ia mengaku hanya menjalankan tugas dari atasan untuk menyiapkan rencana pembukaan restoran itu. [mut]

Tags: