Banleg Jatim Sesalkan Sikap Gubernur Jatim

Lady and Chivas Wallpaper__yvt2DPRD Jatim, Bhirawa
Usulan rancangan peraturan daerah (perda) tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol (Miras) ternyata tidak direspon Gubernur Soekarwo. Alasan orang nomor satu di Jatim ini, karena kewenangan memberikan sanksi terhadap pelanggar peraturan daerah adalah pemerintah kabupaten dan pemerintah kota.
Sikap Gubernur Soekarwo ini, mematik reaksi keras Badan legislasi Daerah (Balegda) . Badan Legislasi menuding Biro Hukum Pemprov Jatim tidak memberikan informasi utuh terkait kepentingan peraturan daerah (perda) tentang  Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol.
Ketua Balegda DPRD Jatim, Zainal Arifin menyampaikan, sikap Gubernur jelas-jelas tidak mementingkan persoalan kenyamanan rakyat. Ia menilai, adanya penolakan terhadap Perda miras karena ada kepentingan lain.
“Ini karena minimnya masukan yang diberikan oleh Biro Hukum ke Gubernur. Karena tidak utuh, akhirnya membuat sikap eksekutif berseberangan dengan dewan,” ujar Zainal, Sabtu (17/5).
Untuk itu, lanjut Zainal Arifin dewan Jatim akan bersikap melalui Pandangan Fraksi yang disampaikan saat paripurna  tanggal 22 Mei mendatang. Sebab, Raperda tentang  Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol jelas-jelas memihak kenyamanan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
“Banleg sebagai pembahas, ketentuannya tunggu sikap fraksi,” ujarnya.
Sementara itu, Muhtar dari Fraksi Partai Golkar menyampaikan raperda tersebut bukan melarang, namun pengendalian terhadap peredaran minuman keras. “Ini lebih kongkrit dan bertaji, ternyata tidak ada apresiatif dari gubernur. Dan ini sangat disayangkan,” urai dia.
Bahkan pertemuan dengan jajaran Polda Jatim, Muchtar menegaskan ada respon positif. Sebab, dukungan perda ini, nanti akan memperkuat kinerja lembaga hukum.
“Karena, selama ini banyak supermarket menjual miras secara bebas. Khan  kalau ada Perda, pihak kepolisian dan Satpol PP dengan mudah melakukan penindakan terhadap peredaran minuman keras,” tegas dia.
Terpisah, Gubernur Soekarwo  saat  memberikan jawaban terhadap Rancangan Peraturan Daerah inisiatif DPRD Propinsi Jatim ini justru tidak berkenan. Alasannya, hal ini  menjadi kewenangan kabupaten/kota. Karena Propinsi hanya berlaku kanalisasi terhadap ketentuan peraturan daerah.
Pada kesempatan itu, Soekarwo menyampaikan untuk pemberantasan terhadap peredaran minuman keras, harusnya ada formulasi baru antar provinsi dengan kabupaten/kota.
“Sebab, pemerintah provinsi hanya melakukan kanalisasi. Untuk penindakan menjadi kewenangan Kabupaten/kota,” tegas dia.
Meski begitu, Soekarwo mengakui Raperda tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol tersebut merupakan wujud kepedulian terhadap situasi di Jatim.
Apalagi, beberapa bulan terakhir muncul kabaar penyalaahgunaan minuman beralkohol yang sudah sangat mengkhawatirkan, karena banyak memakan korban bagi pemimumnya. “Namun begitu usulan raperda ini, patut mendapat apresiasi,” terang dia.
Menyadari dampak negatif dari penyalahgunaan minuman beralkohol bagi masyarakat, khususnya hasil oplosan yang terkenal dengan istilah cukrik. “Cukrik ini, juga banyak menelan korban. Raperda ini, sebagai wujud kepedulian terhadap situasi di Jawa Timur,” kata Soekarwo.
Sebab pengawasan minuman beralkohol diatur dalam peraturan presiden nomor 47 Tahun 201r dan Permendagri Nomor 43/M-DAG/PER/9/2220099 tentang Pengadaan, Pengedaran, Penjualan, Pengawasan dan Pengendalian Minuman beralkohol.
Oleh karena itu, Peraturan Presiden juga menyebutkan bahwa pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol merupakan kewenangan bupati/walikota dan Gubernur untuk daerah khusus Ibu Kota Jakarta.
”Sehingga peraturan berbentuk Peraturan Kepala Daerah bukan berbentuk Peraturan Daerah, sehingga tidak bisa memberikan pidana sebagau unsur efek jera,” urai dia. [cty]

Tags: