Bantah Data BPS, Kadindik Jatim: Lulusan SMK Sudah Terserap Pasar Kerja

Wahid Wahyudi

Surabaya, Bhirawa
Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Wahid Wahyudi memastikan sebagaian besar lulusan SMK di Jatim sudah terserap di pasar kerja. Ia mengatakan, tingginya angka pengangguran lulusan SMK yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) karena ada perbedaan dalam standart pencatatan waktu bekerja.
Menurut Wahid, para lulusan SMK bekerja di sektor tenaga lepas (freelance), sehingga tidak tercatat dalam data BPS.
“Data BPS penangguran terbesar lulusan SMK karena standart BPS mereka yang bekerja biasanya minimal 36 jam dalam seminggu. Padahal kenyataannya mereka lulusan SMK banyak yang bekerja freelance,” katanya saat ditemui di Kantor DPRD Jatim, Kamis (16/7).
Wahid mencontohkan, tenaga perias, salon dan pekerja bengkel yang kebanyakan tidak tercatat sebagai pekerja formal oleh BPS. Padahal, mereka mempunyai keahlian dan gaji yang cukup besar, berbeda dengan pekerja formal.
“Data BPS, lulusan SMK banyak yang freelance dan lulusan SMK mereka rias dari rumah ke rumah, perawatan wajah freelance. Yang punya keahlian service AC, mobil kulkas dan freelance. Padahal, jangan salah meski mereka pekerja freelance gajinya cukup tinggi dianggap BPS tidak bekerja,” tambahnya.
Wahid berharap agar para pekerja freelance juga dimasukkan dalam angkatan kerja oleh BPS. Sehingga, nantinya bisa memacu semangat para siswa menempuh studi di SMK.
Mantan Kadishub Jatim ini juga memastikan lulusan SMK di Jatim juga sudah terserap di pasar kerja, meski sebagaian juga bekerja di sektor non formal.
Seperti diketahui, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia justru didominasi oleh lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK).
Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan, karena lulusan SMK di didik untuk menjadi tenaga siap kerja. Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan (Kabarenbang) Kemnaker Tri Retno Isnaningsih, dalam kesempatan tersebut, mengatakan bahwa porsi angka TPT Indonesia untuk lulusan SMK mencapai 8,49%.
“TPT tertinggi adalah pada level SMK karena besarnya ada 8,49%. Ini juga suatu permasalahan khusus di mana SMK ternyata malah menduduki peringkat yang paling tinggi untuk TPT-nya di Indonesia,” kata Retno di Jakarta, Selasa (14/7/2020).
Porsi TPT terbesar selanjutnya berasal dari lulusan sekolah menengah atas (SMA) dengan angka 6,77%, Diploma I-III sebesar 6,76%, universitas 5,73%, sekolah menengah pertama (SMP) sebesar 5,02%, dan sekolah dasar (SD) dengan angka 2,64%.
Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di wilayah Provinsi Jawa Timur pada Februari 2020 tercatat sebesar 3,69 persen. Artinya, terjadi penurunan 0,14 persen poin dibanding TPT Februari 2019 yang sebesar 3,83 persen.
Kepala Badan Pusat Statistika (BPS) Jatim, Dadang Hardiwan mengungkapkan, dilihat dari tingkat pendidikan, TPT di Jatim masih didominasi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
“Dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan, pada Februari 2020, TPT untuk SMK masih mendominasi di antara tingkat pendidikan yang lain, yaitu 8,04 persen. Dibanding Februari 2019, TPT lulusan SMK mengalami kenaikan 1,20 persen,” katanya, Selasa (5/5).
Ia melanjutkan, TPT tertinggi berikutnya disumbang lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 6,12 persen. Menurutnya, situasi ini menggambarkan masih terjadi permasalahan titik temu antara tawaran tenaga kerja lulusan SMK/SMA di Jatim dengan tenaga kerja yang diminta di pasar kerja.
Sebaliknya, lanjut Dadang, TPT terendah disumbang lulusan pendidikan tingkat SD ke bawah, yang hanya 1,50 persen dari total pengangguran di Jatim. Dikatakan, penduduk dengan pendidikan rendah cenderung lebih mudah menerima tawaran pekerjaan apa saja tanpa banyak mengajukan persyaratan.
Rinciannya, penduduk bekerja dengan pendidikan SD ke bawah sebanyak 9,65 juta orang atau 45,28 persen. Kemudian lulusan SMP 3,75 juta orang atau 17,61 persen, SMA sebanyak 3,22 juta orang atau 15,10 persen, dan SMK 2,50 juta orang atau 11,74 persen. [geh]

Tags: