Bank Indonesia dan OJK Permudah Masyarakat Bertransaksi

Kepala perwakilan BI Jatim dengan didampingi pihak terkait saat kerjasama OJK

(Peralihan Fungsi Sistem Informasi Debitur)
Surabaya, Bhirawa
Dengan dilakukannya peralihan fungsi sistem informasi debitur dari BI ke OJK semakin mempermudah masyatakat untuk bertransaksi yang trtkait dengan dunia perbankan.
Dikatakan kepala perwakilan BI Jatim Difie Ahmad Johansyah Selasa (9/1) kemarin pada acara bincang bareng media di RM Haryono Kichen didampingi, Yudi Harymukti (Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah)
Herawanto (Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Prov. Jawa Timur Bidang Advisory dan Pengembangan Ekonomi)
Difi Ahmad Johansyah ( Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur)
Heru Cahyono (Kepala OJK Regional IV Jawa Timur)
Taufik Saleh (Kepala Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan)
Dery Rossianto (Kepala Divisi Pengembangan Ekonomi), bahwa Informasi yang diberikan melalui SLIK yaitu informasi debitur (iDeb) melalui aplikasi iDeb Viewer berjalan lancar dan sesuai dengan jaringan komputer yang tersedia.
SLIK lanjutnya, merupakan infrastruktur penting di sektor jasa keuangan yang dapat digunakan oleh pelaku industri untuk mitigasi risiko, khususnya risiko kredit sehingga dapat membantu menurunkan tingkat risiko kredit bermasalah. Selain itu, keberadaan SLIK juga mampu mendukung perluasan akses kredit/pembiayaan.Dijelaakan, juga membantu dalam mempercepat proses analisis dan pengambilan keputusan pemberian kredit.
Menurunkan risiko kredit bermasalah di kemudian hari.
Dapat mengurangi atau meminimalkan ketergantungan Pelapor atau pemberi kredit kepada agunan konvensional.
Pemberi kredit dapat menilai reputasi kredit calon debitur sebagai pengganti / pelengkap agunan.
Efisiensi biaya operasional.
Mendorong transparansi pengelolaan kredit.
Bagi debitur atau masyarakat umum, keberadaan SLIK dapat dimanfaatkan untuk mengetahui data kredit perbankan seperti data pokok debitur, plafon kredit, baki debet, kualitas kredit, beban bunga, cicilan pembayaran serta denda atau penalti pinjaman. SLIK juga bisa memberikan informasi mengenai status agunan serta rincian penjamin kredit.
Mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh persetujuan kredit.
Bagi nasabah baru, khususnya yang tergolong sebagai Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), akan mendapat akses yang lebih luas kepada pemberi kredit dengan mengandalkan reputasi keuangannya tanpa harus tergantung pada kemampuan untuk menyediakan agunan.
Mendorong penerima kredit untuk menjaga reputasi kreditnya.
Cakupan pelapor SLIK bukan saja dari industri perbankan, namun juga lembaga jasa keuangan maupun non lembaga jasa keuangan yang berpartisipasi untuk menjadi pelapor dalam SLIK.
Jumlah LJK yang telah menjadi pelapor SLIK per Desember 2017 berjumlah 1.648 yang terdiri dari Bank Umum, BPR, BPRS, Lembaga Pembiayaan, LJKL (kecuali Lembaga Keuangan Mikro), dan koperasi simpan pinjam. Jumlah pelapor tersebut akan meningkat mengingat cakupan pelapor wajib pada SLIK akan lebih luas, yaitu:
BPR, BPRS, dan perusahaan pembiayaan yang belum menjadi pelapor, wajib menjadi pelapor SLIK paling lambat tanggal 31 Desember 2018.
Perusahaan Modal Ventura, Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur (PPI), dan pergadaian yang belum menjadi pelapor, wajib menjadi pelapor SLIK paling lambat tanggal 31 Desember 2022.
Sedangkan Lembaga Keuangan Mikro, Peer to peer lending, serta Lembaga lain di luar LJK seperti Koperasi Simpan Pinjam dapat menjadi pelapor SLIK apabila telah memenuhi syarat dan mendapat persetujuan oleh OJK.
Pada kesempatan tersebut juga dijelaskan kalau BI juga telah meluncurkan
Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) sebagai wujud interkoneksi (saling terhubung) antar switching dan interoperabilitas (saling dapat dioperasikan) sistem pembayaran nasional pada hari pada 4 Desember 2017. Acara peluncuran GPN dilakukan oleh Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
Terdapat tiga sasaran utama implementasi GPN yaitu pertama, menciptakan ekosistem sistem pembayaran yang saling interkoneksi, interoperabilitas dan mampu melaksanakan pemrosesan transaksi yang mencakup otorisasi, kliring dan setelmen secara domestik. Kedua, meningkatkan perlindungan konsumen antara lain melalui pengamanan data transaksi nasabah dalam setiap transaksi. Dan ketiga, meyakinkan ketersediaan dan integritas data transaksi sistem pembayaran nasional guna mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter, efisiensi intermediasi dan resiliensi sistem keuangan.
Selain itu, GPN juga dihadirkan sebagai backbone guna memberikan dukungan penuh bagi program-program Pemerintah termasuk penyaluran bantuan sosial non tunai, elektronifikasi jalan tol dan transportasi publik, keuangan inklusif dan pengembangan sistem perdagangan nasional berbasis elektronik sebagaimana yang telah dimandatkan dalam Perpres No. 74 Tahun 2017 tentang Roadmap E-commerce.
Untuk mencapai sasaran tersebut Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.19/8/PBI/2017 tanggal 21 Juni 2017 dan Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/10/PADG/2017 tanggal 20 September 2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional. Melalui kebijakan yang tertuang dalam ketentuan tersebut diharapkan mendorong terjadinya sharing infrastruktur sehingga utilisasi terminal ATM dan EDC dapat meningkat, sehingga biaya investasi infrastruktur dapat dialihkan kembali untuk kegiatan pembiayaan pinjaman yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Implementasi GPN juga diharapkan dapat mengurangi kompleksitas koneksi dari yang sebelumnya bersifat bilateral antar pihak menjadi tersentralisasi di GPN. Selain itu, melalui GPN masyarakat dapat bertransaksi dari bank manapun dengan menggunakan instrumen dan kanal pembayaran apapun (any bank, any instrument, any channel).
Sebagai awal dari keberadaan GPN, masyarakat akan diperkenalkan dengan kartu ATM/debet dengan logo nasional yang digunakan untuk transaksi dalam negeri dan dapat diterima di seluruh terminal pembayaran merchant/pedagang dalam negeri. Penerapan logo nasional merupakan identitas kedaulatan nasional di bidang sistem pembayaran ritel. Dengan penggunaan logo tersebut, kartu ATM/debet dimaksud dapat diterima dan digunakan secara lebih luas oleh masyarakat tanpa mengesampingkan keberadaan instrumen pembayaran yang menggunakan logo internasional.
Difie juga menjelaskan soal acara peluncuran GPN, dilakukan pula penandatanganan Perjanjian Konsorsium (PK) Pendirian Lembaga Services antara empat Bank Buku 4 dan empat lembaga switching GPN, dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk mendukung implementasi GPN yaitu PKS Interkoneksi Switching antara empat lembaga switching GPN, PKS Interoperabilitas Kartu Debit antara tujuh bank, dan PKS Uang Elektronik antara empat penerbit Uang Elektronik. [ma]

Tags: