Banser Blitar Turun Jalan Tolak Komunis Modern

Kepala Bakesbangpol Kabupaten Blitar, Drs Mujianto didampingi Kasatkorcab Banser Kabupaten Blitar Imron Rosadi saat membakar bendera PKI sebagai simbol penolakan gerakan PKI. [Hartono/Bhirawa]

Kepala Bakesbangpol Kabupaten Blitar, Drs Mujianto didampingi Kasatkorcab Banser Kabupaten Blitar Imron Rosadi saat membakar bendera PKI sebagai simbol penolakan gerakan PKI. [Hartono/Bhirawa]

Kab.Blitar, Bhirawa
Banyak indikasi gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) modern yang mulai muncul, mendapat respon tegas dari kalangan Barisan Ansor Serba Guna (Banser) Ansor Kabupaten dan Kota Blitar dengan turun ke jalan yang diikuti ribuan massa, Rabu (30/9) kemarin.
Banser dan Ansor secara tegas menolak kembalinya gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan siap untuk melakukan gerakan jika aparat TNI, Polri serta Pemerintah yang memberikan kelongaran kepada para aktivis Komunis Gaya Baru (KGB) dengan melakukan aksi long march dengan mendatangi Kantor Pemkab Blitar, Pemkot Blitar, serta DPRD Kabupaten dan Kota Blitar yang bertepatan dengan Peristiwa 30 September ini yang melumpuhkan lalu lintas jalan protokol di Kota Blitar. “Silahkan saja jika PKI berani membuka sayap dan bergerak seperti tahun 65 lalu,” kata koordinator aksi yang sekaligus Kasatkorcab Banser Kabupaten Blitar Imron Rosadi.
Lanjut Imron Rosadi,  aksi yang dimulai pukul 09.30 WIB tersebut diawali dari Perbatasan Kabupaten dan Kota di Sawahan Garum Kabupaten Blitar diikuti sebanyak seribu Banser berpakaian dinas lengkap dengan pengawalan ketat aparat Kepolisian. Banser bersumpah akan menumpas seluruh anasir PKI yang dianggap telah menggelorakan Komunis Gaya Baru (KGB) yang saat ini sudah masuk di berbagai kalangan termasuk birokrat dan aparat.
“Bukan hanya dikalangan Birokrat saja, para komunis juga sudah masuk di dalam kalangan militer seperti TNI dan Polri. Kalau Pemerintah diam saja, ini akan meletus menjadi perang sipil seperti peristiwa 1965 dan 1968,” tegasnya yang diikuti dengan yel-yel ribuan Banser “Lawan komunis, sembelih PKI sampai ke akar akarnya”.
Di sisi lain Banser mencurigai masuknya pekerja asal Negeri Tiongkok ke Indonesia sebagai upaya membangkitkan faham komunisme di Indonesia. Jika persoalan ini tidak segera diantisipasi bisa saja paham komunis akan bangkit. “Kebijakan Pemerintah sangat penting dalam hal ini, jika lengah sedikit maka mereka bisa saja akan menyusun kekuatan kembali,” ujarnya.
Imron yang akrab disapa Baron, mengakui ajaran dan gerakan komunis pascaperistiwa Gestapu 1965 tidak benar-benar mati. Ajaran Marxisme-Leninisme masih berada di bangsa tercinta ini yang tidak mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bahkan saat ini mereka tumbuh lebih subur. “Dengan adanya teknologi internet sangat mudah untuk mengakses ajaran (komunisme) yang sebenarnya terlarang di negara kita,”  jelasnya.
Pihaknya mencurigai kelompok komunis ini terus berupaya masuk dan menguasai sejumlah posisi strategis di sejumlah institusi, yakni di lembaga Pemerintahan, penegak hukum, tokoh masyarakat, hingga kepolisian dan TNI. “Banyak kalangan anak muda seolah menganggap tokoh PKI seperti Aidit, Muso, sebagai pahlawan Nasional. Bagi Banser hal ini tidak bisa didiamkan,” tegasnya lagi.
Selain bertekad menghancurkan segala bentuk gerakan KGB, Banser Blitar, juga menolak rencana Presiden Joko Widodo meminta maaf kepada para eks PKI. Banser NU menilai tidak layak seorang Kepala Negara memberi maaf kepada kelompok yang pernah berusaha menggulingkan negara. Untuk itu Banser mendesak Pemerintah membersihkan segala bentuk anasir komunis yang ada di Indonesia. “Baik masih berupa atribut, simbol gerakan komunisme, maupun aktivitas yang bersifat kamuflase,” imbuhnya.
Sementara pada aksi tersebut, mendapat respon positif dari kalangan Pemerintah Kabupaten Blitar yang disampaikan langsung oleh Kepala Bakesbangpol, Drs. Mujianto saat menemui di depan Kantor Pemkab Blitar yang didampingi, Kepala Satpol PP Kabupaten Blitar, Toha Mashuri, Wakil Ketua DPRD Kota Blitar, Totok Sugiartoi saat menemui ribuan massa di depan Kantor DPRD Kota Blitar, Asisten Pemkot Blitar, Wikandrio saat di depan Kantor Walikota Blitar dan Anggota DPRD Kabupaten Blitar, Endar Soeparno.
“Kami mendukung gerakan Banser dan Ansor menolak dan melarang gerakan komunis di Indonesia, karena NKRI sudah menjadi harga mati,” kata Drs. Mujianto yang kemudian melakukan aksi pembakaran bendera PKI sebagai symbol penolakan gerakan PKI.
Atribut PKI Dibakar
Sementara itu, ratusan massa dari Banser, Ansor, Muhammadiyah, LDII serta santri Ponpes Pomosda Tanjunganom Rabu (30/9) menggelar aksi anti komunis dengan berjalan kaki dari Pendopo Kabupaten Nganjuk menuju gedung DPRD. Selain membentangkan poster anti komunis, massa juga membakar simbol-simbol PKI.
Aksi damai di bawah pengamanan Polres Nganjuk dan Kodim 0810 juga melibatkan ratusan anak sekolah yang masih mengenakan seragam Pramuka. Tiba di gedung dewan, coordinator aksi Zainal Abidin dalam orasinya, mengutuk tindakan PKI yang telah merongrong kedaulatan Republik Indonesia dengan cara melakukan pemberontakan dua kali, yaitu PKI Madiun tahun 1948 dan G30S/PKI tahun 1965. “Para PKI telah membunuh para jenderal, mereka juga membunuh ribuan ulama yang tersebar di Indonesia, kami tidak ingin kejadian itu terulang lagi, mari kita waspadai gerakan laten komunis,” teriak sang orator.
Demi utuhnya NKRI, para pendemo siap menjadi garda depan jika TNI maupun Polri tidak sanggup lagi membantai PKI yang saat ini mulai melakukan gerakan-gerakan terselubung. Sambil terus berorasi, pendemo lainnya membagikan bukti berupa foto-foto indikasi gerakan PKI mulai nampak berkembang. Bahkan, para pendemo juga menginjak-injak dan membakar bendera PKI. “Kami bukan provokator, kami punya bukti bahwa gerakan-gerakan komunis mulai beraksi di Nganjuk, itu yang harus kita waspadai,” kata Zainal.
Koordinator aksi, Zainal Abidin menyampaikan bahwa awal mula melakukan aksi ini karena aparat keamanan dinilai tidak tegas dalam menerapkan undang-undang RI nomor 27 tahun 1999 Pasal 107a dimana barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12  tahun.
Selain itu pasal Pasal 107e yang menyebutkan, barang siapa yang mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaranKomunisme/Marxisme-Leninisme atas dalam segala bentuk dan perwujudannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. “Ini aksi damai non politik tanpa tendensi apapun, kami tidak ada niatan sedikitpun untuk merongrong kewibawaan pemerintah,” ujarnya.
Dikatakan oleh Zainal, tujuan dilakukannya aksi ini lantaran tidak setuju jika NKRI diobok-obok PKI dan komunis. Karena selama ini, sudah ditemukan 7 titik rawan gerakan yang teindikasi PKI di wilayah Kabupaten Nganjuk. “Ada sebuah toko di Baron yang terindikasi menjual kaos berlogo PKI, di Kertosono ada peserta karnaval memakai kaos PKI, ini tidak bisa dibiarkan, aparat harus cepat bertindak,” tukas Zainal Abidin.
Usai melakukan aksi sekitar pukul 11.00, lima perwakilan pendemo masuk ke gedung dewan untuk menyampaikan aspirasinya. Sayang, karena bersamaan dengan sidang paripurna perubahan anggaran APBD 2015, maka perwakilan pendemo tidak berhasil menemui para wakil rakyat hingga memaksa mereka membubarkan diri. [htn,ris]

Tags: