Bank Jatim Bisa Kendalikan Anggaran Desa

26-bank-jatim

Foto: ilustrasi

Banyuwangi, Bhirawa
Pemkab Banyuwangi akan mengawasi secara ketat penggunaan anggaran oleh pemerintah desa pada 2015. Kebijakan ini seiring rencana kucuran duit APBN ke setiap desa di Indonesia, termasuk di Kabupaten Banyuwangi. Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, mengatakan tambahan anggaran dari pemerintah pusat itu harus dikendalikan dan digunakan untuk kepentingan produktif berbasis pemberdayaan masyarakat.
Ia mengatakan, kepala desa dilarang menggunakan anggaran hanya untuk pembangunan fisik yang tidak berdampak pada kesejahteraan warga desa. “Sambil menunggu arahan pemerintah pusat tentang pengawasan dana desa ini, kami akan terapkan sistem e-Village Budgeting dan Monitoring System. Karena pemerintah pusat belum memberi arahan cara yang efektif mengkonsolidasi pembangunan di desa,” kata Bupati Anas saat konferensi pers di ruang kerja bupati, Selasa (25/11).
Dengan e-village budgeting, Bank Jatim Tbk akan mengetahui rencana kerja tiap-tiap pemerintah desa di Banyuwangi. Jika pencairan anggaran menyimpang dari dokumen perencanaan pembangunan di desa, Anas menegaskan Bank Jatim berwenang menangguhkan pencairan. Ia mengatakan, Bank Jatim akan mencairkan duit ke desa maksimal 60 persen untuk kucuran perdana ke desa. Sisanya 40 persen kembali dicairkan bila pemerintah desa telah melampirkan SPj buat melanjutkan proyek atau program yang telah dianggarkan.
“Biasanya dana itu langsung dicairkan penuh 100 persen padahal proyek belum jalan. Akibatnya banyak proyek dan program terbengkalai, uangnya keburu dihabiskan oknum kades. Jadi Bank Jatim bisa mengunci pencairan anggaran,” kata Bupati Anas.
Tahun anggaran 2015, Pemkab Banyuwangi mengalokasikan anggaran ke setiap desa sebesar Rp 500an juta. Naik ketimbang tahun 2014 sebesar Rp 300an juta tiap desa. Dana Rp 500 juta itu sudah mencakup kucuran APBN dan APBD. Adapun monitoring system akan mendelegasikan tugas bupati kepada camat untuk mengawasi pemerintah desa. Ia telah menyusun aturan pelaksana terkait pendelegasian wewenang pengawasan ini lewat peraturan bupati. “Mungkin Desember depan sudah rampung aturan pelaksananya,” ujar Anas.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Banyuwangi, Suyanto Waspo Tondo Wicaksono, sebelumnya mengatakan sistem ini sedang tahap konstruksi trial and error yang dimulai pada awal triwulan III tahun ini. “Kami memiliki keterbatasan tenaga SDM untuk mengawasi ribuan titik sasaran penerima bantuan. Karena itu cara ini optimal untuk mengawasi tanpa harus menambah PNS,” kata Suyanto.
Sistem e-Village Budgeting mengaplikasikan Open Source Software (OSS) yang memungkinkan kode program dimodifikasi. Karena itu, ia akan mengintegrasikannya dengan monitoring system dan google map berbayar. Monitoring System mengantisipasi korupsi anggaran dan mempermudah proses pengawasan pembangunan di pelosok desa se-Banyuwangi.
Lewat strategi ini, Suyanto berkeyakinan praktik lancung mark up anggaran yang kerap mewarnai program pembangunan bisa ditekan. Ia paham betul modus yang umum digunakan oknum PNS untuk mengambil untung duit program pemberdayaan dengan menggandakan Surat Pertanggungjawaban (SPj) kegiatan proyek. E-Village Budgeting menyentuh 187 desa tanpa mengikutsertakan kelurahan. Di Kabupaten Banyuwangi terdapat 217 desa/kelurahan. “Saya bisa verifikasi gambar proyek itu dengan google map apakah asli atau bukan. Jadi bisa mencegah penyelewengan,” ia menambahkan. [nan]

Tags: